Baik sahabat blogger semua , kali ini saya mau berbagi tentang semua kisah nabi dan rasul
lengkap, dimana saya mengharapkan dengan ini kita semua dapat
membacanya dan setidaknya mengetahui kisah ini dengan baik dan cermat .
sobat tinggal klik link dibawah ini untuk menuju kisah lengkap 25 nabi
dan rasul, nanti sobat akan dibawa ke artikel yang sesuai dengan pilihan
sobat .
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Adam AS
baiklah sobat saya akan membahas kisah Nabi Adam AS.
Setelah
Allah SWT menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya, laut-lautannya dan
tumbuh – tumbuhannya, menciptakan langit dengan mataharinya, bulan dan
bintang-bintangnya yang bergemerlapan menciptakan malaikat-malaikatnya
ialah sejenis makhluk halus yang diciptakan untuk beribadah menjadi
perantara antara Zat Yang Maha Kuasa dengan hamba-hamba terutama para
rasul dan nabinya maka tibalah kehendak Allah SWT untuk menciptakan
sejenis makhluk lain yang akan menghuni dan mengisi bumi memeliharanya
menikmati tumbuh-tumbuhannya, mengelola kekayaan yang terpendam di
dalamnya dan berkembang biak turun-temurun waris-mewarisi sepanjang masa
yang telah
ditakdirkan baginya.
Para
malaikat ketika diberitahukan oleh Allah SWT akan kehendak-Nya
menciptakan makhluk lain itu, mereka khawatir kalau-kalau kehendak Allah
menciptakan makhluk yang lain itu, disebabkan kelalaian mereka dalam
ibadah dan menjalankan tugas atau karena pelanggaran yang mereka lakukan
tanpa disadari. Berkata mereka kepada Allah SWT : “Wahai Tuhan
kami!Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami, padahal kami
selalu bertasbih, bertahmid, melakukan ibadah dan mengagungkan nama-Mu
tanpa henti-hentinya, sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan
turunkan ke bumi itu, niscaya akan bertengkar satu dengan lain, akan
saling bunuh-membunuh berebutan menguasai kekayaan alam yang terlihat
diatasnya dan terpendam di dalamnya, sehingga akan terjadilah kerusakan
dan kehancuran di atas bumi yang Tuhan ciptakan itu.”
Allah berfirman, menghilangkan kekhawatiran para malaikat itu:
“Aku
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui dan Aku sendirilah yang
mengetahui hikmat penguasaan Bani Adam atas bumi-Ku.Bila Aku telah
menciptakannya dan meniupkan roh kepada nya,bersujudlah kamu di hadapan
makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud
ibadah,karena Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada sesama
makhluk-Nya.”
Kemudian
diciptakanlah Adam oleh Allah SWT dari segumpal tanah liat, kering dan
lumpur hitam yang berbentuk. Setelah disempurnakan bentuknya
ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke dalamnya dan berdirilah ia tegak
menjadi manusia yang sempurna.
Iblis
membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah seperti para malaikat
yang lain, yang segera bersujud di hadapan Adam sebagai penghormatan
bagi makhluk Allah yang akan diberi amanat menguasai bumi dengan segala
apa yang hidup dan tumbuh di atasnya serta yang terpendam di dalamnya.
Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih utama dan lebih agung dari Adam,
karena ia diciptakan dari unsur api, sedang Adam dari tanah dan lumpur.
Kebanggaannya dengan asal usulnya menjadikan ia sombong dan merasa
rendah untuk bersujud menghormati Adam seperti para malaikat yang lain,
walaupun diperintah oleh Allah.
Tuhan bertanya kepada Iblis : “Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?”
Iblis
menjawab : “Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia. Engkau
ciptakan aku dari api dan menciptakannya dari lumpur.”
Karena
kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya melakukan sujud yang
diperintahkan, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusir dari syurga
dan mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan disertai kutukan dan
laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari kiamat. Di samping itu
ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Iblis
dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia hanya
mohon agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal hingga hari
kebangkitan kembali di hari kiamat. Allah meluluskan permohonannya dan
ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan, tidak berterima kasih dan
bersyukur atas pemberian jaminan itu, bahkan sebaliknya ia mengancam
akan menyesatkan Adam, sebagai sebab terusirnya dia dari syurga dan
dikeluarkannya dari barisan malaikat, dan akan mendatangi anak-anak
keturunannya dari segala sudut untuk memujuk mereka meninggalkan jalan
yang lurus dan bersamanya menempuh jalan yang sesat, mengajak mereka
melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang, menggoda mereka supaya
melalaikan perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak
bersyukur dan beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk itu:
“Pergilah
engkau bersama pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi isi
neraka Jahanam dan bahan bakar neraka. Engkau tidak akan berdaya
menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada Ku dengan sepenuh
hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang tidak akan tergoyah oleh
rayuanmu walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan
memfitnah.”
Allah
hendak menghilangkan anggapan rendah para malaikat terhadap Adam dan
menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai
penguasa bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang berada
di alam semesta, kemudian diperagakanlah benda-benda itu di depan para
malaikat seraya: “Cobalah sebutkan bagi-Ku nama benda-benda itu, jika
kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih mengerti dari Adam.”
Para
malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut
nama-nama benda yang berada di depan mereka.Mereka mengakui
ketidak-sanggupan mereka dengan berkata : “Maha Agung Engkau!
Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu kecuali apa
yang Tuhan ajakan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
Adam
lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama itu kepada
para malaikat dan setelah diberitahukan oleh Adam, berfirmanlah Allah
kepada mereka : “Bukankah Aku telah katakan padamu bahawa Aku mengetahui
rahsia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan.”
Adam
diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk
mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan rasa
kesepiannya dan melengkapi keperluan fitrahnya untuk mengembangkan
keturunan. Menurut cerita para ulama Hawa diciptakan oleh Allah dari
salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih tidur
sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya.
ia ditanya oleh malaikat : “Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang
berada di sampingmu itu?”
Berkatalah
Adam : “Seorang perempuan.”Sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan
oleh Allah kepadanya”. ” Siapa namanya? “ tanya malaikat lagi. “Hawa”,
jawab Adam. “Untuk apa Tuhan menciptakan makhluk ini?” ,tanya malaikat
lagi.
Adam menjawab : “Untuk mendampingiku,memberi kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah.”
Allah
berpesan kepada Adam : “Tinggallah engkau bersama isterimu di
syurga,rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya, rasailah
dan makanlah buah-buahan yang lazat yang terdapat di dalamnya sepuas
hatimu dan sekehendak nasfumu. Kamu tidak akan mengalami atau merasa
lapar, dahaga ataupun letih selama kamu berada di dalamnya. Akan tetapi
Aku ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang akan menyebabkan
kamu celaka dan termasuk orang-orang yang zalim. Ketahuilah bahawa Iblis
itu adalah musuhmu dan musuh isterimu,ia akan berusaha membujuk kamu
dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga hilanglah kebahagiaan yang
kamu sedang nikmat ini.”
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Idris AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Idris AS
pada zaman rasul. Ia keturunan ketujuh dari Nabi Adam AS. Meskipun
demikian ia menjadi Nabi dan Rasul kedua setelah Nabi Adam AS. Nabi
Idris AS memimpin ummat yang masih termasuk keturunan Qobil. Ummat ini
pada waktu itu banyak yang rusak akhlaknya, sehingga Allah SWT menunjuk
Nabi Idris AS sebagai Nabi dan Rasul-Nya.
Allah pun memberikan mukjizat kepadanya berupa kepandaian di segala bidang. Diantara mukjizat Nabi Idris adalah sebagai berikut:
1. Hebat dalam menunggang kuda. Pada waktu itu sedikit orang yang dapat menunggang kuda.
2. Dapat menulis. Pada waktu itu tidak ada ummatnya yang dapat menulis.
3. Dapat menjahit pakaian. Pada waktu itu, belum ada yang mampu menjahit pakaian.
Nabi
Idris mendapat kitab dari Allah SWT sebanyak 30 Shohifah. Dalam kitab
ini berisi ajaran kebenaran seperti halnya AL Qur’an. Kitab itu
merupakan petunjuk yang disampaikan kepada ummatnya. Sehingga ummatnya
yang sudah rusak akhlaknya sedikit demi sedikit kembali ke jalan yang
benar.
Nabi
Idris AS juga mendapat gelar “Asadul Usud” yang berarti Singa karena
beliau tidak pernah berputus asa dalam menjalan tugasnya sebagai seorang
Nabi. Ia tidak pernah takut menghadapi ummatnya yang kafir. Meskipun
demikian ia tidak pernah sombong. Ia bersifat pema’af.
Tidak
banyak keterangan yang didapati tentang kisah Nabi Idris di dalam
Al-Quran maupun dalam kitab-kitab Tafsir dan kitab-kitab sejarah
nabi-nabi. Di dalam Al-Quran hanya terdpt dua ayat tentang Nabi Idris
iaitu dalam surah Maryam ayat 56 dan 57:
“Dan
ceritakanlah { hai Muhammad kepada mereka , kisah } Idris yang terdpt
tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan dan seorang nabi. 57 – Dan Kami telah mengangkatnya ke
martabat yang tinggi.” { Maryam : 56 – 57 }
Nabi
Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam putera dari Yarid bin
Mihla’iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S. dan adalah
keturunan pertama yang dikurniai kenabian menjadi Nabi setelah Adam dan
Syith. Nabi Idris menurut sementara riwayat bermukim di Mesir di mana ia
berdakwah untuk agama Allah mengajarkan tauhid dan beribadat menyembah
Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikut-pengikutnya
agar selamat dari siksaan di akhirat dan kehancuran serta kebinasaan di
dunia. Ia hidup sampai usia 82 tahun.
Diantara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah membawa kemenangan.
2. Orang yang bahagia ialah orang yang berwaspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa maka ikhlaskanlah niatmu demikian pula puasa dan solatmu.
4.
Janganlah bersumpah dalam keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntup
sumpah dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam
dosa.
5.
Taatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu
serta penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji
kepada Allah.
6.
Janganlah iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya, karena mereka
tidak akan banyak dan lama menikmati kebaikan nasibnya.
7. Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.
8.
Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya seorang tidak dpt
bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.
Dalam
hubungan dengan firman Allah bahawa Nabi Idris diangkat kemartabat
tinggi Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahawa Nabi Idris
wafat tatkala berada di langit keempat dibawa oleh seorang Malaikat
Wallahu a’alam bissawab
Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka
Setiap
hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali,
sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa
saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.
Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.
“Terus
terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan,
iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan
alasannya.
Waktu
mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga
neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa
manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris
tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api
neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada
pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan
tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu.
Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata
Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat
tampan.
Wajah
Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun
akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia
mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.
Waktu
melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona.
Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris
terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di
depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris
beulang-ulang.
Nabi
Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir
sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak.
Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan
ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.
Waktu
berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah
para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan
wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan
minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan
surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari
emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat
bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa
enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap
syukur berulang-ulang.
Setelah
puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk
kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah
terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.
“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.
“Tuan
boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah
di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan
orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.
“Tapi
Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah
mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris
menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian.
Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan
ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang
yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya
ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).
Pada
saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit,
beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada
Jibril yang mendampinginya waktu itu.
“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.
Mudah2n bermanfaat buat sobat sekalian, dan silahkan tinggalkan komennya.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Nuh AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Nuh AS pada zaman rasul. Nah sobat2 nih kisah nabi kita nuh,,moga bermanfaat ya….
Setelah
beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di
sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak
bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum
umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang
dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali
ini terulang secara berbeda.
Sebelum
lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek
kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati.
Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah
kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam
rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka.
Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu
mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan
datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan
khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa
patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.
Di
sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada
manusia bahwa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia
menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang
terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan
terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum umum yang
tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada syirik.
Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia
akan kalah, serta akan meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang
yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Alhasil, kehidupan manusia semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim.
Situasi demikian ini pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah
SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari emas,
penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai
mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin
persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah
SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat
undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada
seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang
ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan
kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat
menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal
manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia
agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan akalnya sebagai permata yang
bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang paling penting adalah
kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan selain-Nya adalah
makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama yang harus ada
sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika
akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT
maka manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami
kemajuan secara materi karena ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan,
meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini
yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi
siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, karena ia pada akhirnya
akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah selain
Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran
manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran
mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf:
96)
Demikianlah,
bahwa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan
hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran,
serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti
ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya.
Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi
kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya
Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh
membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan
kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang
raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga
orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahwa kebesaran
tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga
hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun
kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan
akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua
itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat
dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya,
ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. Berdasarkan fitrah, ia
beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia. Dan semua
nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka
ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada juga di antara
mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam,
seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah
kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.
Terdapat
sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun,
tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia
selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat
nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT
berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah
SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada
kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan
ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan
hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana
hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian,
kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di
dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi
Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah
Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka,
bahwa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk
menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahwa Allah SWT
telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka
rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan
dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan
jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada
seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun.
Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk
menyelamatkannya.
Akar-akar
kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan.
Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi
Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua
kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang
yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi
Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya,
orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah
Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai
kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh.
Mula-mula mereka menuduh bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti
mereka:
"Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam
tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya
adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena
mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh:
"Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga
mengatakan bahwa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus seorang
rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh manusia. Seandainya
bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus seorang rasul
dari malaikat.
Berlanjutlah
peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim
penguasa menganggap bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya,
namun ketika mereka melihat bahwa dakwahnya menarik perhatian
orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja-pekerja sederhana,
mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya
melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang
mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah serta
orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):
'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar
kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina
dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa
kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah
telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari
kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan
mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin
kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu.
Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang
fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan orang-orang kaya di
antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan kami bersama mereka
dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang dikatakan
oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahwa mereka
menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia
memberitahukan kepada kaumnya bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang
mukmin, karena mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka adalah
tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk
di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya
orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah
Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di
dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata
Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi
rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu
menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai
kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi
seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan
bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang
tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat
menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan
kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa):
'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku
tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula aku mengatakan:
'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada
orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah
tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui
apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh
mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logika para nabi
yang mulia. Yaitu, logika pemikiran yang sunyi dari kesombongan pribadi
dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahwa
Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan rahmat. Sedangkan
mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang
disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain
Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada
mereka bahwa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia
tidak meminta harta dari mereka sehingga memberatkan mereka.
Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT.
Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada
mereka bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan
keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir
orang-orang yang beriman karena dua alasan. Bahwa mereka akan bertemu
dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia
akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya
ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT.
Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka
dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang
dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir
mereka?
Demikianlah
Nabi Nuh menunjukkan bahwa permintaan kaumnya agar ia mengusir
orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali
menyatakan bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar
wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya dan
kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang
merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu
gaib, karena ilmu gaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga
memberitahukan kepada mereka bahwa ia bukan seorang raja, yakni
kedudukannya bukan seperti kedudukan para malaikat. Sebagian ulama
berargumentasi dari ayat ini bahwa para malaikat lebih utama dari pada
para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi
Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian
pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang
kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan
tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh
Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. Dialah
yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku sendiri
seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak memberikan kebaikan kepada
mereka."
Kemudian
rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi
Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam
flrman-Nya:
"Mereka
berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah
kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan
mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu
sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu,
sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi
Nuh menambahkan bahwa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah
yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh
kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta
keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara
zahir tampak bahwa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang
menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahwa Allah SWT telah
memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan
al-Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa
keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya,
baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. Karena bagi mereka, manusia
adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan
Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak. Kami
berpendapat bahwa manusia memang menciptakan perbuatannya namun ia
membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya[1].
Alhasil,
Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya,
baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk
kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan kebebasannya kemudian Allah
SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis memilih jalan
kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan kesesatan itu padanya,
sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan yang sama
maka Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan
pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh
semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka
terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas,
mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani mengejek Nabi
Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh
menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu
amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf:
61-62)
Nabi
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi
waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang
panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah
kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan,
bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia menjelaskan
kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT,
mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT
mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga
mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi
Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan
siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).
Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni
mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya aku telah
menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru
mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'"
(QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan
telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah
kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya
yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan
sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS.
Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di
antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. aPAnkabut:
14)
Sayangnya,
jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru
bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan
harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka.
Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan, kekufuran, dan
penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya namun ia tidak
sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950 tahun. Tampak
bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang. Dan barangkali
usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah
hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang
yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT
mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka
pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la
berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya
jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
"Dan
diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di
antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena itu
janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Kemudian
Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya
angin topan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini
dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT
dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para
malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh:
"Dan
janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah
SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan
apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk
berdialog dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai
menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun,
kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya,
jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.
Para
mufasir berbeda pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa
pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan hal
tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahwa pembahasan ini tidak
menarik bagiku karena ia merupakan hal-hal yang tidak perlu
diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan
manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi
yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui
hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada
kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat,
berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui
selain tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah
SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan hal
tersebut yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita dan
tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu
orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius membuat
perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak
terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar
wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang
memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila!
Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek
Nabi Nuh.
Puncak
pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan
mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan kebenaran. Mereka
menganggap bahwa dunia adalah milik mereka dan bahwa mereka akan selalu
mendapatkan keamanan dan bahwa siksa tidak akan terjadi. Namun anggapan
mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin topan menjungkirbalikkan
semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik
orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT
berfirman:
"Dan
mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu
mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana
kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan
ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang
kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah
pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini
sebagai tanda dimulainya angin topan. Di sebutkan bahwa tafsiran dari
at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam
rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu merupakan
perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu
mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi
Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk
menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang
buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan
lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang
buas.
Jibril
menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies
binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah
menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia
harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai
menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah
orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:
"Hingga
apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami
berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang
beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud:
40)
Istri Nabi Nuh
tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan
salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan
keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas
manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka tidak turut berlayar.
Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas
berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman
kepadanya."
Air
mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun
di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan
yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah seperti
itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya. Lautan
semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut
bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi untuk
pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah
SWT berfirman:
"Maka
Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.
Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah
air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami
angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS.
al-Qamar: 11-13)
Air
meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon,
bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air.
Ketika mula-mula datang topan, Nabi Nuh memanggil-manggil putranya.
Putranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan
berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak add yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. " (QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.
"Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah
ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara
keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari,
namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung
ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh
ddak dapat melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT
berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak jauh
dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si
ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran
air namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan
terus membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat,
pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada
kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di
mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang
yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk
membayangkan kedahsyatan topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan
Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana
gunung. Sebagian ilmuwan meyakini bahwa terpisahnya beberapa benua dan
terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari
topan yang dahulu.
Topan
yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di
mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah
Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan
menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu
nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah
gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi
kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah menyucikan
bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan
bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah
orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan
air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah
bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur
sepenuhnya. Dikatakan bahwa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita
selama empat puluh tahun sebelum datangnya topan, karena itu tidak ada
yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya:
Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di
atasnya.
Di sebutkan bahwa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari
kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan
orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.
Dikatakan:
'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. Topan
menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa
yang mengerikan dengan lenyapnya topan. Dan berpindahlah pergulatan dari
ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh
tidak mengetahui saat itu bahwa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap
bahwa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih untuk menyelamatkan
diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri
percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak
mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu
bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT
berfirman:
"Dan
Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya
anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang
benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh
ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya
yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang
beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya
yang ada pada anaknya:
"Hai
Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu,
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Al-Qurthubi
berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini adalah
pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama
Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata
kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali
karena ia memang menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab,
mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir kemudian ia meminta
agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya
menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT
memberitahukan kepada Nuh ilmu gaib yang khusus dimiliki-Nya. Yakni
Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari anaknya. Allah SWT
ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi orang-orang yang
tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahwa anaknya
beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di
sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang
mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT
ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahwa anaknya bukan termasuk
keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah
bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi adalah
anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan
bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini
juga harus di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang
mukmin. Adalah tidak benar jika hubungan sesama mereka dibangun
berdasarkan darah, ras, warna kulit, atau tempat tinggal.
Nabi
Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian
Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu
dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan
penjagaan-Nya:
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya).
Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh
mbelas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang
merugi. " (QS. Hud: 47) "Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat
dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman)
dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi
Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan
binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu,
orangorang mukmin juga tumn. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah
dan bersujud. Saat itu bumi masih basah karena pengaruh topan. Nabi Nuh
bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat
ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan
api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di
larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh
kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang
memakan makanan yang hangat selama masa topan.
Berlalulah
hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi
menceritakan kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui
bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita
ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada
putra-putranya saat ia meninggal agar mereka hanya menyembah Allah SWT.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Hud AS
baiklah sobat kali ini kita akan membahas kisah Nabi Hud AS
pada zaman rasul. Berakhirlah kisah kaum nabi Nuh As, Sedangkan
minoriti antara mereka dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari
sunatullah dan janji-Nya: Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh
adalah:
"Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash: 83)
Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai
Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada
pula umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan
dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS.
Hud: 48)
Berputarlah
roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah datangnya taufan,
tiada yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali orang-orang yang
beriman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan syaitan
mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah
tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan anak-anak, dan
datanglah anak dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan
mereka kembali menyembah berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan
yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan kuno berulang
kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin melupakan
kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka dari taufan."
Oleh
kerana itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu
yang dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin
berkembang generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu
berubah menjadi penghambaan. Patung- patung itu berubah - dengan bisikan
syaitan - menjadi tuhan selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan
kegelapan. Lalu Allah SWT rnengutus junjungan kita Nabi Hud di
tengah-tengah kaumnya.
Nabi
Hud AS adalah keturunan Sam bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus
kepada kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu kaum yang bertempat tinggal
di sebelah utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad adalah kaum yang
sangat mahir membikin benteng yang kokoh dan kuat, tetapi sayang, mereka
menyembah berhala.
Al-Qur'an
menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama
kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah
ini tinggal di suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang
pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya
lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda besar dan
mempunyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan
kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat
tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang dikutip
oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada
seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun
mereka memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap.
Mereka menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang
atas namanya. Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama
mereka menganggap bahawa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan,
maka seharusnya mereka melihat bahawa Allah SWT yang menciptakan mereka
lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain
kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu
adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul.
Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan
tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau
ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang
engkau inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahawa ia hanya
mengharapkan imbuhan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun
dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya
kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap
mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi
Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia
menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia
mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum
Hud membuat kerosakan dan mengira bahawa mereka orang-orang yang
terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan
semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana
engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami
menyembahnya?" Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang tua kalian telah
berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan
mengatakan wahai Hud bahawa setelah kami mad dan menjadi tanah yang
beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawab:
"Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT akan bertanya kepada
masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan."
Setelah
mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya
pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka.
Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika
jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan
tanah itu akan beterbangan, lalu bagaimana semua ini akan kembali ke
asalnya. "Kemudian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa
orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?" Hud menerima
pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai
menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan kepada
mereka bahawa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal yang
penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga
sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi
Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh
semua nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang
Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai penciptaan
kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, lalu
setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang
pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan
lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar
jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan
siapa yang gagal.
Manusia
selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang
berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas.
Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa
menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka
mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan penghormatan serta
kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu dan kepada
siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika
keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak
selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan
berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah
kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh
suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap bahawa hari
kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman atas
diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari
pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT.
Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap
kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT
akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama
tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada
kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan
perilaku manusia sendiri. bahawa keyakinan dengan adanya hari akhir,
mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan
siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah perkara- perkara yang
langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia
dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam ini. Oleh
kerana itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia,
kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu
gelisah saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam
umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin
meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang
ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali
persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia,
nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan
dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud dengan adanya
keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah membicarakan semua ini dan
mereka telah mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT
menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang
mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum
dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian menaati
manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu, kamu benar-benar
menjadi orang- orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu
sekalian, bahawa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang
belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh,
jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan
tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup
dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al- Mu`minun:
33-37)
Demikianlah
kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak
mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahawa Allah
SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka
bingung ketika dibe-ritahu bahawa Allah SWT akan mengembalikan
penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah
menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari
kebangkitan itu merasa bahawa mengembalikan penciptaan manusia dari
tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama kali. Bukankah
Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa yang
ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan
tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur
manusia tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. kerana Dia
tidak mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat
sesuatu, maka Dia hanya sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan)
sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu
jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala'
ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' kerana
mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam
kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka
dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum,
orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka
yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam
firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun: 33)
kerana
pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk
meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan
dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada
kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti
kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang
kita minum? Bahkan barangkali kerana kemiskinannya, ia sedikit, makan
dari apa yang kita, makan dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang
kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan
perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam
kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana kita menaati manusia
biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT memilih manusia di
antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para
pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah
SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?"
Nabi Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya
Allah SWT mencintai kalian dan oleh kerananya Dia mengutus aku kepada
kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh
tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang
telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT telah dihancurkan
dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan
dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum berkata:
"Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawab:
"Allah SWT."
Orang-orang
kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan
kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahawa tuhan- tuhan yang mereka
sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada
hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada
mereka bahawa hanya Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia,
sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan mudarat dan
manfaat.
Pertarungan
antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan
berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan,
pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh
Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata
kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya
engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan
kerana kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT menceritakan apa
yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum
'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti
yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak
akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahawa sebagian
sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud:
53-54)
Sampai
pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka,
sampai pada batas bahawa mereka menganggap, bahawa Nabi Hud telah
mengigau kerana salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga
ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan
mereka bahawa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi
tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan kami
sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan- sembahan kami kerana
perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah
tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan
yang sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya
memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan
dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya
aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahawa
Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari
selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan
janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di
atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk
menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya
sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.
" (QS. Hud: 54-57)
Manusia
akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang
lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka
menganggap bahawa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan.
Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan
mereka, serta berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia
siap menentang mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia
pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT.
Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai setiap
makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk
lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan
keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji- Nya serta
merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr
dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia
sendirian dan merasakan kelemahan kerana ia mendapatkan keamanan yang
hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada
kaumnya bahawa ia melaksanakan amanat dan menyampaikan agama. Jika
mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah SWT akan mengganti mereka
dengan kaum selain mereka. Yang demikian ini berarti bahawa mereka
sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada mereka,
bahawa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal
kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia
mengetahui bahawa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang
menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa
orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud
dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah masa kering
di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari
menyengat sangat kuat hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa
kepala manusia.
Kaum
Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi
kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT
murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela
terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian."
Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya.,
maka masa kekeringan semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang
hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu
datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti
langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka
sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara
berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin.
Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang.
Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap
saat rasa dingin bertambah.
Kaum
Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi
di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan
tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali
angin bertiup, ia menghancurkan dan membunuh apa saja yang di depannya.
Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam
kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya."
(QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka
selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka kamu lihat kaum
'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka
tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah:
7)
Tiada
yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk.
Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan
orang-orang yang menentangnya binasa.
Pembalasan Allah Atas Kaum Aad
Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang
kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat.Tahap
pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun
mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka
tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti
biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan
mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah
yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada
mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman
kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian
bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali
dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam.
Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi
Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap
berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka
hadapi.
Tentangan mrk terhadap janji Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya
pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan
mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan
sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun
membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang
mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa
yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari
awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang
disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan
bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua
perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh
binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari
kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana
isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah
menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung
selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad
yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang
menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang
akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang
beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa
kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang
kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan
bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang
meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan
tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah
Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia
tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di
sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit
di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para
penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya
dan bulan Syaaban pada setiap tahun.
Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.
Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.
Nabi
Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan
diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi
kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran,
ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan
kata-kata kasar mereka dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata
yang halus yang menunjukkan bahawa beliau dapat menguasai emosinya dan
tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.
Nabi
Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan
menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut
menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengata:"Aku tidak gila dan
bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau
mengganggu fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh
Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur
bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu
terhindar dan selamat dari azab dan seksaan Allah di dunia mahupun di
akhirat."
Dalam
berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetuk hati nurani
mereka dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan akal
dan fikiran yang sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima
oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka
namun hidayah iu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa
yang Dia kehendakinya
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Saleh AS
kisah Nabi Saleh AS, baiklah kali ini saya akan membahas kisah Nabi Saleh AS pada zaman rasul. yuk kita lanjut cerita ke nabi kita Shaleh As.Tsamud
adalah nama suatu suku yang oleh sementara ahli sejarah dimasukkan
bagian dari bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam
bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama ”
Alhijir ” terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan
dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang
di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan
pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.
Kemakmuran
dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan
dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud.Tanah-tanah yang
subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan
dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah-indah,
bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan
dipahatnya dari gunung. Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram ,
sejahtera dan bahgia, merasa aman dari segala gangguan alamiah dan bahwa
kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan
mereka.
Kaum
Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang
mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berqurban, tempat merekaminta
perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan
serta kebahagiaan. Mereka tidak dpt melihat atau memikirkan lebih jauh
dan apa yang dpt mrk jangkau dengan pancaindera.
Nabi Saleh Berdakwah Kepada Kaum Tsamud
Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan
hamba-hamba_Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya
nabi pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin
mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula
Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum
mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara
seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini
berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mrk telah diutuskan Nabi
Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari
keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas,
cerdik pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Nabi
Shaleh memperkenalkan kepada Tuhan yang sepatut mereka sembah, Tuhan
Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam
sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan
bahan keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi
manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada
mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan
batin.Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan
patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak
berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari
ketakutan dan bahaya.
Nabi
Shaleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka ,
terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka
adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan
sesuku dengan mereka.Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka
dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan
membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia
menerangkan kepada mereka bahwa ianya adalah pesuruh dan utusan Allah,
dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah
yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa
hidup mereka dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan
kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia
serukan dan anjurkan dan agar meeka segera meninggalkan persembahan
kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha
Esa seraya bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya atas dosa dan perbuatan
syirik yang selama ini telah mereka lakukan.Allah maha dekat kepada
mereka mendengarkan doa mereka dan memberi ampun kepada yang salah bila
dimintanya.
Terperanjatlah
kaum Shaleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan
hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak
mereka sendiri.Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Shaleh itu seraya
berkata mereka kepadanya:”Wahai Shaleh ! Kami mengenalmu seorang yang
pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua
pertimbangan mu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda
kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau
sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang
kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan
menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan
kesusahan.Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan
kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak
tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah
yang engkau serukan kepada kami? Enkau menghendaki agar kami
meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan
agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami
sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk
selama-lamanya.Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu
dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu.Kami tidak mempercayai
ucapan kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai
nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti
jejakmu.”
Nabi
Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti
ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang
luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah
kaum-kaum yang mendapat seksa dan azab dari Allah karena menentang
rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi
di atas mereka, jika mereka tidak mau menerima dakwahnya dan mendengar
nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang
anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau
menuntut upah daripada mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan
amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya
upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada
mereka.
Sekelompok
kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakkannya terdiri dari orang-orang
yang kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman
kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mrk yang
tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan
menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Shaleh dan mengingkari
kenabiannya dan berkata kepadanya:” Wahai Shaleh! Kami kira bahwa engkau
telah kerasukan syaitan dan terkena sihir.Engkau telah menjadi sinting
dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau
sehingga engkau dengan tidak sedar telah mengeluarkan kata-kata ucapan
yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya.
Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi
dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu daripada kami semua sehingga engkau
dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih
patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul daripada engkau.
Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar
kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi
kaummu.Jika engkau merasa bahwa engkau sehat badan dan sihat fikiran dan
mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung
dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu
dengan mencerca persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri.Kami tidak
akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh
orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi
Saleh menjawab: ” Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa
aku tidak mengharapkan sesuatu apapun daripadamu sebagai imbalan atas
usahaku memberi tuntunan dan penerangan kepada kamu. Aku tidak
mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku
ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan daripada-Nya
kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku
dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku,
padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran
dakwahku.
Janganlah
sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan
melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan
persembahan nenek moyang kamu yang bathil itu. Siapakah yang akan
melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian?
Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan
seruanmu itu.”
Setelah
gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya
ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak
kepadanya. Para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak
membendung arus dakwahnya, yang makin lama makin mendapat perhatian
terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mereka
menentang Nabi Shaleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan
suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang
berada di luar kekuasaan manusia.
Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Shaleh A.S.
Nabi
Shaleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti daripanya
berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya
dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para
pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi
Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka bila
ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan
meninggalkan agama dan persembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Shaleh
dan beriman kepadanya.
Sesuai
dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi
Shaleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk
membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan
tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah
dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari
perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang
mereka tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.
Dengan menunjuk kepada unta yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka:” Inilah dia unta Allah,
janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di
atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu
mempunyai giliran untuk mendapatkan minum bagimu dan bagi ternakanmu
juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu
sampai mengganggu binatang ini.”Kemudian berkeliaranlah unta di
ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan
ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yang
diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari
giliran unta Nabi Shaleh itu datang minum tiada seekor binatang lain
berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada
pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa
adanya unta Nabi Shaleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan
laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.
Dengan
berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut
gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan
kehormatan & menghilangkan pegaruh Nabi Shaleh bahkan sebaliknya
telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak
keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik
ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi
Shaleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti
oleh binatang-binatang peliharaannya.
Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan
diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan
pembunuhan unta Nabi Shaleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa
takut dari azab yang diancam oleh Nabi Shaleh bila untanya diganggu di
samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang
itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan
yang kaya raya menawarkan akan menyerahkan dirinya kepada siapa yang
dapat membunuh unta Shaleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain
yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan
menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang
berhasil membunuh unta itu.
Dua
macam hadiah yyang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan
para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin
Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan
bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang
akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Shaleh telah
mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki, bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempatminum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki, bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempatminum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan
perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota
menyampaikan berita matinya unta Nabi Shaleh yang mendapat sambutan
sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka
kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang
gemilang.
Mereka berkata kepada Nabi Shaleh:” Wahai Shaleh! Untamu telah amti dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang.”
Mereka berkata kepada Nabi Shaleh:” Wahai Shaleh! Untamu telah amti dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang.”
Ada
kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya
Nabi Shaleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan,
kalau-kalau mereka sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta
beriman kepada Nabi Shaleh kepada risalahnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Shaleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Shaleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan
Nabi
Shaleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas
mereka akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila
mereka terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mereka menjadi kuning
dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan
pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabi Shaleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.Mereka mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Shaleh, jika diketahui identiti mereka sebagai pembunuhnya. Rancangan mereka ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabi Shaleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.Mereka mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Shaleh, jika diketahui identiti mereka sebagai pembunuhnya. Rancangan mereka ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika
mereka datang ke tempat Nabi Shaleh bagi melaksanakan rancangan
jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di
atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana
datangnya dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam
keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindingi
rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir. Satu hari
sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah
berangkatlah Nabi Shaleh bersama para mukminin pengikutnya menuju
Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya,
kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan
dengan gempa bumi yang mengerikan
Nabi Shaleh Wafat
Nabi
Saleh dan orang-orang yang beriman bersamanya diselamatkan dari azab
tersebut. Al-Alusi menceritakan orang yang selamat bersama Nabi Saleh
sebanyak 120 orang, sementara yang binasa 5000 orang. baginda Wafat di
Nawahiyir Rimlah di Palestina
Kisah Nabi Shaleh Dalam Al-Quran
Kisah
Nabi Shaleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah
Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79, surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan
surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.
Pelajaran Dari Kisah Nabi Shaleh A.S.
Pengajaran
yang menonjol yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa
dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga
masyarakat dapat berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu
seluruhnya.
Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu
bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang
dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar
makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi
mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak
berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan
lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau
merestui perbuatan mungkar itu
Bersikap
pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di
depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap
perbuatan mungkar itu.
demikian kisah Nabi Saleh AS semoga bermanfaat.
demikian kisah Nabi Saleh AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ibrahim AS
kisah Nabi Ibrahim AS, baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Ibrahim AS pada zaman rasul.
Nabi
Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim
termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT
mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu
adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad
saw—sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi
yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas
kemampuan manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang
berat, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang hamba yang
menepati janjinya dan selalu menunjukan sikap terpuji. Allah SWT
berfirman:
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37)
Allah
SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT
menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari
berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam
menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT
berfirman:
"Dan
tidak ada yang bend kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia
dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh."
(QS. al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh
kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-Nahl: 120)
Termasuk
keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia
menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugrahkan pada
keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh karena itu,
kita dapati bahwa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah
anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT
kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari
keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim
yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di
tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka. Ketika kita
membahas keutamaan Nabi Ibrahim dan penghormatan yang Allah SWT berikan
kepadanya, niscaya kita akan mendapatkan hal-hal yang menakjubkan.
Kita
di hadapan seorang manusia dengan hati yang suci. Manusia yang ketika
diperintahkan untuk menyerahkan diri ia pun segera berkata, bahwa aku
telah menyerahkan diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia adalah seorang
Nabi yang pertama kali menama kan kita sebagai al-Muslimin (orang-orang
yang menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya terkabul dengan
diutusnya Muhammad bin Abdillah saw. la adalah seorang Nabi yang
merupakan kakek dan ayah dari pada nabi yang datang setelahnya. Ia
seorang Nabi yang lembut yang penuh cinta kasih kepada manusia dan
selalu kembali kepada jalan kebenaran. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75)
"(Yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (QS. as-Shaffat: 109)
Demikianlah
Allah SWT sebagai Pencipta memperkenalkan hamba-Nya Ibrahim. Tidak kita
temukan dalam kitab Allah SWT penyebutan seorang nabi yang Allah SWT
angkat sebagai kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya ia yang Allah SWT
khususkan dengan firman-Nya:
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS. an-Nisa': 125)
Para
ulama berkata bahwa al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat.
Demikianlah pengertian dari ayat tersebut. Allah SWT mengangkat Ibrahim
sebagai kekasih-Nya. Ini merupakan suatu kedudukan yang mulia dan sangat
tinggi. Di hadapan kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk dan
merenung: aku telah memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati apakah
yang ada di dalam diri Nabi Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, dan
kemuliaan apa yang dibentuk, dan cinta apa yang diberikan. Sesungguhnya
puncak harapan para pejalan rohani dan tujuan akhir para sufi adalah
"merebut" cinta Allah SWT. Bukankah setiap orang membayangkan dan
mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari Allah SWT? Demikianlah
harapan setiap manusia.
Nabi
Ibrahim adalah seorang harnba Allah SWT yang berhak diangkat-Nya
menjadi al-Khalil (kekasih Allah SWT). Itu adalah derajat dari
derajat-derajat kenabian yang kita tidak mengetahui nilainya. Kita juga
tidak mengetahui bagaimana kita menyifatinya. Berapa banyak
pernyataan-pernyataan manusia berkaitan dengan hal tersebut, namun
rasa-rasanya ia laksana penjara yang justru menggelapkannya. Kita di
hadapan karunia Ilahi yang besar yang terpancar dari cahaya langit dan
bumi. Adalah hal yang sangat mengagumkan bahwa setiap kali Nabi Ibrahim
mendapatkan ujian dan kepedihan, beliau justru menciptakan permata.
Adalah hal yang sangat mengherankan bahwa hati yang suci ini justru
menjadi matang sejak usia dini.
Al-Qur'an
al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa
kecilnya. Kita mengetahui bahwa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang
terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan
dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Cahaya akal saat
itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya,
kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap
kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi
Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian
membuat patung atau berhala. Disebutkan bahwa ayahnya meninggal sebelum
ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu
menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan
sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada
yang mengatakan bahwa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah
benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Azar adalah
nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya.
Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala
keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat
patung-patung sehingga profesi si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di
tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam
bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat.
Dari keluarga semacam ini lahir seorang anak yang mampu menentang
penyimpangan dari keluarganya sendiri, dan menentang sistem masyarakat
yang rusak serta melawan berbagai macam ramalan para dukun, dan
menentang penyembahan berhala dan bintang, serta segala bentuk
kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan ujian berat saat beliau
dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup-hidup. Kita tidak ingin
mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin memulai kisah Nabi Ibrahim
sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya
cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hatinya dan
akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.
Nabi
Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahwa ayahnya seseorang yang
membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya
terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu
adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan
melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal
sehatnya—penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru
bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia
menunggangi punggung patung-patung itu seperti orang-orang yang biasa
menunggang keledai dan binatang tunggangan lainya. Pada suatu hari,
ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh.
Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak
bermain-main dengan patung itu lagi.
Ibrahim
bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar,
lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh,
tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai
simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa dalam
dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun.
Injil
Barnabas melalui lisan Nabi Isa menceritakan kepada kita, bahwa Nabi
Ibrahim mengejek ayahnya saat beliau masih kecil. Suatu hari, Ibrahim
bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia wahai ayahku?"
Si ayah menjawab: "Manusia, karena akulah yang membuatmu dan ayahku yang
membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian wahai ayahku,
karena aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua yang berkata:
"Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku anak."
Si
ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia untuk
membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di dalamnya. Oleh
karena itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan Tuhannya dan
memberikan kurban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya lagi: "Berapa
banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Tidak ada
jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: "Apa yang aku lakukan wahai
ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan lalu tuhan yang lain membenciku
karena aku tidak mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan
pertentangan di antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku
itu membunuh tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."
Si
ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut wahai anakku,
karena tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam tempat
penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah
berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita
mendengar satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau
begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si ayah
menjawab: "Benar."
Ibrahim
bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu
menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan
berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja,
ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak
memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila
mereka tidak memiliki kehidupan bagiamana mereka memberikan kehidupan?
Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu,
sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau
sudah dewasa niscaya aku pukul dengan kapak ini."
Ibrahim
berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan mambantu dalam penciptaan
manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para
tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan
besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan
tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana
tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak
sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"
Selesailah
dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya pemukulan oleh si
ayah terhadap Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim
menjadi besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci
terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak
habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung
dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah
terhadap apa yang dibuatnya.
Ibrahim
memperhatikan bahwa patung-patung tersebut tidak makan dan minum dan
tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang membaliknya
ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya. Bagaimana
manusia membayangkan bahwa patung-patung tersebut dapat mendatangkan
bahaya dan memberikan manfaat? Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim
dalam tempo yang lama. Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara
hanya ia yang benar? Bukankah yang demikian ini sangat mengherankan?
Kaum
Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang dipenuhi
berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat penyembahan itu terdapat
mihrab yang diletakkan di dalamnya patung-patung yang paling besar.
Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil.
Ibrahim memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu
itu dengan pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat mengherankan
masyarakat pada saat itu karena saat memasuki tempat penyembahan itu,
mereka menampakkan ketundukan dan kehormatan di hadapan patung-patung.
Bahkan mereka mengangis dan memohon berbagai macam hal. Seakan-akan
patung-patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan bicarakan.
Mula-mula
pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian lama-lama Ibrahim
marah. Hal yang mengherankan baginya bahwa manusia-manusia itu semuanya
tertipu, dan yang semakin memperumit masalah adalah, ayah Ibrahim ingin
agar Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak
menginginkan apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada
patung-patuung itu, namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan
meremehkan patung-patung itu.
Pada
suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat penyembahan itu.
Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan patung-patung, dan
di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh dukun yang
memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang paling besar.
Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung
agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan
saat itu dipecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun
itu: "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau
meyakini bahwa ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget. Mereka
mencari dari mana asal suara itu. Ternyata mereka mendapati bahwa suara
itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu mulai menampakkan kerisauan dan
kemarahannya. Tiba-tiba si ayah berusaha menenangkan keadaan dan
mengatakan bahwa anaknya sakit dan tidak mengetahui apa yang dikatakan.
Lalu
keduanya keluar dari tempat penyembahan itu. Si ayah menemani Ibrahim
menuju tempat tidurnya dan berusaha menidurkannya dan meninggalkannya
setelah itu. Namun, Ibrahim tidak begitu saja mau tidur ketika beliau
melihat kesesatan yang menimpa manusia. Beliau pun segera bangkit dari
tempat tidurnya. Beliau bukan seorang yang sakit. Beliau merasa
dihadapkan pada peristiwa yang besar. Beliau menganggap mustahil bahwa
patung-patung yang terbuat dari kayu-kayu dan batu-batuan itu menjadi
tuhan bagi kaumnya. Ibrahim keluar dari rumahnya menuju ke gunung.
Beliau berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau memilih salah satu
gua di gunung, lalu beliau rnenyandarkan punggungnya dalam keadaan
duduk termenung. Beliau memperhatikan langit. Beliau mulai bosan
memandang bumi yang dipenuhi dengan suasana jahiliyah yang bersandarkan
kepada berhala.
Tidak
lama setelah Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian beliau
melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi
Ibrahim—sebagai pemuda yang masih belia— merasakan kesedihan yang luar
biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal
itu sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan
Tuhan? Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin-Nya. Nabi
Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya. Allah SWT menceritakan
keadaan ini dalam surah al-An'am:
"Dan
(ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku
melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan demikianlah
Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang
terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar
Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap,
dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi
tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada
yang tenggelam.'" (QS. al-An'am: 74-76)
Al-Qur'an
tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana yang dialami
Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa dari
konteks ayat tersebut bahwa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya.
Dan tampak bahwa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira
bahwa Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada
penyembahan bintang. Kita ketahui bahwa di zaman Nabi Ibrahim manusia
menjadi tiga bagian. Sebagian mereka menyembah berhala sebagian lagi
menyembah bintang, dan sebagian yang lain menyembah para raja. Namun di
saat pagi, Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membikin mereka
terkejut di mana bintang-bintang yang diyakininya kemarin kini telah
tenggelam. Ibrahim mengatakan bahwa ia tidak menyukai yang tenggelam.
Allah SWT berfirman:
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku.'" (QS. al-An'am: 76)
Ibrahim
kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahwa
bulan adalah tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak
memiliki kapasitas logika yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahwa
sebenarnya Ibrahim ingin menyadarkan dengan cara sangat lembut dan dan
penuh cinta. Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi
dan terkadang muncul atau terkadang terbit dan terkadang tenggelam.
Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui yang demikian itu.
Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan seperti
bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam: Allah SWT berfirman:
"Kemudian
tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Inilah Tuhanku.'
Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhnya jika
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk
orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)
Kita
perhatikan di sini bahwa beliau berbicara dengan kaumnya tentang
penolakan penyernbahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek"
keyakinan terhadap penyernbahan bulan dengan penuh kelembutan dan
ketenangan. Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi
dan terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku membayangkan
apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi Ibrahim
mengisyaratkan kepada mereka bahwa beliau memiliki Tuhan, bukan seperti
tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum mampu
menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan
argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu
penyembah bintang. Allah SWT berfirman:
"Kemudian
tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku.
Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: 'Hai kaumkku, sesungguhnya aku berlepas dirt dari apa yang kamu
persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar,
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS.
al-An'am: 78-79)
Ibrahim
berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahwa
matahari adalah tuhannya karena dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim
memainkan peran yang penting dalam rangka menggugah pikiran mereka. Para
penyembah matahari tidak mengetahui bahwa mereka menyembah makhluk.
Jika mereka mengira bahwa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.
Setelah
Ibrahim memberitahukan bahwa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu
saat yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia
bagaikan sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam.
Setelah itu Ibrahim memploklamirkan bahwa beliau terbebas dari
penyernbahan bintang.
Ibrahim
mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahwa di sana
ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu memunculkan
kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu saja.
Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan
kenekatan Ibrahim as. Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai
mendebatnya dan bahkan mengancamnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku
tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk
kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan
yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku mengendaki
sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka apahah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan
(dengan Allah) padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan
sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu
untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang
lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu
mengetahui)?'" (QS. al-An'am: 80-81)
Kita
tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergulatan antara Nabi
Ibrahim dan kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi
Ibrahim. Al-Qur'an tidak menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas,
tempat mereka yang penuh kebatilan itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Qur'an.
Dari cerita tersebut, Al-Qur'an mengemukakan Nabi bahwa Ibrahim
menggunakan logika seorang yang berpikir sehat. Menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan
kedamaian dan tidak takut kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kelaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS. al-An'am: 82)
Allah
SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi
Ibrahim sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi
kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS.
al-An'am: 83)
Ibrahim
didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi.
Demikianlah Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada penyembahan
berhala. Tentu saat ini pergulatan dan pertentangan antara beliau dan
kaumnya semakin tajam dan semakin meluas. Beban yang paling berat adalah
saat beliau harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesi si ayah
dan rahasia kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan
yang diikuti mayoritas kaumnya. Nabi Ibrahim keluar untuk berdakwah
kepada kaumnya dengan berkata:
"Patung-patung
apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami
mendapati bapak-bapak Kami menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya
kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka
menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami sungguh-sungguh ataukah kamu
termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya tuhan
kamu adalah Tuhan langit dan burnt yang telah menciptakan-Nya; dan aku
termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian
itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)
Selesailah
urusan. Mulailah terjadi pergulatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya.
Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah kepada
sikap beliau itu adalah ayahnya dan pamannya yang mendidiknya laksana
seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam pergulatan
yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-primsip yang
berbeda. Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT
sedangkan si ayah berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepada
anaknya: "Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah
berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku." Ibrahim
menjawab:
"Wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar,
tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku,
sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah
setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab
dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.'" (QS.
Maryam: 42-45)
Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:
"Bencikah
kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka
niscaya kamu akan aku rajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang
lama." (QS. Maryam: 46)
Jika
engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan merajammu.
Aku akan membunuhmmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun
yang menentang tuhan. Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi
melihatmu. Keluar!
Akhirnya,
pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari rumahnya,
dan beliau pun terancam pembunuhan dan perajaman. Meskipun demikian,
sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi anak yang
baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan
menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar
penghinaan, pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau
berkata dengan lembut:
"Semoga
keselamatan dilimpahkan hepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada
Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan
diri darimu dan dari apa yang kamu sent selain Allah, dan aku akan
berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa
kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Nabi
Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan
sesembahan-sembahan selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan
dalam dirinya, beliau mengetahui bahwa di sana ada pesta besar yang
diadakan di tepi sungai di mana manusia-manusia berbondong-bondong
menuju kesana. Beliau menunggu sampai perayaan itu datang di mana saat
itu kota menjadi sunyi karena ditinggalkan oleh manusia yang hidup di
dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan yang menuju tempat
penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan
oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu.
Dengan
penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa
kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari
batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan
oleh manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada
patung-patung itu. Kepada salah satu patung—dengan nada bercanda—ia
berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa
engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun
bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya:
"Kemudian
ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia
berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash-Shaffat: 91)
Ibrahim
mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahwa patung itu memang
tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)
Ibrahim
pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai
menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim
menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu
patung, lalu beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah
melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah
bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan bukti praktis
tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT.
Akhirnya,
pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat mereka
masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia
pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui
apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahwa tuhan-tuhan
semuanya telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berpikir
siapa penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyadari
bahwa ini adalah ulah Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk
menyembah Allah SWT:
"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60)
Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya:
"Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62)
Ibrahim
membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling
besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!"
"Ibrahim
menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". " (QS.
al-Anbiya': 63)
Para
dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab:
"Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah
engkau mengetahui bahwa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim
membalas: "Mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara,
sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu yang tidak
mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mau berpikir sebentar di mana
letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara
tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu
tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana
mereka dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mau
berpikir sejenak. Kapak itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi
anehnya dia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu
berbicara, tidak mendengar, tidak bergerak, tidak melihat, tidak
memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu
mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal pikiran yang sehat?"
Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya:
"Dan
sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran
sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui keadaannya.
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?'
Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim
menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan
yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?'
Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang
telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat
memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya
aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu
pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur
berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang
lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata:
'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim.' Mereka berkata: 'Kami
mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang
bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan
cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.'
Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap
tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung
yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala
itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada
kesadaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah
orang-orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi
tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim
berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak
dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat
kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah.
Maka apakah kamu tidak memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan
bantulah tuhan-tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS.
al-Anbiya': 51-68)
Nabi
Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logika berpikir
yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan
menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat mengherankan. Suatu
mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan
pembakaran.
Demikianlah
masalah pergulatan antara pemikiran, atau antara nilai-nilai, atau
antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu membara di
tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk menggugah
hati dan pikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan yang paling
besar dan menuduhnya bahwa ialah yang menghancurkan tuhan-tuhan yang
lain. Nabi Ibrahim meminta kepada mereka untuk bertanya kepada para
tuhan itu, tentang siapa yang membuatnya hancur. Tetapi para tuhan itu
ddak mampu berbicara lalu mengapa manusia menyembah sesuatu yang tidak
mampu berbicara dan tidak mengerti apa-apa.
Ketika
Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka orang-orang
yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu tidak
mau manusia akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan
menggantung dan akan membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun
ditangkap lalu disiapkanlah tempat pembakaran. Para penentang itu
berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan
kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." Mereka pun terpengaruh
dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar
Nabi Ibrahim.
Tersebarlah
berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia
berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai
desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima
bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka
menggali lobang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan
pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka
mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk
melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam lubang
api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat kedua
tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala dan
asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu
berdiri agak jauh dari galian api itu karena saking panasnya. Lalu,
seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api.
Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya
kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi
Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim
pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim
terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT
menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api
pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali-tali yang
mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di
tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman.
Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di
dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Hati
Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh
kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi
damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada
Allah SWT tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun
mengamat-amati dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api terus
menyala dalam tempo yang lama, sehingga orang-orang kafir mengira bahwa
api itu tidak pernah padam. Ketika api itu padam, mereka dibuat terkejut
ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari kubangan api dalam keadaan
selamat. Wajah mereka menjadi hitam karena terpengaruh asap api
sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak diliputi dengan
cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim pun tidak
terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi Ibrahim
pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu
orang-orang kafir pun berteriak keheranan. Mereka pun mendapatkan
kekalahan dan kerugian. Allah SWT berfirman:
"Mereka
hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu
orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)
Al-Qur'an
tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat
menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Qur'an juga tidak menceritakan
berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di
jalan Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat diketahui bahwa Nabi
Ibrahim saat itu masih muda belia, ketika melakukan peristiwa besar itu.
Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya mendengar penghancuran
berhala, mereka berkata:
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60)
Injil
Barnabas menceritakan bahwa Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung
sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil Barnabas mengatakan
pada pasal ke 29 bahwa Nabi Ibrahim mendengar suatu suara yang
memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang memanggilku?"
Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang berkata: "Aku adalah
malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat itu segera
menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim karena engkau
adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau menghancurkan tuhan-tuhan
sembahan manusia, Allah SWT memilihmu sebagai pemimpin para malaikat dan
para nabi." Kemudian—masih kata Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya
apa yang harus dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat dan para
nabi?" Jibril menjawab: "Bahwa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan
mandi, agar dapat mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara
dengannya."
Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung,
lalu Allah SWT menyerunya. Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang
memanggilku?" Allah SWT berkata: "Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi
Ibrahim gemetar ketakutan dan sujud di atas bumi dan beliau berkata:
"Wahai Tuhanku, bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia
adalah tanah dan abu." Di sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau
bangkit karena Allah SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia
telah memberkatinya dan orang-orang yang mengikutinya.
Riwayat
tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu
pengangkatannya sewaktu beliau menghancurkan berhala dan
sesembahan-sesembahan manusia. Demikianlah yang diceritakan oleh
Al-Qur'an al-Karim dalam firman-Nya:
"Ketika
Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduh patuhlah!' Ibrahim menjawab: 'Aku
tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al-Baqarah: 131)
Alhasil,
masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak ditentukan dalam
Al-Qur'an, sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawaban pasti
tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah, bahwa Nabi
Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk menghancurkan
argumen para penyembah berhala. Sebagaimana beliau mampu sebelumnya
menghancurkan argumen para penyembah bintang, sehingga hanya tersisa
satu argumen yang harus disampaikan kepada para penguasa dan para raja.
Dengan demikian, orang-orang kafir telah mendapatkan seluruh argumen
kebenaran.
Nabi
Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang
menyangka bahwa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka
untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi
memang ia menyangka bahwa dirinya tuhan. Karena Allah SWT telah
memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahwa ia hanya manusia
biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi
Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya
untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah lain.
Tapi yang kita ketahui bahwa pertemuan di antara keduanya menyebabkan
jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT menceritakan hal
tersebut dengan firman-Nya:
"Apakah
kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya
(Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan
dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan
mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari
dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu heran terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang lalim. " (QS. al-Baqarah: 258)
Allah
SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu karena dianggap tidak penting,
sebagaimana Al-Qur'an juga tidak menyebut dialog panjang yang terjadi
antara Nabi Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada Nabi
Ibrahim: "Aku mendengar bahwa Anda mengajak manusia untuk menyembah
Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim
menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja
berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?"
Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang
tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manusia
kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar
apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala
sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan lembut:
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Si raja membalas:
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Nabi
Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan.
Nabi Ibrahim tahu bahwa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku
mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya,
dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah
dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari
kematian. Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."
Mendengar
kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat yang sama beliau
merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan argumen raja
itu yang mengatakan bahwa ia mampu menghidupkan dan mematikan, padahal
sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya
Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, maka kalau engkau mampu
datangkanlah ia dari barat. " (QS. al-Baqarah: 258)
Mendengar
tantangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam ia merasa
tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim berkata
kepada raja bahwa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari timur,
apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu
mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur
dan diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu
mengubahnya. Jika raja mengklaim bahwa ia benar-benar tuhan, maka tentu
ia dapat mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak
mampu memenuhi tantangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa
yang harus dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah
orang-orang kafir diam membisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja.
Kemudian ketenaran Nabi Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri.
Manusia mulai ramai-ramai membicarakan mukjizatnya dan keselamatanya
dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap raja ketika mendengar
tantangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi membisu dan tidak
mengetahui apa yang harus dikatakannya.
Nabi
Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim
mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim
berusaha menyadarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat
cinta dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan
malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang
perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian
menjadi istrinya sedangkan laki-laki itu adalah Luth yang kemudian
menjadi nabi setelahnya.
Ketika
Nabi Ibrahim mengetahui bahwa tidak seorang pun beriman selain kedua
orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau berhijrah,
ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahwa
ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim
pun berlepas diri darinya dan memutuskan hubungan dengannya.
Untuk
kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang
mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahwa si ayah seorang
nabi dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim
justru sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang menjadi
nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita mengetahui bahwa seorang mukmin
berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun dia adalah anaknya dan
ayahnya.
Melalui
kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa hubungan
satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di antara
hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya
hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at-Taubah:
"Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain
hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya
itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh
Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah:
114)
Nabi
Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam
hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang
lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama istrinya,
satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth,
satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka
Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: 'Sesungguhnya
aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku);
sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'" (QS.
al-Ankabut: 26)
Setelah
ke Palestina, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi
Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau
berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu
orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau
menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada
mereka jalan yang benar.
Istri
Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan
seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah
menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya
hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berpikir bahwa ia dan
Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berpikir bagaimana
seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi istri kedua dari
suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan
Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang
pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim
saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak
pertamanya, Ismail.
Nabi
Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih,
dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapajauh jarak yang
ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir
di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyadari bahwa
hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan
sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.
Pada
suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamian, cinta, dan
keyakinan. Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta.
Beliau ingin melihat hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT
menceritakan sikapnya itu dalam firman-Nya:
"Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku
bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah berfirman: 'Belum
yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).'" (QS. al-Baqarah: 260)
Hasrat
Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh keimanan yang luar
biasa; keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Kalau
demikian), ambilah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya. Allah
berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera," dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
al-Baqarah: 260)
Nabi
Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT. Beliau
menyembelih empat ekor burung lalu memisah-misahkan bagiannya di atas
gunung, kemudian ia memamanggilnya dengan nama Allah SWT. Tiba-tiba
bulu-bulu dan burung itu bangkit dan bergabung dengan sayap-sayapnya,
kemudian dada dari burung itu mencari kepalanya. Akhirnya, bagian-bagian
burung yang terpisah kembali bergabung. Burung itu pun kembali
mendapatkan kehidupan lalu burung itu terbang dengan cepat dan kembali
ke pangkuan Nabi Ibrahim.
Para
ahli tafsir meyakini bahwa eksperimen ini berangkat dari kehausan ilmu
yang ada pada Nabi Ibrahim, dan sebagian lagi mengatakan bahwa beliau
ingin melihat kebesaran Allah SWT saat menciptakan makhluk-Nya. Beliau
memang sudah mengetahui hasilnya, tapi beliau tidak melihat cara
pembuatan penciptaan makhluk. Sebagian mufasir lain mengatakan bahwa
beliau merasa puas atas apa yang dikatakan oleh Allah SWT dan beliau
tidak jadi menyembelih burung. Kami sendiri menilai bahwa eksperimen ini
menunjukkan tingkat cinta yang tinggi yang dicapai oleh seorang musafir
di jalan Allah SWT, yaitu Nabi Ibrahim. Seorang pecinta akan selalu
timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk, dan rasa ingin menambah
cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim. Inilah petualangan Nabi
Ibrahim di mana setiap kali ia melalui perjalanannya, maka kehausan
cintanya pun meningkat. Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu beliau
memerintahkan istrinya, Hajar, untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk
melalui perjalanan panjang. Setelah beberapa hari, dimulailah perjalanan
Nabi Ibrahim ber-sama istrinya Hajar beserta anak mereka, Ismail. Saat
itu Ismail masih menyusu pada ibunya.
Nabi
Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman,
melewati gurun dan gunung-gunung. Kemuudian beliau memasuki tanah Arab.
Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman,
tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak
ada air. Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim
sampai ke lembah, lalu beliau turun dari atas punggung hewan
tunggangannya. Lalu beliau menurunkan istrinya dan anaknya dan
meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali dengan makanan dan
sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari.
Ketika
beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba istrinya
segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau
pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di
dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab
dan ia tetap berjalan. Istrinya pun kembali mengatakan perkataan yang
dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si istri
memahami bahwa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat
perintah dari Allah SWT. Kemudian si istri bertanya: "Apakah Allah SWT
memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar."
Istri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan
disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau
mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di
lembah yang tidak mempuyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat
itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam
perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama
ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggung jawab bersama
ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk
didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya
Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat
kita salat.
Nabi
Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang
sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat
itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa
haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar
dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu
mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis
kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu
berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa.
Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk
melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari
sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah
atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namuii semua harapannya
itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui
suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun
mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada
seseorang.
Si
ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis
dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan
berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia
mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu
sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya, orang-orang yang berhaji
berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini
adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi
mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah
putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi
anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini,
Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-mukulkan kakinya di
atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya
sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi
terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur
kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu beserta anaknya, dan kehidupan
tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya
bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di
jalan-Nya.
Kafilah
musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air
yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai
mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim
menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya
dengan ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam
firman-Nya:
"Dan
Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan
Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia
kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim
berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya
telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya,
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: 'Hai Ibrahim,
sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim
itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah,
bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. Renungkanlah bentuk ujian
tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi yang hatinya
merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka bumi.
Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada
makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia
senja, padahal sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh
karunia seorang anak.
Nabi
Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang
menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah
pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira
bahwa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji
dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi
kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim
berpikir dan merenung. Kemudian datanglah jawaban bahwa Allah SWT
melihatkan kepadanya bahwa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam
mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahwa ia menyembelih anak satu-satunya.
Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih
anaknya yang dicintainya.
Sebagai
pecinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal
tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim
adalah penghulu para pecinta. Nabi Ibrahim berpikir tentang apa yang
dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk
kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya
dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk
menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.
"Ibrahim
berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku
menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah
bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam menyampaikan perintah kepada
anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; apakah anaknya akan
menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah perintah
dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawaban dari ayahnya itu
bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang karenanya si ayah harus
segera melaksanakannya:
"Wahai
ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau
mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah
jawaban si anak. Ia mengetahui bahwa ia akan disembelih sebagai
pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya
bahwa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali si
anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih
sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa
tenang ketika mendapati anaknya menantangnya untuk menunjukkan kecintaan
kepada Allah SWT.
Kita
tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati
anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan
kepada kita bahwa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya
tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim
agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya.
Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai pelaksanan perintah
Allah SWT:
"Tatkala
keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-Shaffat: 103)
Al-Qur'an
menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap
pertintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah
engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun
yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai
perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah
ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu kurban yang
besar.
Peristiwa
tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu
hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki
yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah
kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali
berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin,
tempat kelahirannya di Irak, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri
Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi
Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman
kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya
sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi
Ibrahim duduk di luar kemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail,
dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa kurban
yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu
menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya
berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada
Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim
mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.
Dalam
situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke
bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan
tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan
Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka
akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan
kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang
dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka
mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi
Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim
mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa
mereka adalah tamu-tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilahkan mereka
duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan
menemui keluarganya. Sarah, istrinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk
menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi
Ibrahim berkata kepada istrinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang
asing." Istrinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab:
"Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu
lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka
tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh iya, apakah
ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata:
"Separo daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separo daging
kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka
adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki hewan tunggangan
atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka
orang-orang yang tidak mampu."
Nabi
Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih
serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah
makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan.
Istrinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi
Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi
Ibrahim mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi
Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahwa
Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di
rumahnya tidak ada hewan lain selain kambing itu, tetapi karena
kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya.
Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di
antara tamunya yang mengulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan
itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi
Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi
mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan
ketakutan.
Dalam
tradisi kaum Badui diyakini bahwa tamu yang tidak mau makan hidangan
yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini berarti bahwa ia hendak berniat
jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berpikir dengan penuh
keheranan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berpikir,
bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak
melihat mereka sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya.
Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang mengantarkan mereka.
Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat
aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas
debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu
mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun.
Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau
mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati istrinya Sarah berdiri
di ujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak
mengatakan bahwa ia merasa takut terhadap tamu-tamunya, namun wanita itu
tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berpikir bahwa tamu-tamunya itu
berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia
sudah tua. Para malaikat dapat membaca pikiran yang bergolak dalam diri
Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau
takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia
berkata: "Aku mengakui bahwa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian
untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mau
memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang
malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, karena
kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada
kaum Luth."
Mendengar
semua itu, istri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang
terjadi antara suaminya dan rnereka. Salah seorang malaikat menoleh
kepadanya dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah
SWT memberimu kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu
dengan penuh keheranan berkata:
"Sungguh
mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah
seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua
pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau
akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam
had Nabi Ibrahim dan istrinya. Suasana di kamar pun berubah dan
hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan
kegembiraan. Istrinya yang mandul berdiri dalam keadaan gemetar, karena
berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan
jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga
laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di
tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim
bertanya:
"Apakah
kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku ielah lanjut, maka
dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu
kabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah
beliau ingin mendengarkan kabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia
ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya karunia
dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan
kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahwa
mereka membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.
"Mereka
menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka
janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.'" (QS. al-Hijr:
55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para
malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka
melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan
mereka bahwa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya
sekadar kegembiraan. Kemudian istri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam
pembicaraan bersama mereka. la bertanya dengan penuh keheranan: "Apakah
aku akan melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh
hal ini sangat mengherankan." Para malaikat menjawab:
"Para
malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan
Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahhan atas
kamu, hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita
gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim
dan istrinya. Nabi Ibrahim tidak mempuyai anak kecuali Ismail di mana ia
meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. Istrinya Sarah
selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri
yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar
lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh karena itu,
Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.
Para
malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak
Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya."
Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan kabar gembira di mana ia
akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang
cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahwa
anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya.
Wanita itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan
lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus
semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri karena saking
gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang
mengherankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi
Ibrahim mengetahui bahwa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang
ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi
Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia
jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah
Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama
ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki
tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan
yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan
beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya
kabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran Ishak dari
istrinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran
Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada
makanan. Ia merasa tidak rnarnpu lagi melanjutkan makan karena saking
gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu
beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim
dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa mereka
diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal
bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi
Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan
kaumnya. Ini berarti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan.
Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak
mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat
dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai
mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada
mereka, bahwa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan
penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahwa kaum Luth adalah
orang-orang yang jahat, dan bahwa tugas mereka adalah mengirim
batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui
batas.
Setelah
para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara
kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya
kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di
dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab:
"Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia
bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan sementara
masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat menjawab:
"Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya." Kemudian
mereka memahamkannya bahwa perkara tersebut telah ditetapkan dan bahwa
kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para
malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak
terlibat lebih jauh dalam dialog itu karena Allah SWT telah memutuskan
perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu
azab yang tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun
pertanyaan Nabi Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat
penyayang dan penyantun. Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada
Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: 'Salamun'
(Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak
sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak
menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut
kepada mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya
kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan
istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami
sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari
Ishak (akan lahir putranya) Yakub. Istrinya berkata: 'Sungguh
mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang
perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu
berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah)
rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait!
Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa
takut itu hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya,
dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum
Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi
penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah
soaljawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan
sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak."
(QS. Hud: 69-76)
Pernyataan
malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu. Ibrahim
pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita beralih pada
Nabi Luth dan kaumnya.
[1]
Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah
Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti
lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang
dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. (Peng.)
demikian kisah Nabi Ibrahim AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Luth AS
kisah Nabi Luth AS,
baiklah sobat kali ini kita akan membahas kisah Nabi Luth AS pada zaman rasul,
Nabi
Luth adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Hasan
bin Tareh adalah saudara sekandung dari Nabi Ibrahim. Ia beriman kepada
bapa saudaranya Nabi Ibrahim mendampinginya dalam semua perjalanan dan
sewaktu mereka berada di Mesir berusaha bersama dalam bidang perternakan
yang berhasil dengan baik binatang ternaknya berkembang biak sehingga
dalam waktu yang singkat jumlah yang sudah berlipat ganda itu tidak
dapat ditampung dalam tempat yang disediakan . Akhirnya perkongsian
Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternakan serta harta milik perusahaan
mereka di bahagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim pindah ke Yordania
dan bermukim di sebuah tempat bernama Sadum.
Nabi Luth Diutuskan Oleh Allah Kepada Rakyat Sadum
Masyarakat
Sadum adalah masyarakat yang rendah tingkat moralnya,rosak mentalnya,
tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab.
Kemaksiatan dan kemungkaran bermaharajalela dalam pergaulan hidup
mereka. Pencurian dan perampasan harta milik merupakan kejadian
hari-hari di mana yang kuat menjadi kuasa sedang yang lemah menjadi
korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling
menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseks
{liwat} di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya.
Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu bermaharajalela di dalam
masyarakat sehinggakan ianya merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sadum.
Seorang
pendatang yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari diganggu oleh
mereka. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah
barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkannya maka
nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang
lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi
rebutan di antara mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji
lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda
maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada
masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan
sedemikian paras penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh
dan Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kejahilan
dan kesesatan serta membawa mereka alam yang bersih ,bermoral dan
berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada
Allah meninggalkan kebiasaan mungkar menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis dan syaitan. Ia memberi
penerang kepada mereka bahawa Allah telah mencipta mereka dan alam
sekitar mereka tidak meredhai amal perbuatan mereka yang mendekati sifat
dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan
dan bahawa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal kebajikan
mereka. Yang berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan syurga
di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya
dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Allah SWT berfirman:
"Kaum
Luth telah mendustakan rasul-rasul. Ketika saudara mereka Luth, berkata
kepada mereka: Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah
seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku." (QS. asy-Syu'ara: 160-163)
Dengan
kelembutan dan kasih sayang semacam ini, Nabi Luth berdakwah kepada
kaumnya. Beliau mengajak mereka untuk hanya menyembah kepada Allah SWT
yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan melarang mereka untuk melakukan
kejahatan dan kekejian. Namun dakwah beliau berhadapan dengan hati yang
keras dan jiwa yang sakit serta penolakan yang berasal dari kesombongan.
Kaum
Nabi Luth melakukan berbagai kejahatan yang tidak biasa dilakukan oleh
penjahat manapun. Mereka merampok dan berkhianat kepada sesama teman
serta berwasiat dalam kemungkaran. Bahkan catatan kejahatan mereka
ditambah dengan kejahatan baru yang belum pernah terjadi di muka bumi.
Mereka memadamkan potensi kemanusiaan mereka dan daya kreativiti yang
ada dalam diri mereka. Yaitu kejahatan yang belum pernah dilakukan
seseorang pun sebelum mereka di mana mereka berhubungan seks dengan
sesama kaum lelaki (homo seks).
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihat(nya). Mengapa kamu
mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan mendatangi
wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui (akibat
perbuatanmu)." (QS. an-Naml: 54-55)
Nabi Luth menyampaikan dakwah kepada mereka dengan penuh ketulusan dan kejujuran, namun apa gerangan jawapan dari kaumnya:
"Maka
tidak lain jawapan kaumnya melainkan mengatakan: 'Usirlah Luth beserta
keluarganya dari negerimu; kerana sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang (mendakwahkan dirinya) bersih.'" (QS. an-Naml: 56)
Mengapa
mereka menjadikan sesuatu yang patut dipuji menjadi sesuatu yang
tercela yang kemudian harus diusir dan dikeluarkan. Tampak bahawa jiwa
kaum Nabi Luth benar-benar sakit dan mereka justru menganiaya diri
mereka sendiri serta bersikap angkuh terhadap kebenaran. Akhirnya, kaum
lelaki cenderung kepada sesama jenis mereka, bukan malah cenderung
kepada wanita. Sungguh aneh ketika mereka menganggap kesucian dan
kebersihan sebagai kejahatan yang harus disamakan. Mereka orang-orang
yang sakit yang justru menolak ubat dan memeranginya. Tindakan kaum Nabi
Luth membuat had beliau bersedih. Mereka melakukan kejahatan secara
terang-terangan di tempat-tempat mereka. Ketika mereka melihat seorang
asing atau seorang musafir atau seorang tamu yang memasuki kota, maka
mereka menangkapnya. Mereka berkata kepada Nabi Luth, "sambutlah tamu-
tamu perempuan dan tinggalkanlah untuk kami kaum lelaki." Mulailah
perilaku mereka yang keji itu terkenal.
Nabi
Luth memerangi mereka dalam jihad yang besar. Nabi Luth mengemukakan
argumentasi. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun
berlalu, dan Nabi Luth terus berdakwah. Namun tak seorang pun yang
mengikutinya dan tiada yang beriman kepadanya kecuali keluarganya,
bahkan keluarganya pun tidak beriman semuanya. Isteri Nabi Luth kafir
seperti isteri Nabi Nuh:
"Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang- orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang soleh di
antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua
suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit
pun dari (seksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): 'Masuklah ke
neraka bersama orang-orang yang masuk neraka.'" (QS. at-Tahrim: 10)
Jika
rumah adalah tempat istirahat yang di dalamnya seseorang mendapatkan
ketenangan, maka Nabi Luth terseksa, baik di luar rumah mahupun di
dalamnya. Kehidupan Nabi Luth dipenuhi dengan mata rantai penderitaan
yang keras namun beliau tetap sabar atas kaumnya. Berlalulah tahun demi
tahun tetapi tak seorang pun yang beriman kepadanya, bahkan mereka mulai
mengejek ajarannya dan mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan:
"Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang- arang yang benar." (QS. al-'Ankabut: 29)
Ketika
terjadi hal tersebut, Nabi Luth berputus asa kepada mereka dan ia
berdoa kepada Allah SWT agar menolongnya dan menghancurkan orang- orang
yang membuat kerosakan. Akhirnya, para malaikat keluar dari tempat Nabi
Ibrahim menuju desa Nabi Luth. Mereka sampai saat Ashar. Mereka mencapai
pagar-pagar Sudum. Sungai mengalir di tengah-tengah tanah yang penuh
dengan tanaman yang hijau.
Sementara
itu, anak perempuan Nabi Luth berdiri sedang memenuhi tempat airnya
dari air sungai itu. Ia mengangkat wajahnya sehingga menyaksikan mereka.
Ia tampak kehairanan melihat kaum lelaki yang memiliki ketampanan yang
mengagumkan. Salah seorang malaikat bertanya kepada anak kecil itu:
"Wahai anak perempuan, apakah ada rumah di sini?" Ia berkata (saat itu
ia mengingat kaumnya), "Hendaklah kalian tetap di situ sehingga aku
memberitahu ayahku dan kemudian akan kembali pada kalian." Ia
meninggalkan wadah airnya di sisi sungai dan segera menuju ayahnya.
"Ayahku,
ada pemuda-pemuda yang ingin menemuimu di pintu kota. Aku belum pernah
melihat wajah-wajah seperti mereka," kata anak itu dengan nada gugup.
Nabi Luth berkata kepada dirinya sendiri: Ini adalah hari yang dahsyat.
Beliau segera berlari menuju tamu-tamunya. Ketika Nabi Luth melihat
mereka, beliau merasakan kehairanan yang luar biasa. Beliau berkata:
"Ini adalah hari yang dahsyat." Beliau bertanya kepada mereka: "Dari
mana mereka datang dan apa tujuan mereka?" Mereka malah terdiam dan
justru memintanya untuk menjamu mereka." Nabi Luth tampak malu di
hadapan mereka, kemudian beliau berjalan di depan mereka sedikit lalu
beliau berhenti sambil menoleh kepada mereka dan berkata: "Saya belum
mengetahui kaum yang lebih keji di muka bumi ini selain penduduk negeri
ini." Beliau mengatakan demikian dengan maksud agar mereka mengurungkan
niat mereka untuk bermalam di negerinya. Namun mereka tidak peduli
dengan ucapan Nabi Luth dan mereka tidak memberikan komentar atasnya.
Nabi
Luth kembali berjalan bersama mereka dan beliau selalu berusaha untuk
mengalihkan pembicaraan tentang kaumnya. Nabi Luth memberitahu mereka
bahawa penduduk desanya sangat jahat dan menghinakan tamu-tamu mereka.
Di samping itu, mereka juga membuat kerosakan di muka bumi dan
seringkali terjadi pertentangan di dalam desanya. Pemberitahuan tersebut
dimaksudkan agar para tamunya membatalkan niat mereka untuk bermalam di
desanya tanpa harus melukai perasaan mereka dan tanpa menghilangkan
penghormatan pada tamu. Nabi Luth berusaha dan mengisyaratkan kepada
mereka untuk melanjutkan perjalanannya tanpa harus mampir di negerinya.
Namun tamu-tamu itu sangat menghairankan. Mereka tetap berjalan dalam
keadaan diam. Ketika Nabi Luth melihat tekad mereka untuk tetap bermalam
di kota, beliau meminta kepada mereka untuk tinggal di suatu kebun
sehingga datang waktu Maghrib dan kegelapan menyelimuti segala penjuru
kota. Nabi Luth sangat bersedih dan dadanya menjadi sempit. kerana rasa
takutnya dan penderitaannya sehingga ia lupa untuk memberi mereka
makanan. Kegelapan mulai menyelimuti kota. Nabi Luth menemani tiga
tamunya itu berjalan menuju rumahnya. Tak seorang pun dari penduduk kota
yang melihat mereka. Namun isterinya melihat mereka sehingga ia keluar
menuju kaumnya dan memberitahu mereka kejadian yang dilihatnya. Kemudian
tersebarlah berita dengan begitu cepat dan selanjutnya kaum Nabi Luth
menemuinya. Allah SWT berfirman:
"Dan
tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia
merasa susah dan merasa sempit dadanya kerana kedatangan mereka, dan dia
berkata: 'Ini adalah hari yang amat sulit.' Dan datanglah kepadanya
kaumnya dengan bergesa-gesa. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan
perbuatan-perbuatan yang keji." (QS. Hud: 77-78)
Mulailah
terjadi hari yang sangat keras. Kaum Nabi Luth bergegas menuju padanya.
Nabi Luth bertanya pada dirinya sendiri: "Siapa gerangan yang
memberitahu mereka?" Kemudian ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
mencari isterinya namun ia tidak menemuinya. Maka bertambahlah kesedihan
Nabi Luth.
Kaum
Nabi Luth berdiri di depan pintu rumah. Nabi Luth keluar kepada mereka
dengan penuh harap, bagaimana seandainya mereka diajak berfikir secara
sehat? Bagaimana seandainya mereka diajak menggunakan fitrah yang sehat?
Bagaimana seandainya mereka tergugah dengan kecenderungan yang sehat
terhadap jenis lain yang Allah SWT ciptakan untuk mereka? Bukankah di
dalam rumah mereka terdapat kaum wanita? Seharusnya wanitalah yang
menjadi kecenderungan mereka, bukan malah mereka cenderung kepada sesama
lelaki.
"Dia
berkata: 'Hai kaumku, inilah puteri-puteri (negeriku) mereka lebih suci
bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan
(nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang
berakal." (QS. Hud: 78)
"Inilah
puteri-puteri (negeriku)." Apa yang dimaksud dengan pernyataan
tersebut? Nabi Luth ingin berkata kepada mereka: "Di hadapan kalian
terdapat wanita-wanita di bumi. Mereka lebih suci bagi kalian dalam
bentuk kesucian jiwa dan fizik. Ketika kalian cenderung kepada mereka,
maka kecenderungan itu merupakan pelaksanaan dari fitrah yang sehat."
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah." Nabi Luth berusaha menjamah jiwa
mereka dari sisi takwa setelah menjamahnya dari sisi fitrah.
Bertakwalah kepada Allah SWT dan ingatlah bahawa Allah SWT mendengar dan
melihat serta akan murka dan menyeksa orang-orang yang derhaka.
Seharusnya orang yang berakal sehat menghindari murka- Nya.
"Dan
janganlah kalian mencemarkan namaku terhadap tamuku ini." Ini adalah
usaha gagal dari beliau yang mencuba menggugah kemuliaan dan tradisi
mereka sebagai orang Badwi yang harus menghormati tamu, bukan malah
menghinakannya. "Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?"
Tidakkah di antara kalian terdapat orang yang mempunyai fikiran yang
sehat? Tidakkah di antara kalian terdapat laki-laki yang berakal? Apa
yang kalian inginkan jika memang terwujud, maka itu hakikat kegilaan.
Akal adalah sarana yang tepat bagi kalian untuk mengetahui kebenaran.
Sesungguhnya perkara tersebut sangat jelas kebenarannya jika kalian
memperhatikan fitrah, agama, dan harga diri." Kaumnya menunggu hingga
beliau selesai dari nasihatnya yang singkat lalu mereka tertawa
terbahak-bahak. Kalimat Nabi Luth yang suci itu tidak mampu mengubah
pendirian jiwa yang sakit, hati yang beku, dan fikiran yang bodoh:
"Mereka
menjawab: 'Sesungguhnya kamu telah tahu bahawa kami tidak mempunyai
keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu
mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.'" (QS. Hud: 79)
Demikianlah
tampak dengan jelas bahawa kebenaran tersembunyi di balik pengkaburan,
suatu hal yang diketahui oleh dunia semuanya. Mereka tidak mengatakan
kepadanya apa yang mereka inginkan kerana dunia mengetahuinya dan
selanjutnya ia juga mengetahui, yakni isyarat yang buruk pada perbuatan
yang buruk.
Nabi
Luth merasakan kesedihan dan kelemahannya di tengah-tengah kaumnya.
Dengan marah Nabi Luth memasuki rumahnya dan menutup pintu rumahnya. Ia
berdiri mendengarkan tertawa dan celaan serta pukulan terhadap pintu
rumahnya. Sementara itu, orang-orang asing yang dijamu oleh Nabi Luth
tampak duduk dalam keadaan tenang dan terpaku. Nabi Luth merasakan
kehairanan dalam dirinya ketika melihat ketenangan mereka. Dan
pukulan-pukulan yang ditujukan pada pintu semakin kencang. Mulailah
kayu-kayu pintu itu tampak rosak dan lemah, lalu Nabi Luth berteriak
dalam keadaan kesal:
"Luth
berkata: 'Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau
kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku
lakukan).'" (QS. Hud: 80)
Nabi
Luth berharap akan mendapatkan kekuatan sehingga dapat melindungi para
tamunya. Beliau mengharapkan seandainya terdapat benteng yang kuat yang
dapat melindunginya, yaitu benteng Allah SWT yang di dalamnya para nabi
dan kekasih-kekasih-Nya dilindungi. Berkenaan dengan hal itu, Rasulullah
berkata saat membaca ayat tersebut: "Allah SWT menurunkan rahmat atas
Nabi Luth. Ia berlindung pada benteng yang kukuh." Ketika penderitaan
mencapai puncaknya dan Nabi Luth mengucapkan kata-katanya yang terbang
laksana burung yang putus asa, para tamunya bergerak dan tiba-tiba
bangkit. Mereka memberitahunya bahawa ia benar-benar akan terlindung di
bawah benteng yang kuat:
"Para
utusan (malaikat) berkata: 'Hai Luth sesungguhnya kami adalah
utusan-utusan Tuhanmu, sekali-sekali mereka tidak akan dapat mengganggu
kamu." (QS. Hud: 81)
Jangan
berkeluh kesah wahai Luth dan jangan takut. Kami adalah para malaikat,
dan kaum itu tidak akan mampu menyentuhmu. Tiba-tiba pintu terbelah.
Jibril bangkit dan ia menunjuk dengan tangannya secara cepat sehingga
kaum itu kehilangan matanya. Lalu mereka tampak serampangan di dalam
dinding dan mereka keluar dari rumah dan mereka mengira bahawa mereka
memasukinya. Jibril as menghilangkan mata mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya
(kepada mereka), lalu kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku
dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka
ditimpa azab yang kekal." (QS. al-Qamar: 37-38)
Para
malaikat menoleh kepada Nabi Luth dan memerintahkan kepadanya untuk
membawa keluarganya di tengah malam dan keluar. Mereka mendengar suara
yang sangat mengerikan dan akan menggoncangkan gunung. Seksa apa ini?
Ini adalah seksa dari bentuk yang aneh. Para malaikat memberitahunya
bahawa isterinya termasuk orang-orang yang menentangnya. isterinya
adalah seorang kafir seperti mereka, sehingga jika turun azab kepada
mereka, maka ia pun akan menerimanya.
Keluarlah
wahai Luth kerana keputusan Tuhanmu telah ditetapkan. Nabi Luth
bertanya kepada malaikat: "Apakah sekarang akan turun azab kepada
mereka?" Para malaikat memberitahunya bahawa mereka akan terkena azab
pada waktu Subuh. Bukankah waktu Subuh itu sangat dekat?
Allah berfirman SWT:
"Pergilah
dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan
janganlah ada seorang pun di antara kalian yang tertinggal, kecuali
isterimu Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka kerana
sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka adalah di waktu subuh;
bukankah subuh itu sudah dekat?" (QS. Hud: 81)
Nabi
Luth keluar bersama anak-anak perempuannya dan isterinya. Mereka keluar
di waktu malam. Dan tibalah waktu Subuh. Kemudian datanglah perintah
Allah SWT:
"Maka
tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di
atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari
tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu,
dan seksaan itu tiadalah jauh dari orang- orang yang lalim. " (QS. Hud:
82-83)
Para
ulama berkata: "Jibril menghancurkan dengan ujung sayapnya tujuh kota
mereka. Jibril mengangkat semuanya ke langit sehingga para malaikat
mendengar suara ayam-ayam mereka dan gonggongan anjing mereka. Jibril
membalikkan tujuh kota itu dan menumpahkannya ke bumi. Saat terjadi
kehancuran, langit menghujani mereka dengan batu- batu dari neraka
Jahim. Yaitu batu-batu yang keras dan kuat yang datang silih berganti.
Neraka Jahim terus menghujani mereka sehingga kaum Nabi Luth musnah
semuanya. Tiada seorang pun di sana. Semua kota- kota hancur dan ditelan
bumi sehingga terpancarlah air dari bumi. Hancurlah kaum Nabi Luth dan
hilanglah kota-kota mereka. Nabi Luth mendengar suara-suara yang
mengerikan. isterinya melihat sumber suara dan dia pun musnah."
Allah SWT berfirman tentang kota-kota Luth:
"Lalu
Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth
itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari
orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan pada negeri itu
suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada seksa yang pedih. " (QS.
adz-Dzariyat: 35-37)
"Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia)." (QS. al-Hijr: 76)
"Dan
sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui
(bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu
tidak memikirkannya." (QS. ash-Shaffat: 137-138)
Yakni
ia adalah bukti kekuasaan Allah SWT yang zahir. Para ulama berkata:
"bahawa kota-kota yang tujuh menjadi danau yang aneh di mana airnya asin
dan deras airnya lebih besar dari derasnya air laut yang asin. Dan di
dalam danau ini terdapat batu-batu tarnbang yang mencair. Ini
mengisyaratkan bahawa batu-batu yang ditimpakan pada kaum Nabi Luth
menyerupai butiran-butiran api yang menyala. Ada yang mengatakan bahawa
danau yang sekarang bernama al-Bahrul Mayit yang terletak di Palestina
adalah kota-kota kaum Nabi Luth."
Tamatlah
riwayat kaum Nabi Luth dari bumi. Akhirnya, Nabi Luth menemui Nabi
Ibrahim. Beliau menceritakan berita tentang kaumnya. Beliau hairan
ketika mendengar bahawa Nabi Ibrahim juga mengetahuinya. Nabi Luth terus
melanjutkan misi dakwahnya di jalan Allah s.w.t seperti Nabi Ibrahim.
Mereka berdua tetap menyebarkan Islam di muka bumi.
Kisah Nabi Luth Di Dalam Al-Quran
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ismail AS
kisah Nabi Ismail AS, baiklah sahabat semua kali ini kita akan membahas kisah Nabi Ismail AS pada zaman rasul.
Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam
kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah palsu yang dibuat oleh Bani Israil)
disebutkan bahwa istri pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar,
istri keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus menjauhkannya
beserta anaknya. Kami percaya bahwa kisah ini palsu dan penuh dengan
kebohongan. Jika kita mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita
mengetahui bahwa beliau tidak akan mendapat perintah dari seorang pun
selain Allah SWT.
Kami
tidak meyakini bahwa beliau terperangkap dalam perasaan kecemburuan
feminisme dan kami juga tidak percaya bahwa beliau sengaja membangkitkan
perasaan ini. Kami tidak mengira bahwa pribadi Sarah yang mulia akan
terpedaya dengan sikap egoisme. Bukankah ia sendiri yang menikahkan Nabi
Ibrahim dengan Hajar, pembantunya agar ia mendapatkan keturunan? Ia
menyadari bahwa dirinya wanita tua dan mandul. Ia sendiri yang
menikahkannya dan membantu pelaksanaannya. Ia telah memberikan dan
mengabdikan dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya tiada dipenuhi
dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada Penciptanya.
Allah SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat
Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait!
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
Jadi,
masalahnya adalah bukan masalah kecemburuan antara sesama wanita, namun
ia adalah tugas yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di dalamnya
tersembunyi hikmah-Nya. Barangkali Sarah lebih heran daripada Hajar
ketika Nabi Ibrahim memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan
mengikutinya. "Ke mana engkau hai Ibrahim pergi?" Mungkin pertama-tama
Hajar yang bertanya kepadanya dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi
Ibrahim hanya terdiam dan akhirnya kedua wanita itu pun juga terdiam.
Di
sana terdapat hikmah yang tersembunyi di mana Nabi Ibrahim tidak
mengetahuinya dan Allah SWT tidak menjelaskan kepadanya. la tidak
mengetahui hai itu sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya.
Jadi kedua-duanya hanya terdiam sebagai bentuk akhlak dari istri-istri
nabi. Inilah Hajar yang sendirian bersama anaknya di lembah yang
terasing dan tandus, di mana ia tidak mengetahui rahasia di balik tempat
itu. Inilah Ismail yang memulai perjalanannya menuju Allah SWT saat
masih menyusui. Ia mengalami ujian saat masih kecil dan juga ujian bagi
ayahnya, di mana ia mendapatkan seorang anak saat sudah tua. Nabi
Ibrahim menyadari bahwa manusia tidak memiliki sesuatu pun dalam
dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT akan memberikan
dirinya kepada Allah SWT dan akan memberikan apa yang disukai oleh
dirinya kepada Allah SWT tanpa harus diminta. Itu adalah hukum cinta
yang dalam. Kami tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim mengetahui mengapa ia
harus meninggalkan Ismail dan ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira
bahwa Allah SWT telah memberitahunya. Allah SWT hanya menurunkan
perintah dan Ibrahim hanya menaatinya. Di sinilah tampak kerasnya ujian
dan kesulitannya. Di sinilah cinta yang paling dalam diungkapkan, dan di
sinilah cinta yang murni dituangkan.
Allah
SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan suatu ujian yang sangat keras,
di mana umumnya para orang tua berat sekali melakukannya. Bukan berarti
bahwa cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim kepada-Nya
menjadikan Ibrahim tidak memiliki perasaan kemanusiaan. Kekuatan
cintanya pada Allah SWT justru menjadikan sebagai lautan dari perasaan
kemanusiaan, bahkan lautan yang tidak bertepi. Perasaan beliau terhadap
Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih sayang dari perasaan ayah
mana pun terhadap anaknya. Meskipun demikian, beliau rela
meninggalkannya di tempat yang tandus karena Allah SWT memerintahkan hal
tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun ia mampu melewati
ujiannya dan beliau memilih cinta Allah SWT daripada cinta anaknya.
Ketika
Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya
kepada anaknya, maka Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya.
Allah SWT agar hanya Dia yang menjadi pusat cinta para nabi-Nya.
Barangsiapa yang mencintai Allah SWT, maka ia pun harus mencintai
kebenaran dan orang yang mencintai kebenaran adalah orang memenuhi
hatinya dengan cinta kepada Penciptanya semata. Ismail mewarisi
kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT sebelumnya:
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" (QS. ash-Shaffat: 100)
Allah SWT menjawab:
"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran
yang sama yang terdapat pada ayahnya, kebaikan yang sama, ketakwaan
yang sama, dan adab kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian
yang pertama saat beliau kecil dan ujian itu berakhir saat Allah SWT
memancarkan zamzam dari kedua kakinya sehingga darinya ibunya minum dan
menyusuinya. Kemudian Ismail mendapatkan ujian yang kedua dalam hidupnya
saat ia menginjak masa muda:
"Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia
menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu:
Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'"
(QS. ash-Shaffat: 102)
Apa
yang Anda kira terhadap jawaban si anak? Ia tidak bertanya tentang
sifat dari mimpi itu, dan ia tidak berdebat dengan ayahnya tentang
kebenaran mimpi itu, tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku
laksanakanlah apa yang diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah karena
aku dan janganlah engkau menampakkan kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Demikianlah jawaban
seorang anak yang saleh terhadap ayahnya yang saleh. Itulah puncak dari
kesabaran dari seorang anak dan tentu orang tuanya lebih harus
bersabar. Itu bagaikan perlombaan di antara keduanya untuk menguji siapa
di antara mereka yang paling sabar. Perlombaan yang tujuannya adalah
meraih cinta Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut)
di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya,
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk
bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai
di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)
Baitullah
Ismail
hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ismail
memelihara kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk
keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat membantu orang-orang yang
tinggal di daerah itu. Kemudian sebagian kafilah menetap di situ dan
sebagian kabilah tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi
dewasa dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim, mengunjunginya dan tidak
menemukannya dalam rumah namun ia hanya mendapati istrinya. Nabi
Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan mereka.
Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesulitannya.
Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan
padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika Nabi Ismail datang,
dan istrinya menceritakan padanya perihal kedatangan seorang lelaki,
Ismail berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan aku untuk
meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu." Kemudian Nabi
Ismail menikahi wanita yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri
keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan
padanya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat.
Nabi Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya.
Barangkali Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan spiritualnya dan cahaya
yang mampu menyingkap kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan
Ismail untuk mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas yang membutuhkan
kerja keras kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta
kenyamanannya seluruhnya.
Ismail
menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim mendatanginya.
Tibalah saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah
terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada
Ismail: "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu
perintah" ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk
menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan
gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama
agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di
hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah
yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan
makhluk.
Ismail
berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi
Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab: "Ya,
aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim
mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di
sana.
Selesailah
pekerjaan itu. Perintah itu telah dilaksanakan dengan berdirinya
Baitullah yang suci. Itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk
menusia di bumi. Ia adalah rumah pertama yang di dalamnya manusia
menyembah Tuhannya. Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama
turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama
berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan thawaf
di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah
SWT.
Nabi
Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT.
Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk
membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi
dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi
abad sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi
Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun kedua
kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin
Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah sekumpulan
batu yang tidak membahayakan dan tidak memberikan manfaat. Ia tidak
lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid
Islam dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam memiliki tauhid
yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang
Muslim yang tulus dan ia bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu
rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian
Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta
ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda
akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang
pada kali yang pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan
pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah pada kali yang kedua
namun engkau tidak melihat dirimu dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke
haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat
hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah
yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan
patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang
tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,
utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS.
al-Baqarah: 127-129)
Ka'bah
terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di mana ia dijadikan pondasi
oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Sejarah menceritakan bahwa ia pernah
dihancurkan lebih dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun
kembali. Ia tetap berdiri sejak masa Nabi Ibrahim sampai hari ini. Dan
ketika Rasulullah saw diutus —sebagai bukti pengkabulan doa Nabi
Ibrahim—beliau mendapad Ka'bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga
yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di
mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim
menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
mencurahkan tenaga keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan
laki-laki. Rasullah saw telah menegaskan bahwa kalau bukan karena
kedekatan kaum dengan masa jahiliyah dan kekhawatiran orang-orang akan
menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika beliau menghancurkannya dan
membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin merobohkannya dan
mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Sungguh
kedua nabi yang mulia itu telah mencurahkan tenaga keras dalam
membangunnya. Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah yang
di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari gunung yang cukup jauh dan
dekat, lalu setelah itu memindahkannya dan meratakannya serta
membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras dari beberapa pria
tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama. Kita tidak mengetahui
berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah sebagaimana
kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi
Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama
sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan
kedamaian. Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi
selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan
keselamatan dari kedahsyatan angin topan yang selalu mengancam setiap
saat.
Allah
SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah.
Allah SWT hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih
bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang
membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
"Tuhan
kami, terimalah dari hand (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah
puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang
taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang
mencintai:
"Ya
Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya
kaum Muslim yang paling agung di muka bumi saat itu, mereka berdoa
kepada Allah SWT agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang
berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati manusia terletak
sangat dekat dengan ar-Rahman (Allah SWT). Mereka tidak akan mampu
menghindari tipu daya Allah SWT. Olah karena itu, mereka menampakkan
kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan mereka membangun rumah
Allah SWT serta meminta pada-Nya agar menerima pekerjaan mereka.
Selanjutnya,
mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun
pada mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi mereka
keturunan dari umat Islam. Mereka ingin agar jumlah orang-orang yang
beribadah dan orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak.
Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang
mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT dan pada saat yang sama mereka
disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa
rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami,
dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah
kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami
bagaimana kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Setelah
itu, kepedulian mereka melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya.
Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta
menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 129)
Akhirnya,
doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah
saw. Doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah
pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang
akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai
darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia
biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan
terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah
meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang mendatangkannya
(batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as yang
mendatangkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang
mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di
sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya
sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah SWT
menjadikan had manusia cenderung pada tempat itu:
"Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. "(QS. Ibrahim: 37)
Karena
pengaruh doa tersebut, kaum Muslim merasakan kecintaan yang dalam untuk
mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram
dan kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu.
Semakin jauh ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian,
datanglah musim haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh dengan
cinta pada Baitullah akan segera melihatnya dan rasa hausnya terhadap
sumur zamzam akan segera terpuaskan. Dan yang lebih penting dari semua
itu adalah cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur zamzam
yaitu, Tuhan alam semesta. Allah SWT berfirman berkenaan dengan
orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim
bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS.
Ali 'Imran: 67)
Allah
SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan
kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
sekian kisah Nabi Ismail AS semoga bermanfaat.
sekian kisah Nabi Ismail AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ishak AS
kisah Nabi Ishak AS,baiiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Ishak AS pada zaman rasul.
Nabi
Ishaq adalah putera nabi Ibrahim dari isterinya Sarah, sedang Nabi
Ismail adalah puteranya dari Hajr, dayang yang diterimanya sebagai
hadiah dari Raja Namrud.
Tentang
Nabi Ishaq ini tidak dikisahkan dalan Al-Quran kecuali dalam beberapa
ayat di antaranya adalah ayat 69 sehingga 74 dari surah Hud, seperti
berikut: ” Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami {malaikat-malaikat} telah
datang kepada Ibrahim membawa khabar gembira mereka mengucapkan
“selamat”.Ibrahim menjawab: “Selamatlah” maka tidak lama kemudian
Ibrahim menjamukan daging anak sapi yang dipanggang. 70. Mak tatkala
dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh
perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata ”
Janagan kamu takut sesungguhnya kami adalah {malaikat-malaikat} yang
diuts untuk kaum Luth.” 71. dan isterinya berdiri di sampingnya lalu di
tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan {kelahiran}
Ishaq dan sesudah Ishaq {lahir pula} Ya’qup. 72. Isterinya berkata ”
sungguh menghairankan apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah
seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua
juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh. 73. Para malaikat
itu berkata ” Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? { itu
adalah} rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu hai
ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. 74. Mak
tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang
kepadanya dia pun bersoal jawab dengan {malaikat-malaikat} Kami tentang
kaum Luth.” { Hud : 69 ~ 74 }Selain ayat-ayat yang tersebut di atas yang
membawa berita akan lahirnya Nabi Ishaq drp kedua orang tuanya yang
sudah lanjut usia yang menurut sementara riwayat bahwa usianya pada
waktu itu sudah mencapai sembilan puluh tahun, terdapat beberapa ayat
yang menetapkan kenabiannya di antaranya ialah ayat 49 surah “Maryam”
sebagai berikut: ” Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka
dan dari apa yang meerka sembah selain Allah Kami anugerahkan kepadanya
Ishaq dan Ya’qup. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.”
Dan ayat 112 dan 113 surah “Ash-Shaffaat” sebagai berikut :
”
112. Dan Kami dia khabar gembira dengan {kelahiran} Ishaq seorang nabi
yang termasuk orang-orang yang soleh. 113. Kami limpahkan keberkatan
atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik
dan ada {pula} yang zalim terhadap dirinya dengan nyata.” Catatan
Tambahan Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim wafat pada usia 175 tahun. Nabi
Ismail pada usia 137 tahun dan Nabi Ishaq pada usia 180 tahun.
demikian kisah Nabi Ishak AS semoga bermanfaat.
demikian kisah Nabi Ishak AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi ya'qub AS
kisah Nabi ya'qub AS,baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi ya'qub AS pada zaman rasul.
Nabi Ya'qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ia adalah saudara kembar dari putera Ishaq yang kedua bernama Ishu.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Nabi Ya'qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ia adalah saudara kembar dari putera Ishaq yang kedua bernama Ishu.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Melihat
sikap saudaranya yang bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata
sindirannya yang timbul dari rasa dengki dan irihati, bahkan ia selalu
diancam maka datanglah Ya'qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan
itu. Ia berkata mengeluh : " Wahai ayahku! Tolonglah berikan fikiran
kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku
mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang
menyakitkan hatiku, sehinggakan menjadihubungan persaudaraan kami ber
dua renggang dan tegang tidak ada saling cinta mencintai saling
sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkahi dan mendoakan aku
agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan
yang makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang
isterinya dari suku Kan'aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua
isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak didalam
pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang mencemas dan
menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku fikiran bagaimana aku
dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan.
Berkata
si ayah, Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat
hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing:" Wahai anakku,
karena usiaku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua
ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membongkok raut
mukaku sudah kisut berkerut dan aku sudak berada di ambang pintu
perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khuatir
bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin
meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari
kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan
mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang
berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu,
menurut fikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan
berhijrah engkau ke Fadan A'raam di daerah Irak, di mana bermukin bapa
saudaramu saudara ibumu Laban bin Batu;il. Engkau dapat mengharap
dikahwinkan kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi
kuatlah kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang karena karena
kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke
sana dengan iringan doa drpku semoga Allah memberkahi perjalananmu,
memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.
Nasihat
dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya'qub melihat
dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan
persaudaraan antaranya dan Ishu, apalagi dengan mengikuti saranan itu
ia akan dapat bertemu dengan bapa saudaranya dan anggota-anggota
keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera berkemas-kemas membungkus
barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang
terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada
ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi Ya'qub Tiba di Irak
Dengan
melalui jalan pasir dan Sahara yang luas dengan panas mataharinya yang
terik dan angi samumnya {panas} yang membakar kulit, Ya'qub meneruskan
perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram dimana bapa saudaranya
Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu , ia sesekali berhenti
beristirehat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah satu tempat
perhentiannya ia berhenti karena sudah sgt letihnya tertidur dibawah
teduhan sebuah batu karang yang besar .Dalam tidurnya yang nyenyak, ia
mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki luas, penghidupan yang aman
damai, keluarga dan anak cucuc yang soleh dan bakti serta kerajaan yang
besar dan makmur. Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusapkan matanya
menoleh ke kanan dan ke kiri dan sedarlah ia bahawa apa yang dilihatnya
hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi
kenyataan di kemudian hari sesuia dengan doa ayahnya yang masih tetap
mendengung di telinganya. Dengan diperoleh mimpi itu ,ia merasa segala
letih yang ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi hilang seolah-olah ia
memperolehi tanaga baru dan bertambahlah semangatnya untuk secepat
mungkin tiba di tempat yang di tuju dan menemui sanak-saudaranya dari
pihak ibunya.
Tiba
pada akhirnya Ya'qub di depan pintu gerbang kota Fadan A'ram setelah
berhari-hari siang dan malam menempuh perjalanan yang membosankan tiada
yang dilihat selain dari langit di atas dan pasir di bawah. Alangkah
lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-binatang peliharaan
berkeliaran di atas ladang-ladang rumput ,burung-burung berterbangan di
udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah
dan keperluan hidup masing-masing.
Sesampainya disalah satu persimpangan jalan ia berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub:"Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama Rahil.
Sesampainya disalah satu persimpangan jalan ia berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub:"Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama Rahil.
Dengan
ahti yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri yang ayu itu dan cantik
itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang
mengikat lidahnya ,ia mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara
sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah adalah saudara kandung
dair ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada gadis itu
bahwa ia datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan dengan tujuan hendak
menemui Laban ,ayahnya untuk menyampaikan pesanan Ishaq, ayah Ya'qub
kepada gadis itu. Maka dengan senang hati sikap yang ramah muka yang
manis disilakan ya'qub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban bapa
saudaranya.
berpeluk-pelukanlah
dengan mesranya si bapa saudara dengan anak saudara, menandakan
kegembiraan masing-masing dengan pertemuan yang tidak disangka-sangka
itu dan mengalirlah pada pipi masing-masing air mata yang dicucurkan
oleh rasa terharu dan sukcita. Maka disapkanlah oleh Laban bin Batu'il
tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya Ya'qub yang tidak berbeda
dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri di mana ia dapat tinggal
sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah
selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban ,bapa saudaranya sebagai
anggota keluarga disampaikan oleh Ya'qub kdp bapa saudranya pesanan
Ishaq ayahnya, agar mereka berdua berbesan dengan mengahwinkannya kepada
salah seorang dari puteri-puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh
Laban dan setuju akan mengahwinkan Laban dengan salah seorang puterinya,
dengan syarat sebagai maskahwin, ia harus memberikan tenaga kerjanya di
dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun. Ya'qub
menyetujuinya syarat-syarat yang dikemukakan oleh bapa saudaranya dan
bekerjalah ia sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar
di kota Fadan A'raam itu.
Setelah
mas tujuh tahun dilampaui oleh Ya'qub sebagai pekerja dalam perusahaan
penternakan Laban ,ia menagih janji bapa saudaranya yang akan
mengambilnya sebagai anak menantunya. Laban menawarkan kepada ya'qub
agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri, namun anak
saudaranya menghendaki Rahil adik dari Laiya, kerana lebih cantik dan
lebih ayu dari Laiya yang ditawarkannya itu.Keinginan mana diutarakannya
secara terus terang oleh Ya'qub kepada bapa saudaranya, yang juga dari
pihak bapa saudaranya memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya
itu. Akan tetapi adat istiadat yang berlaku pada waktu itu tidak
mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya kahwin lebih dahulu.
karenanya sebagi jalan tengah agak tidak mengecewakan Ya'qub dan tidak
pula melanggar peraturan yang berlaku, Laban menyarankan agar anak
saudaranya Ya'qub menerima Laiya sebagai isteri pertama dan Rahil
sebagai isteri kedua yang akan di sunting kelak setelah ia menjalani mas
kerja tujuh tahun di dalam perusahaan penternakannya.
Ya'qub
yang sangat hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi
kepadanya yang telah menerimanya di rumah sebagai keluarga, melayannya
dengan baik dan tidakdibeda-bedakan seolah-olah anak kandungnya sendiri,
tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan bapa saudaranya
itu . Perkahwinan dilaksanakan dan kontrak untuk masa tujuh tahun kedua
ditanda-tangani.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya'qub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A'raam. Dengan demikian Nabi Ya'qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang akan tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam itu diharamkan.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya'qub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A'raam. Dengan demikian Nabi Ya'qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang akan tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam itu diharamkan.
Laban
memberi hadiah kepada kedua puterinya iaitu kedua isteri ya'qub seorang
hamba sahaya untuk menjadi pembantu rumahtangga mereka. Dan dari kedua
isterinya serta kedua hamba sahayanya itu Ya'qub dikurniai dua belas
anak, di antaraya Yusuf dan Binyamin dari ibu Rahil sedang yang lain
dari Laiya.
Kisah Nabi Ya'qub Di Dalam Al-Quran
Kisah
Nabi Ya'qub tidak terdapat dalam Al-Quran secara tersendiri, namun
disebut-sebut nama Ya'qub dalam hubungannya dengan Ibrahim, Yusuf dan
lain-lain nabi. Bahn kisah ini adalah bersumberkan dari kitab-kitab
tafsir dan buku-buku sejarah.Riwayat Sejarah Kisah Nabi Yusuf AS
baiklah kali ini kita akan membahas Kisah Nabi Yusuf pada zaman rasul.
Kisah Nabi Yusuf terdapat dalam satu surah penuh yang juga bernama surah
Yusuf. Disebutkan bahwa sebab turunnya surah Yusuf adalah karena
orang-orang Yahudi meminta kepada Rasulullah saw untuk menceritakan
kepada mereka kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf telah mengalami
perubahan pada sebagiannya dan terdapat penambahan pada sebagiannya.
Lalu Allah SWT menurunkan satu surah penuh yang secara terperinci
menceritakan kisah Nabi Yusuf.
Allah SWT berfirman:
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahuinya. "
(QS. Yusuf: 3)
Para ulama berbeda pendapat dalam hal mengapa kisah ini disebut dengan
kisah yang terbaik? Ada yang mengatakan bahwa kisah ini memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan kisah-kisah Al-Qur'an yang lain dilihat
dari sisi kandungannya yang memuat berbagai ungkapan dan hikmah. Ada
yang mengatakan karena Nabi Yusuf mengampuni saudara-saudaranya dan
bersikap sabar atas tindakan mereka. Ada yang mengatakan lagi bahwa
karena di dalamnya terdapat kisah para nabi dan orang-orang saleh,
terdapat juga pelajaran tentang kehormatan diri dan adanya godaan,
kehidupan para raja, pria dan wanita, tipu daya kaum wanita, di
dalamnya juga disebut tentang aspek tauhid dan fiqih, pengungkapan
mimpi dan penakwilannya. Di samping itu, ia adalah surah yang penuh
dengan peristiwa-peristiwa dan petualangan emosi (perasaan atau cinta).
Ada yang mengatakan bahwa ia disebut sebagai kisah yang terbaik karena
semua orang-orang yang disebut di dalamnya pada akhirnya mendapatkan
kebahagiaan. Alhasil, kita percaya bahwa terdapat sebab penting di balik
keistimewaan kisah ini. Kisah dalam surah tersebut bermuara dari awal
sampai akhir pada satu bentuk di mana Anda akan merasakan adanya
kekuasaan Allah SWT dan terlaksananya perintah-Nya meskipun banyak
manusia berusaha menentangnya:
"Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya. " (QS. Yusuf: 21)
Nabi Yusuf mendapatkan berbagai ujian dalam hidupnya. Beliau menghadapi
persekongkolan jahat yang justru datang dari orang-orang yang dekat
dengannya, yaitu saudara-saudaranya. Mereka merencanakan untuk
membunuhnya. Rencana itu mereka buat saat Yusuf masih kecil. Kemudian
Yusuf dijual di pasar budak di Mesir lalu ia dibeli dengan harga yang
sangat murah. Kemudian beliau menghadapi rayuan dari istri seorang
lelaki yang memiliki jabatan penting. Ketika ia menolak rayuannya, ia
pun dijebloskan ke dalam penjara. Dalam beberapa waktu, beliau menjadi
tahanan di penjara. Meskipun mendapatkan berbagai kehinaan ini, pada
akhirnya beliau mampu menduduki tampuk kepemimpinan di Mesir. Beliau
menjadi menteri dari raja yang pertama. Ia memulai dakwahnya di jalan
Allah SWT dari atas panggung kekuasaan. Ia melaksanakan rencana Allah
SWT dan menunaikan perintah-Nya. Demikianlah kandungan dari kisahnya.
Kisah tersebut seolah-olah menggambarkan suatu adegan film yang sangat
mengagumkan, episode demi episode. Di samping itu, Anda akan dihadapkan
pada satu bagian dari bagian-bagian peristiwa yang membuat Anda
tercengang dan cukup mengganggu daya imajinasi Anda. Itu adalah kisah
seni yang sangat mengesankan yang tidak mampu diungkapkan oleh seniman
mana pun dari kalangan manusia. Pada mulanya kisah itu mengungkap mimpi
dan pada akhirnya menakwilkan mimpi ini. Mimpi para nabi pasti selalu
berisi kebenaran, di mana Allah SWT menyingkapkan di dalamnya berbagai
peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal kisah, kita
tidak mengetahui bahwa Yusuf adalah seorang Nabi. Begitu juga konteks
Al-Qur'an terkesan menyembunyikan nama ayahnya, yaitu Nabi Yakub
sebagaimana disampaikan oleh Nabi saw. Jadi, kita berhak untuk
merenungkan mimpi tersebut dengan penuh keheranan. Layar akal
pertama-tama menampilkan pemandangan mimpi. Perhatikanlah film yang
dimulai dengan mimpi. Mimpi identik dengan tidur, dan permulaan kisah
apa pun yang dimulai dengan tidur tidak terlepas dari rasa kantuk.
Tetapi yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor daya tarik cerita
itu sendiri. Al-Qur'an menceritakan bagaimana Nabi Yusuf menyampaikan
mimpinya kepada ayahnya:
"(Ingatlah), Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: 'Wahai ayahku,
sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku."' (QS. Yusuf: 4)
Amatilah bentuk tantangan yang diwujudkan oleh adanya mimpi yang
membangkitkan daya khayal. Perhatikanlah potensi imajinasi bagaimana ia
menjalankan aktifitasnya. Sesungguhnya otak manusia merupakan suniber
masalah di rnana ia menciptakan di dalamnya suatu gambar dari sujudnya
matahari, bulan dan bintang. Dengan gambaran mukjizat ini yang menantang
imajinasi para ahli seni dan film, kisah Nabi Yusuf dimulai. Atau,
dimulailah video visual dari kisah Nabi Yusuf sebagaimana yang
diceritakan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya. Nabi Yusuf melihat mimpi dan
ia sekarang membeberkannya kepada ayahnya:
"Ayahnya berkata: 'Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk
membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia.'" (QS. Yusuf: 5)
Si ayah mengingatkannya agar jangan sampai ia menceritakannya kepada
saudara-saudaranya. Sesungguhnya saudara-saudara Nabi Yusuf tidak
mencintainya dan tidak menyukai kedekatannya dengan ayahnya, dan mereka
juga tidak simpati dengan perhatian si ayah padanya. Yusuf bukanlah
saudara kandung mereka di mana Nabi Yakub menikahi istri kedua yang
tidak melahirkan baginya anak-anaknya dan lahirlah darinya Yusuf dan
saudara kandungnya. Yusuf bin Yakub dan Yakub bin Ishak bin Ibrahim.
Silsilah suci dalam rotasi suci. Ketika mendengar mimpi anaknya, Nabi
Yakub merasa bahwa anaknya itu akan mengemban suatu urusan besar, yaitu
rotasi kenabian yang berada di sekitarnya. Sebagian ulama berkata: "Nabi
Yakub merasa bahwa Allah SWT memilih Yusuf melalui mimpi ini": •
"Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan di
ajarakan-Nya kepadamu sebagian dari tabir mimpi-mimpi." (QS. Yusuf: 6)
Makna takwil adalah mengetahui akhir dari sesuatu dan kemampuan untuk
menyingkap suatu kesimpulan, juga mengetahui rahasia yang belum terjadi.
Lalu apa yang dimaksud dengan ahadist? Mereka mengatakan bahwa ia
adalah mimpi. Nabi Yusuf akan mampu menafsirkan mimpi di mana melalui
simbol-simbolnya yang tersembunyi, ia mampu melihat apa yang akan
terjadi di masa depan. Ada yang mengatakan bahwa ahadist adalah
peristiwa-peristiwa. Nabi Yusuf akan mengetahui kesudahan dari suatu
peristiwa, baik dari permulaannya dan akhirannya. Allah SWT akan
memberikan ilham padanya sehingga ia mengetahui takwil mimpi.
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Yusuf: 6)
Pada akhir pembicaraannya, Nabi Yusuf mengembalikan ilmu dan hikmah
kepada Allah SWT. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut
bukan termasuk bagian dari dialog Nabi Yakub bersama anaknya Yusuf,
namun ia merupakan pujian dari Allah SWT terhadap Yusuf. Perkataan
tersebut dimasukan dalam rangkaian kisah sejak permulaannya, padahal ia
bukan bagian darinya. Jadi, sejak semula Nabi Yusuf dan Nabi Yakub tidak
mengetahui takwil dari mimpinya. Kami memilih pendapat ini (pendapat
ini dikemukakan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya: Al-Jami' li Ahkamil
Qur'an. Kalau begitu, kita memahami dialog dalam bentuk pemahaman yang
lain. Sesungguhnya Allah SWT menceritakan di sini bagaimana Dia memilih
Yusuf. Ini berarti proses kenabian Yusuf, dan bukan mengajarinya untuk
menakwilkan mimpi serta memberitahunya tentang hakikat simbol-simbol
yang ada dalam kehidupan atau dalam mimpi, selain mukjizat-mukjizatnya
sebagai seorang nabi. Dan Allah SWT Maha Mengetahui kepada siapa
agamanya diserahkan. Nabi Yakub mendengarkan mimpi anaknya dan
mengingatkannya agar jangan menceritakannnya kepada saudara-saudaranya.
Yusuf memenuhi permintaan ayahnya. Ia tidak menceritakan pada
saudara-saudaranya apa yang dilihatnya. Yusuf berprasangka bahwa mereka
membencinya sampai pada batas di mana sulit baginya untuk merasa nyaman
bersama mereka, dan kemudian menceritakan kepada mereka
rahasia-rahasianya yang khusus dan mimpi-mimpinya. Tersembunyilah
penampilan Nabi Yakub dan anaknya, lalu layar film menampilkan kejadian
lain, yaitu saudara-saudara Nabi Yusuf yang membuat persengkokolan:
"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah)
Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu)
ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya
(Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal
kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita ada
dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia he suatu
(daerah yang tidak di kenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu
saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.
Seorang di antara mereka berkata: 'Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi
masukkanlah dia ke dalam sumur, supaya dia dipungut oleh beberapa orang
musafir, jika kamu hendak berbuat. " (QS. Yusuf: 7-10)
Di dalam lembaran-lembaran perjanjian lama disebutkan bahwa Nabi Yusuf
menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Tidak terdapat isyarat
Al-Qur'an yang menunjukkan hal itu. Kalau memang demikian, niscaya
saudara-saudaranya akan menceritakan hal itu dan kedengkian mereka akan
semakin bertambah sehingga mereka segera membunuhnya. Yusuf percaya
dengan pesan ayahnya dan ia tidak menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya. Meskipun demikian, saudara-saudaranya tetap
merencanakan konspirasi dan niat jahat padanya. Salah seorang mereka
berkata: "Mengapa ayah kita lebih mencintai Yusuf daripada kita?"
Saudara yang kedua berkata: "Barangkali karena ketampanannya." Saudara
ketiga berkata: 'Yusuf dan saudaranya kedua-duanya mendapat tern-pat di
had ayahnya." Saudara yang pertama berkata: "Sungguh ayah kita telah
sesat." Salah seorang mereka mengusulkan sebuah solusi: "Kalau begitu
bunuhlah Yusuf." "Mengapa kita membunuhnya? lebih baik kita membuangnya
di bumi yang jauh. Mengapa kita tidak membunuhnya, lalu kita merasa
tenang." Salah seorang di antara mereka berkata: "Mengapa ia harus
dibunuh? Apakah kalian ingin menghindar darinya? Kalau begitu, lebih
baik kita membuangnya ke dalam sumur yang di situ menjadi tempat
lewatnya para kafilah. Maka kafilah itu akan mengambilnya dan membawanya
ke tempat yang jauh sehingga ia jauh dari wajah ayahnya. Dengan jauhnya
Yusuf, maka tujuan kita tercapai. Kemudian setelah itu, kita bertaubat
dari kejahatan kita dan kita kembali menjadi orang-orang yang baik."
Dialog tersebut terus berlanjut setelah timbul ide untuk memasukan Yusuf
ke sumur. Namun mereka tetap kembali pada ide-ide itu karena ia
dianggap sebagai ide yang paling aman. Ide untuk membunuh diurungkan.
Kemudian timbullah ide untuk menjauhkan dan membuang Yusuf. Itu dianggap
ide yang paling cemerlang. Dari sini kita memahami bahwa
saudara-saudara Yusuf, meskipun kejahatan mereka dan kedengkian mereka
sangat kental, namun dalam had mereka masih tersisa titik-titik
kebaikan. Akhirnya, ide untuk membuangnya ke sumur diputuskan. Kemudian
mereka sepakat untuk melaksanakan rencana itu:
"Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai
kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
mengingini kebaikan baginya. Biarkan dia pergi bersama kami esok pagi,
agar ia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan
sesungguhnya kami pasti menjaganya.' Berkata Yakub: 'Sesungguhnya
kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkankanku dan aku khawatir
kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya. Mereka
berkata: 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan
(yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang
merugi.'" (QS. Yusuf: 11-14)
Terjadilah dialog antara mereka dan ayahnya dengan penuh kelembutan dan
dendam yang tersembunyi. Mengapa engkau tidak merasa aman ketika kami
pergi dengan Yusuf? Apakah Yusuf dapat menjadi saudara kandung kami,
lalu mengapa engkau khawatir kepada kami jika kami membawanya. Bukankah
kami mencintainya dan nanti akan menjaganya. Mengapa engkau tidak
membiarkannya pergi bersama kami besok untuk bersenang-senang dan
bermain. Bukankah ketika ia pergi dan main-main, itu dapat menghiburnya?
Lihatlah wajahnya tampak pucat karena ia sering berdiam di rumah,
seharusnya ia harus bermain agar tampak ceria. Masalahnya adalah, Yakub
khawatir terhadap serigala-serigala gurun. Apakah yang dimaksud Yakub
adalah serigala-serigala yang ada dalam diri mereka atau
serigala-serigala hakiki, yaitu binatang yang buas? Tidak ada seorang
pun yang mengetahuinya. Mereka membujuk ayahnya agar mengizinkan Yusuf
pergi dengan mereka. Akhirnya, mereka berhasil meyakinkan ayahnya yang
sangat khawatir kalau-kalau Yusuf dimakan oleh serigala. Apakah ini
masuk akal? Kami sepuluh orang laki-laki, maka mana mungkin kami yang
banyak ini lalai darinya? Sungguh kami akan kehilangan sifat kejantanan
kami seandainya terjadi peristiwa itu. Kami jamin bahwa tidak ada seekor
serigala pun yang akan memakannya. Karena itu, ddak ada yang perlu
dikhawatirkan. Si ayah berdiri di bawah tekanan anak-anaknya. Mereka pun
berhasil menemani Yusuf pada hari berikutnya dan pergi dengannya ke
gurun. Mereka menuju tempat yang jauh yang belum pernah mereka berjalan
sejauh itu. Mereka mencari sumur yang di situ sering dilewati oleh para
kafilah dan mereka berencana untuk memasukan Yusuf ke dalam sumur itu.
Allah SWT mengilhamkan kepada Yusuf bahwa ia akan selamat, maka ia tidak
perlu takut. Allah SWT menjamin bahwa Yusuf akan bertemu dengan mereka
pada suatu hari dan akan memberitahu mereka apa yang mereka lakukan
kepadanya.
Salesailah satu adegan dan akan dimulai adegan yang lain. Kita bisa
membayangkan bahwa Yusuf sempat melakukan perlawanan kepada mereka namun
mereka memukulnya dan mereka memerintahnya untuk melepas bajunya, lalu
mereka menceburkannya ke dalam sumur dalam keadaan telanjang. Kemudian
Allah SWT mewahyukan kepadanya bahwa ia akan selamat dan karenanya ia
tidak perlu takut. Di dalam sumur itu terdapat air, namun tubuh Nabi
Yusuf tidak terkena hal yang membahayakan. Ia sendirian duduk di sumur
itu, kemudian ia bergantungan dengan batu:
"Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah
palsu. Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap
apa yang kamu ceritakan.'" (QS. Yusuf: 16-18)
Peristiwa ini terjadi di malam yang gelap. Tetapi kegelapan itu segera
dipecah oleh tangisan sepuluh orang lelaki. Sementara itu, si ayah duduk
di rumahnya lalu anak-anaknya masuk menemuinya di tengah-tengah malam
di mana kegelapan malam menyembunyikan kegelapan had dan kegelapan
kebohongan yang siap ditampakkan. Nabi Yakub bertanya: "Mengapa kalian
menangis? Apakah terjadi sesuatu pada kambing? Mereka berkata sambil
meningkatkan tangisannya:
"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala;
dan kamu sekali-kali tidak akan pernah percaya kami, walaupun kami
adalah orang-orang yang benar. " (QS. Yusuf: 17)
"Setelah kembalinya kita dari adu lari, kita dikagetkan ketika melihat
Yusuf telah berada di perut serigala. Kita tidak menemukan Yusuf.
Mungkin engkau tidak percaya kepada kami meskipun kami jujur, tetapi
kami menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Kita tidak berbohong
kepadamu. Sungguh Yusuf telah dimakan oleh serigala. Inilah pakaian
Yusuf. Kita menemukan pakaian Yusuf berlumuran darah sedangkan Yusuf
tidak kita temukan:
"Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. " (QS. Yusuf: 18)
Mereka menyembelih kambing atau rusa lalu melumurkan darah palsu ke
pakaian Yusuf. Mereka lupa untuk merobek-robek pakaian Yusuf. Mereka
malah membawa pakaian sebagaimana biasanya (masih utuh) tetapi hanya
berlumuran darah. Mereka melemparkan pakaian Yusuf di depan ayahnya yang
saat itu sedang duduk. Nabi Yakub memegang pakaian anaknya. Lalu ia
mengangkat pakaian itu dan memperhatikannya di bawah cahaya yang
terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu di tangannya namun
ia mendapatinya masih utuh dan tidak ada tanda-tanda cakaran atau robek.
Serigala apa yang makan Yusuf? Apakah ia memakannya dari dalam pakaian
tanpa merobek pakaiannya? Seandainya Yusuf mengenakan pakaiannya lalu ia
dimakan oleh serigala, niscaya pakaian tersebut akan robek. Seandainya
ia telah melepas bajunya untuk bermain dengan saudara-saudaranya, maka
bagaimana pakaian tersebut dilumuri dengan darah sementara saat itu ia
tidak menggunakan pakaian? Melalui bukti-bukti itu, Nabi Yakub
mengetahui bahwa mereka berbohong. Yusuf tidak dimakan oleh serigala. Si
ayah mengetahui bahwa mereka berbohong. Ia mengungkapkan hal ini dalam
perkataannya:
"Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap
apa yang kamu ceritakan.'" (QS. Yusuf: 18)
Demikianlah perilaku nabi yang bijaksana. Ia meminta agar diberi
kesabaran dan memohon pertolongan kepada Allah SWT atas apa yang mereka
lakukan terhadap anaknya. Selanjutnya, terdapat kafilah yang berjalan
menuju ke Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan cukup jauh
sehingga dinamakan sayyarah. Semua kafilah itu menuju ke sumur. Mereka
berhenti untuk menambah air. Mereka mengulurkan timba ke sumur. Lalu
Yusuf bergelantungan dengannya. Orang yang mengulurkannya mengira bahwa
timbanya telah penuh dengan air lalu ia menariknya. Tiba-tiba, "Oh ini
anak kecil." Di zaman itu ditentukan bahwa siapa yang menemukan sesuatu
yang hilang, maka ia akan memilikinya. Demikianlah undang-undang yang
ditetapkan saat itu. Mula-mula orang yang menemukannya gembira tetapi ia
berpikir tentang tanggung jawab yang harus dipikulnya, dan kemudian
dmbullah rasa khawatir dalam dirinya. Kemudian untuk menghindar darinya
ia menetapkan untuk menjualnya saat ia tiba di Mesir. Akhirnya, ketika
ia sampai di Mesir ia segera menjualnya di pasar budak dengan harga yang
sangat murah di mana ia dibeli oleh seorang lelaki yang mempunyai
kepentingan dengannya:
"Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh
seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: 'Oh;
kabar gembira, ini seorang anak muda!' Kemudian mereka menyembunyikan
dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu
beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya hepada Yusuf.
Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya: 'Berikanlah
kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat
kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.' Dan demikianlah Kami
berikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir) dan agar
Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap
urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. " (QS. Yusuf:
19-21)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT mengungkap kandungan cerita yang jauh
pada permulaannya: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. "
Yusuf benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ia dimasukkan dalam
sumur, ia dihinakan, ia dijauhkan dari ayahnya, ia diambil dari sumur
lalu menjadi budak yang dijual di pasar, ia dibeli oleh seorang lelaki
dari Mesir lalu menjadi seseorang yang dimiliki oleh lelaki itu.
Demikanlah cerita demi cerita telah dialaminya. Yusuf tampak tidak
memiliki daya dan upaya. Demikianlah prasangka manusia mana pun tetapi
hakikat selalu berlawanan dengan prasangka. Yang dapat kita bayangkan
adalah bahwa itu adalah sebuah tragedi, ujian, dan fitnah. Allah SWT
pasti memenangkan urusan-Nya. Dia akan memuluskan langkah-Nya meskipun
banyak orang yang berusaha menghentikannya. Allah SWT akan mewujudkan
janji-Nya dan akan menggagalkan kejahatan orang lain. Allah SWT telah
menjanjikan kepada Yusuf bahwa ia akan dijadikan Nabi.
Yusuf mendapatkan tempat di hati seseorang yang membelinya, yaitu
seorang bangsawan yang berkata kepada istrinya: "Hormatilah ia, karena
barangkali ia bermanfaat bagi kita atau kita dapat menjadikannya sebagai
anak." Lelaki ini bukanlah orang sembarangan tetapi ia seorang yang
penting. Ia termasuk seseorang yang berasal dari pemerintah yang
berkuasa di Mesir. Kita akan mengetahui bahwa ia adalah seorang menteri
di antara menteri-menteri raja. Seorang menteri yang penting yang
Al-Qur'an menyebutnya dengan istilah al-Aziz. Orang-orang Mesir kuno
terbiasa untuk menyebutkan sifat seperti nama atau identik dengan nama
terhadap para menteri. Misalnya, mereka mengatakan: Ini adalah al-Aziz
(orang yang mulia), ini adalah al-'Adil (orang yang adil), ini adalah
al-Qawi (orang yang kuat), dan seterusnya. Alhasil, pendapat yang paling
kuat adalah, bahwa al-Aziz ini kepala menteri di Mesir.
Demikianlah Allah SWT menguatkan Yusuf di muka bumi. Ia terdidik di masa
kecil di rumah seorang lelaki yang berkuasa dan Allah SWT akan
mengajarinya takwil mimpi. Dan pada suatu hari, raja akan membutuhkannya
untuk menduduki jabatan di Mesir. Allah SWT akan memenangkan urusan-Nya
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Semua itu terwujud melalui
suatu ujian berat yang dialami oleh Yusuf. Nabi Yusuf adalah orang yang
paling tampan di masanya, di mana wajahnya mengundang decak kagum orang
yang melihatnya. Sikapnya yang sopan dan penuh dengan keanggunan moral
semakin menambah ketampanannya. Hari demi hari berlalu. Yusuf pun
semakin tumbuh besar:
"Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Yusuf: 22)
Yusuf diberi kemampuan untuk mengendalikan suatu masalah dan ia diberi
pengetahuan tentang kehidupan dan peristiwa-peristiwanya. Ia juga diberi
metode dialog yang dapat menarik simpati orang yang mendengarnya. Yusuf
diberi kemuliaan sehingga ia menjadi pribadi yang agung dan tak
tertandingi. Tuannya mengetahui bahwa Allah SWT memuliakannya dengan
mengirim Yusuf padanya. Ia mengetahui bahwa Yusuf memiliki kejujuran,
kemuliaan, dan istiqamah (keteguhan) lebih dari siapa pun yang pernah
ditemuinya dalam kehidupan.
Sementara itu, istri al-Aziz selalu mengawasi Yusuf. Ia duduk di
sampingnya dan berbincang-bincang bersamanya. Ia mengamati kejernihan
mata Yusuf. Lalu ia bertanya kepadanya dan mendengarkan jawaban dari
Yusuf. Akhirnya, kekagumannya semakin bertambah pada Yusuf. Al-Qur'an
melukiskan kisah terakhir dari perjalanan cinta ini di mana si wanita
itu mulai menggunakan siasat dan taktik untuk memperdaya Yusuf:
"Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf
untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya
berkata: 'Marilah ke sini.' Yusuf berkata: 'Aku berlindung kepada
Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.' Sesungguhnya
orang-orang yang lalim tiada beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah
bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud
(melakukan pula) dengan wanita itu andaikan dia tidak melihat tanda
(dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran
dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba yang terpilih.
" (QS. Yusuf: 23-24)
Al-Qur'an tidak menyebut sedikit pun tentang berapa usia wanita itu dan
berapa usia Yusuf. Kita dapat mengamati hal itu hanya dengan perkiraan.
Ia menghadirkan Yusuf saat beliau masih kecil dari sumur. Dia adalah
seorang istri yang misalnya berusia dua puluh tiga sementara Yusuf
berusia dua belas tahun. Setelah tiga belas tahun, ia berusia tiga puluh
enam sementara Yusuf berusia dua puluh lima. Apakah peristiwa itu
memang terjadi di usia ini? Boleh jadi memang demikian. Tindakan wanita
itu dalam peristiwa itu dan peristiwa sesudahnya menunjukkan bahwa ia
wanita yang sudah matang dan cukup berani. Peristiwa ini yang
diungkapkan oleh Al-Qu'ran al-Karim merupakan puncak dari
peristiwa-peristiwa yang lalu yang sangat mengganggu daya imajinasi
kita.
Sungguh istri al-Aziz sangat mencintai Yusuf. Ia merayunya dengan cara
terang-terangan lalu ia menutup pintu-pintu sambil berkata: "Hai Yusuf
kemarilah kau ke sini. Kali ini engkau tidak akan dapat lari dariku."
Ini berarti bahwa terdapat peristiwa sebelumnya di mana Yusuf dapat
menghindar darinya. Peristiwa sebelumnya tidak disampaikan dengan cara
terang-terangan seperti ini. Yusuf telah terdidik di istana seorang
menteri besar di Mesir. Anda bisa membayangkan bagaimana Yusuf tinggal
di lingkungan yang mewah yang dikelilingi dengan wanita-wanita cantik.
Yusuf adalah seorang pemuda yang dibeli oleh suaminya dan menjadi
budaknya. Ia memanggilnya di tempat tidurnya dan memerintahkannya untuk
menghadirkan gelas minuman, misalnya. Atau tampak padanya bajunya yang
tipis atau ia menampakan padanya kecantikannya atau ia merayunya dengan
rayuan yang biasa dilakukan oleh kaum wanita terhadap kaum pria.
Bayangkanlah semua ini di mana mereka berdua selama beberapa tahun
tinggal di satu rumah dan di bawah satu atap. Wanita itu menggoda Yusuf
dan merayunya, sementara Yusuf masih bertahan dengan ketakwaannya.
Wanita itu terbelenggu dengan hawa nafsunya. Kemudian datanglah hari
yang terakhir. Wanita itu bosan dengan sikap tidak peduli ini dan sikap
pura-pura tidak tahu ini. Ia menentukan untuk mengubah rencananya. Ia
tidak lagi menggunakan bahasa isyarat dia lebih memilih bahasa
terang-terangan. Ia menutup semua pintu dan menyobek cadar rasa malu dan
ia menjelaskan cintanya kepada Yusuf.
Barangkali ia berkata kepada Yusuf: 'Yusuf, alangkah tampan wajahmu."
Dan barangkali Yusuf akan berkata demikian: "Tuhanku menggambarkan aku
sebelum aku diciptakan." Wanita itu berkata sambil mendekati Yusuf:
"Yusuf, alangkah halusnya rambutmu." Yusuf berkata: "Ia adalah sesuatu
yang pertama kali hancur dariku saat aku berada dalam kuburan." Wanita
itu berkata: "Alangkah jernih kedua matamu." Yusuf berkata: "Dengan
keduanya aku melihat apa yang diciptakan oleh Tuhanku." Wanita itu
berkata: "Bukankah aku adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhanmu?
Angkatlah pandangan matamu dan lihatlah wajahku." Yusuf berkata: "Aku
takut pada hari kiamat." Wanita itu berkata: "Aku mendekat padamu tetapi
engkau malah menjauh dariku." Yusuf berkata: "Aku ingin mendekat pada
Tuhanku." Wanita itu berkata: "Aku telah dikuasai oleh perasaan cinta
padamu. Aku menjadi bagian dari udara yang aku hirup dan yang aku
bernapas darinya. Engkau tidak akan lari dariku." Yusuf mengetahui bahwa
ia mengajaknya untuk mendekati, lalu beliau berkata: "Aku berlindung
kepada Allah SWT. Aku meminta ampun kepada Allah SWT Yang Maha Agung.
Tuhan Pencipta alam semesta telah memuliakan aku dengan rumah ini, dan
pemilik rumah ini telah memuliakan aku dengan kepercayaannya. Maka
siapakah yang aku khianati? Dan keselamatan apa yang aku harapkan bagi
diriku jika aku memang melakukan apa yang engkau inginkan." Allah SWT
berfirman: "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan
itu) dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula) dengan wanita
itu andaikan dia tidak melihat tanda (dan) Tuhannya."
Para ahli tafsir sepakat tentang keinginan wanita itu untuk melakukan
maksiat, sedangkan mereka berselisih pendapat tentang hasrat yang ada
pada Nabi Yusuf. Ada yang mengatakan bahwa wanita itu memang ingin
melakukan maksiat dengannya dan Yusuf pun memiliki perasaan yang sama,
namun ia tidak sampai melakukannya. Ada yang mengatakan lagi bahwa
wanita itu berhasrat untuk menciumnya dan Yusuf berhasrat untuk
memukulnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa hasrat ini memang
terdapat di antara mereka sebelum terjadinya peristiwa ini. Ia merupakan
gerakan jiwa yang terdapat dalam diri Yusuf saat beliau menginjak usia
puber kemudian Allah SWT memalingkannya darinya. Dan sebaik-baik tafsir
yang cukup menenangkan saya bahwa di sana terdapat pendahuluan dan
pengakhiran dalam ayat tersebut.
Abu Hatim berkata: "Aku membaca bagian yang unik dari Al-Qur'an pada Abu
Ubaidah dan ketika aku sampai pada firman-Nya": "Sesungguhnya wanita
itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu,"
Abu Ubaidah berkata: "Ini berdasarkan pendahuluan dan pengakhiran.
Dengan pengertian bahwa wanita itu benar-benar cenderung pada Yusuf, dan
seandainya Yusuf tidak melihat tanda kebenaran dari Tuhannya niscaya ia
pun akan cenderung padanya. Saya kira tafsir ini sesuai dengan
kemaksuman para nabi sebagaimana ia juga sesuai dengan konteks ayat yang
datang sesudahnya": "Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuh hamba-hamba
yang terpilih."
Ayat tersebut menetapkan bahwa Nabi Yusuf termasuk hamba-hamba Allah SWT
yang ikhlas, pada saat yang sama menetapkan juga kebebasannya dari
pengaruh kekuasaan setan. Allah SWT berkata kepada Iblis pada hari
penciptaan:
"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka,
kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-arang yang sesat. "
(QS. al-Hijr: 42)
Selama Yusuf termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas, maka ia akan
tersucikan dari berbagai dosa. Ini tidak berarti bahwa Yusuf sunyi dari
perasaan kejantanan dan ini juga tidak berarti bahwa Yusuf berada dalam
kesucian para malaikat di mana mereka tidak terpengaruh dengan daya
tarik materialis (bendawi). Namun ini berarti bahwa beliau menghadapi
godaan yang cukup lama dan beliau mampu untuk melawannya, dan jiwanya
tidak cenderung padanya. Kemudian beliau dibimbing dan ditenangkan oleh
ketakwaannya yang mampu melihat tanda-tanda kebenaran dari Tuhannya.
Apalagi Yusuf adalah putra Yakub, seorang Nabi, putra Ibrahim, kakek
para Nabi dan kekasih Allah SWT.
Terjadilah perkembangan pergulatan antara mereka berdua. Dialog telah
berkembang dari bahasa lisan menuju bahasa tangan. Istri menteri itu
mengulurkan tangannya kepada Yusuf dan berusaha untuk memeluknya. Yusuf
berputar dalam keadaaan pucat wajahnya dan berlari menuju ke pintu. Lalu
ia dikejar oleh wanita itu dan wanita itu menarik-narik pakaiannya
seperti orang tenggelam yang memegang perahu. Kedua-duanya sampai ke
pintu. Tiba-tiba pintu itu terbuka namun suaminya datang bersama salah
satu kerabatnya:
"Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju
gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami
wanita itu di muka pintu." (QS. Yusuf: 25-29)
Wanita yang sedang mabuk cinta kepada Yusuf itu melihat suaminya muncul
di tengah-tengah peristiwa itu, ia segera menggunakan kelicikannya.
Jelas sekali bahwa di sana terdapat pergulatan. Yusuf tampak gemetar
dengan penuh rasa malu dan butiran-butiran keringat mengalir dari
keningnya. Sebelum suaminya membuka mulutnya untuk mengawali
pembicaraan, wanita itu mendahuluinya dengan melontarkan tuduhan kepada
Yusuf: "Wanita itu berkata: 'Apakah pembalasan terhadap orang yang
bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau
(dihukum) dengan azab yangpedih?'"
Ia menuduh Yusuf telah merayunya. Ia mengatakan bahwa Yusuf berusaha
memperkosanya. Yusuf memandangi wanita itu dengan kepolosan dan
kesabaran. Sebenarnya Yusuf berusaha menyembunyikan rahasia wanita itu
namun ketika ia mulai menuduhnya Yusuf terpaksa mempertahankan dirinya.
"Yusuf berkata: 'Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)."
Kini giliran si suami untuk menunjukkan reaksinya. Kami kira ia berkata:
"Pelankanlah suara kalian berdua. Sesungguhnya di rumah ini terdapat
banyak budak dan pembantu. Ini adalah masalah khusus." Kepala menteri
itu adalah seorang tua yang terkesan tenang dan tidak gampang emosi.
Peristiwa ini terjadi di kalangan kelompok masyarakat yang bergaya hidup
mewah, bukan kaum tradisional sehingga mereka cenderung menggunakan
cara-cara yang bijak dan terbaik dalam menyelesaikan masalah. Kemudian
kepala menteri itu duduk dan mulai mengusut kejadian itu. Ia bertanya
kepada istrinya dan juga bertanya kepada Yusuf. Kemudian orang yang ada
di dekat wanita itu berkata: "Sesungguhnya kunci persoalan ini terletak
pada pakaian Yusuf. Jika pakaiannya robek dari depan, maka ini berarti
Yusuf memang ingin memperkosanya. Wanita itu akan merobek pakaian Yusuf
untuk mempertahankan dirinya."
Si suami berkata: "Lalu bagaimana jika pakaiannya robek dari belakang."
Seorang penengah dari keluarganya berkata: "Maka ini berarti wanita itu
yang merayunya. Jadi kunci dari peristiwa ini ada pada pakaian Yusuf."
Akhirnya, pakaian itu berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain.
Kemudian seorang penengah dari keluarganya mengamati pakaian itu, lalu
ia mendapatinya dalam keadaan robek dari belakang. Selanjutnya, kepala
menteri itu pun melihatnya dan ia juga mendapatinya dalam keadaan robek
dari belakang. Maka secara otomatis tuduhan itu dibalikkan pada si
istri. Allah SWT menceritakan peristiwa ini dalam firman-Nya: "Dan
seorang saksi keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: 'Jika baju
gamisnya itu koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk
orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka
wanita itulah yang berdusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.'
Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf terkoyak di
belakang berkatalah ia: 'Sesungguhnya (kejadian) itu adalah tipu daya
kamu, Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.'"
Ketika si suami memastikan pengkhianatan istrinya, ia tampak
tenang-tenang saja dan tidak menunjukkan emosi yang berlebihan, bahkan
ia tidak berteriak dan tidak marah. Aturan kelompok terpandang saat itu
memaksanya untuk menyikapi suatu persoalan dengan penuh ketenangan dan
kelembutan. Ia berkata: "Sesungguhnya ini adalah bagian dari tipu daya
kalian, hai para wanita." Ia menisbatkan apa yang dilakukan oleh
istrinya kepada tipu daya yang umumnya dikerjakan oleh para wanita. Ia
menegaskan bahwa tipu daya perempuan umumnya sangat besar (berbahaya).
Kemudian ia menoleh pada Yusuf sambil berkata: "Hai Yusuf berpalinglah
dari masalah ini. Lupakanlah masalah ini dan janganlah engkau terlalu
peduli dengannya serta jangan pula engkau menceritakannya. Inilah yang
penting, yaitu menjaga hal-hal yang telah terjadi. Kami tidak ingin
masalah ini akan mencuat ke permukaan."
Kemudian si suami merasa bahwa ia belum mengatakan sesuatu pun kepada
istrinya selain pernyataannya yang berhubungan dengan tipu daya kaum
wanita secara umum. Ia ingin berkata kepada istrinya tentang sesuatu
yang khusus. Ia berusaha untuk bersikap keras pada istrinya tetapi
kekerasan itu berakhir dengan kelembutan yang terwujud dalam ucapannya:
"Dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu
sesunguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah. "
Setelah pernyataan yang pertama dan nasihat yang terakhir, si suami
mengakhiri masalah tersebut, lalu Yusuf pun pergi. Tuan rumah itu tidak
meminta perincian atau kronologis peristiwa yang terjadi antara istrinya
dan pemuda yang mengabdi padanya. Yang ia minta adalah agar pembicaraan
ini ditutup sampai di sini saja. Tetapi masalah ini sendiri meskipun
terjadi di kalangan masyarakat yang terpandang tidak dapat begitu saja
di tutup. Alhasil, masalah tersebut akhirnya tersebar kemana-mana.
Peristiwa itu tersebar dari satu istana ke istana-istana penguasa saat
itu. Kemudian wanita-wanita yang tinggal di istana itu mulai ramai-ramai
menjadikannya sebagai bahan cerita. Kemudian masalah itu pun tersebar
di penjuru kota:
"Dan wanita-wanita di kota berkata: 'Istri al-Aziz menggoda bujangnya
untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada
bujangan itu adalah sangat mendalam, Sesungguhnya kami memandangnya
dalam kesesatan yang nyata. " (QS. Yusuf: 30)
Di sini kita mengetahui bahwa yang dimaksud wanita dalam kasus roman itu
adalah istri dari al-Aziz dan bahwa laki-laki itu yang membeli Yusuf
dari Mesir itu adalah seorang menteri di Mesir, yakni seorang pembesar
atau tokoh atau ketua dari para menteri. Barangkali ketika membeli
Yusuf, ia masih menjadi menteri biasa lalu setelah itu ia naik jabatan.
Dan sekarang ia menjadi kepala menteri di Mesir.
Akhirnya berita tersebut berpindah dari satu mulut ke mulut yang lain,
dan dari satu rumah ke rumah yang lain sehingga sampailah berita itu ke
telinga istri al-Aziz. Barangkali dikatakan kepadanya: "Penduduk kota
banyak yang membicarakan kisah romantismu." la berkata: "Kisah
romantisku dengan siapa?" Dikatakan padanya: "Dengan Yusuf." Ia berkata:
"Aku memang tidak dapat memungkiri bahwa aku mencintainya." Dikatakan
kepadanya: "Semua istri menteri membicarakan tentang kecenderunganmu
padanya." Ia berkata: "Apa yang mereka katakan?" Dikatakan kepadanya:
"Sunguh engkau berada di dalam kesesatan yang nyata." Ia berkata mulai
tampak emosinya: "Kesesatan apa? Siapa yang mengatakan bahwa aku
tersesat. Tidakkah wanita-wanita itu pernah melihat bagaimana si Yusuf?
Apakah mereka mengetahui daya tariknya? Siapa mereka itu yang mengatakan
demikian? Sebutkanlah padaku nama-nama wanita-wanita yang banyak bicara
itu."
Istri al-Aziz terdiam sebentar dan tampaknya ia sedang berpikir.
Kemudian ia telah menetapkan sesuatu dan memerintahkan untuk
mendatangkan parajuru masak. Akhirnya, para juru masak datang ke istana.
Ia memberitahu mereka bahwa ia akan menyiapkan suatu jamuan besar di
istana. Ia telah memilih berbagai macam hidangan dan minuman. Ia telah
memerintahkan agar diletakkan pisau-pisau yang tajam di sebelah
buah-buah apel yang dihidangkan, dan hendaklah juga diletakkan kain
putih di sebelah wadah atau piring-piring yang di situ diletakkan apel,
juga diletakkan bantal-bantal yang memang saat itu menjadi tradisi
masyarakat timur. Kemudian ia mengundang kaum hawa yang membicarakan
petualangan cintanya dengan Yusuf. Akhirnya, datanglah hari jamuan itu.
Wanita-wanita dari kalangan masyarakat elit segera berdatangan menuju ke
istana kepala menteri. Istri al-Aziz memanfaatkan acara itu sebagai
kesempatan emas untuk menunjukkan seorang pemuda yang paling tampan dan
paling mengagumkan.
Undangan tersebut dibatasi hanya di kalangan wanita sehingga mereka
lebih leluasa dan lebih bebas untuk mendengarkan cerita dan untuk
mengobrol. Mereka duduk dan besandar di atas bantal-bantal sambil makan
dan minum. Pesta jamuan itu terus berlangsung di mana dihidangkan di
atasnya makanan yang istimewa dan minuman yang dingin dan sangat
menyenangkan orang yang melihatnya.
Tempat pesta itu dipenuhi dengan berbagai macam komentar dan berbagai
macam canda tawa. Kami kira bahwa setiap wanita yang hadir di tempat itu
sengaja menahan lidahnya agar jangan sampai menyentuh kisah Yusuf.
Sebenarnya mereka semua mengetahui peristiwa yang terjadi antara Yusuf
dan wanita perdana menteri itu, tetapi mereka sengaja menyembunyikannya
seakan-akan mereka tidak mengetahuinya. Demikianlah aturan main yang
biasa dipegang oleh kalangan elit dari masyarakat saat itu. Namun, istri
al-Aziz, sebagai tuan rumah, justru mengguggah mereka dan ia justru
membuka persoalan tersebut: "Aku mendengar ada wanita-wanita yang
mengatakan bahwa aku jatuh cinta pada seorang pemuda yang bernama
Yusuf." Tiba-tiba keheningan yang menyelimuti meja makan itu runtuh dan
tangan-tangan para undangan nyaris lumpuh. Istri al-Aziz benar-benar
mencuri kesempatan itu. Ia bercerita sambil memerintahkan para
pembantunya untnk menghadirkan apel. "Aku mengakui bahwa memang Yusuf
seorang pemuda yang mengagumkan. Aku tidak mengingkari bahwa aku
benar-benar mencintainya, dan aku telah mencintainya sejak dahulu," kata
istri al-Aziz dengan nada serius. Kemudian wanita-wanita itu mulai
mengupas apel. Saat itu peradaban di Mesir telah mencapai puncak yang
jauh di mana gaya hidup niewah menghiasi istana-istana.
Pengakuan istri al-Aziz menciptakan suatu kedamaian umum di ruangan itu.
Jika istri al-Aziz saja mengakui bahwa ia memang jatuh cinta kepada
Yusuf, maka pada gilirannya mereka pun berhak untuk mencintainya.
Meskipun demikian, mereka mengisyaratkan bahwa seharusnya istri al-Aziz
tidak cenderung pada Yusuf justru sebaliknya, ia harus menjadi tempat
cinta. Seharusnya, ia yang dikejar oleh pria, bukan sebaliknya. Istri
al-Aziz mengangkat tangannya dan mengisyaratkan agar Yusuf masuk dalam
ruangan itu. Kemudian Yusuf masuk di ruang makan itu. Ia dipanggil oleh
majikannya kemudian ia pun datang. Kaum wanita masih mengupas buah, dan
belum lama Yusuf memasuki ruangan itu sehingga terjadilah apa yang
dibayangkan oleh istri al-Aziz.
Tamu-tamu wanita itu tiba-tiba membisu. Sungguh mereka tercengang ketika
menyaksikan wajah yang bercahaya yang menampakkan ketampanan yang luar
biasa, ketampanan malaikat. Wanita-wanita itu pun terdiam dan mereka
bertakbir, dan pada saat yang sama mereka terus memotong buah yang ada
di tangan mereka dengan pisau. Semua pandangan tertuju hanya kepada
Yusuf dan tak seorang pun di antara wanita itu melihat buah yang ada di
tangannya. Akhirnya, wanita-wanita itu justru memotong tangannya sendiri
namun mereka tidak lagi merasakannya. Sungguh kehadiran Yusuf di tempat
itu sangat mengagumkan mereka sampai pada batas mereka tidak merasakan
rasa sakit dan keluarnya darah dari tangan mereka.
Salah seorang wanita berkata dengan suara yang pelan: "Subhanallah (Maha
Suci Allah)." Wanita yang lain berkata dengan suara lembut yang
menampakkan keheranan: "Ini bukan manusia biasa." Sedangkan wanita yang
ketiga berkata: "Ini tiada lain adalah seorang malaikat yang mulia."
Tiba-tiba istri al-Aziz berdiri dan berkata: "Inilah dia orang yang
kalian cela aku karena daya tariknya. Memang tidak aku pungkiri bahwa
aku pernah merayunya dan menggodanya untuk diriku. Di hadapan kalian ada
handuk-handuk putih untuk membalut luka. Sungguh kalian telah dikuasai
oleh Yusuf, maka lihatlah apa yang terjadi pada tangan-tangan kalian."
Akhirnya, pandangan mereka sekarang berpindah dari Yusuf ke jari-jari
mereka yang terpotong oleh pisau yang tajam di mana mereka tidak lagi
merasakannya.
Kami kira Yusuf melihat atau memandang ke arah bawah (tanah),
atau mengarahkan pandangannya ke depannya tanpa ada maksud tertentu,
tetapi ketika disebut ada darah yang keluar di sekitar tempat jamuan
itu, maka ia pun melihat ke arah tempat jamuan itu. Yusuf dikagetkan
dengan adanya darah yang mengalir di sekitar buah apel yang keluar dari
jari-jari wanita itu. Yusuf segera mendatangkan perban dan air seperti
biasa yang dilakukan pemuda yang bekerja di istana. Kami kira bahwa
istri al-Aziz berkata saat Yusuf memerban luka yang diderita oleh para
wanita: "Sungguh aku telah menggodanya namun ia mampu menahan dirinya.
Jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia
akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina."
Kami kira Yusuf tidak menghiraukan ucapannya dan tidak mengomentarinya.
Beliau adalah seorang Nabi, tetapi tragedi wanita tersebut adalah bahwa
ia mencintai seorang nabi. Kami kira juga bahwa wanita-wanita itu
menggodanya pada saat meraka hadir di tempat jamuan. Salah seorang yang
sangat cantik berkata kepada Yusuf saat beliau membalut lukanya:
"Sungguh sekadar engkau memandang tanganku hai Yusuf, itu sudah cukup
bagiku untuk mengobati jariku yang terpotong." Atau ada wanita lagi yang
mengatakan padanya: "Yusuf, tidakkah engkau menginginkan seorang
perempuan yang akan membersihkan sepatumu dan akan mencuci pakaianmu dan
yang akan mengabdi kepadamu."
Barangkali wanita-wanita yang hadir di pesta jamuan itu memiliki
berbagai macam cara untuk menggoda. Mungkin sebagian mereka menggunakan
senjata mata atau senjata bulu mata atau senjata fisik untuk
mendapatkan Yusuf. Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi
di tempat jamuan itu. Biarkanlah daya khayal kita menggembara dan
menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Tampak bahwa berbagai godaan
ditujukan pada Yusuf dari wanita-wanita yang hadir dan diundang di acara
itu. Yusuf berdiri di tengah-tengah ujian yang berat ini dengan penuh
keheranan:
"Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.'" (QS. Yusuf: 33)
Semua wanita-wanita yang ikut serta dalam undangan tersebut mencoba
untuk menundukkan Yusuf dengan menggunakan lirikan, gerakan-gerakan
tertentu, atau isyarat atau dengan bahasa yang jelas. Yusuf memohon
pertolongan Allah SWT agar ia diselamatkan dari tipu daya mereka. Ia
berdoa kepada Allah SWT sebagai seorang manusia yang mengenal
kemanusiaanya dan tidak terpedaya dengan kemaksumannya dan kenabiannya.
Ia berdoa kepada Allah SWT agar memalingkan tipu daya mereka darinya
sehingga ia tidak cenderung kepada mereka dan kemudian menjadi orang
yang bodoh. Allah SWT mengabulkan doanya. Kemudian tangan-tangan yang
terputus mulai merasakan kesakitan, dan Yusuf meninggalkan ruang makan
itu. Setiap wanita sibuk memerban lukanya dan masing-masing mereka
berpikir tentang alasan apa yang akan mereka sampaikan ketika suami
mereka bertanya tentang tangan mereka yang terpotong itu? Dan, di mana
peristiwa itu terjadi?
Allah SWT menceritakan jamuan yang besar itu dalam firman-Nya:
"Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka,
diundanglah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tern-pat
duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk
memotong jamuan) kemudian dia berkata (kepada Yusuf): 'Keluarlah
(nampakanlah dirimu) kepada mereka.' Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum akan keelokan rupanya, dan mereka melukai
(jari) tangannya dan berkata: 'Maha sempurna Allah, ini bukanlah
manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.
Wanita itu berkata: 'Itulah dia orang yang kamu cela aku karena
(tertarik) kepadanya dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk
menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya
jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia
akan termasuk golongan orang-orang yang hina. Yusuf berkata: 'Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka
kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah
aku termasuk orang-orang yang bodoh.' Maka Tuhannya memperkenankan doa
Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Yusuf: 31-34)
Allah SWT berhasil memalingkan dan menyelamatkan Yusuf dari tipu daya
wanita itu. Akhirnya, wanita-wanita itu merasa putus asa untuk
mendapatkan Yusuf dan mendapatkan cinta darinya, sehingga mereka merasa
bahwa rasa cinta mereka kepada Yusuf adalah sesuatu keinginan yang
mustahil untuk diwujudkan. Keinginan-keinginan yang mustahil ini justru
membangkitkan ingatan mereka kepada Yusuf lebih daripada sebelumnya.
Wanita-wanita mulai membicarakan Yusuf: tentang pengaruhnya,
kewibawaannya, dan kemuliaannya. Mereka mulai menceritakan bagaimana
mereka memotong tangan mereka dengan pisau ketika melihat Yusuf.
Akhirnya, berita itu tersebar dari kelompok elit ke masyarakat bawah.
Manusia mulai membicarakan tentang sosok pemuda yang menolak keinginan
istri seorang ketua menteri, dan istri-istri dari para menteri memotong
tangan mereka karena merasa kagum dengannya. Seandainya kasus ini
diketahui secara terbatas di kalangan istana dan kamar-kamarnya yang
tertutup niscaya tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Tetapi
masalah ini kemudian menyebar kemana-mana sampai kelapisan masyarakat
yang paling bawah.
Di sinilah kewibawaan pemerintah dipertaruhkan dan menjadi pertimbangan.
Lalu, rezim yang berkuasa menangkap Yusuf. Yusuf dimasukkan dalam
penjara untuk niembungkam banyaknya gosip-gosip yang disampaikan
berkenaan dengan sikapnya serta sebagai cara untuk menutup cerita itu.
Yusuf telah berkata ketika wanita-wanita memanggilnya untuk melakukan
kesalahan bahwa penjara baginya lebih ringan dan lebih disukainya
daripada memenuhi ajakan mereka. Demikianlah Yusuf kemudian masuk ke
dalam penjara. Meskipun sebenarnya Yusuf bebas dari segala tuduhan, ia
tetap dimasukkan dalam penjara.
Kami tidak yakin bahwa istri al-Aziz adalah penyebab masuknya Yusuf ke
dalam penjara. Kami mengetahui bahwa penolakan tegasnya kepadanya
membangkitkan kesombongannya dan cukup menjatuhkan kemuliaannya tetapi
kami percaya bahwa wanita itu memang benar-benar mencintainya.
Barangkali masuknya Yusuf dalam penjara membuat suatau kondisi lain yang
mengubah hubungannya dengan Yusuf di mana ketika Yusuf jauh darinya,
makarasa rindunya dan rasa cintanya kepada Yusuf justru meningkat. Ia
berandai-andai seandainya Yusuf keluar dari penjara meskipun hal itu
tidak dapat diwujudkannya.
Dan barangkali bukti klaim kami yang mangisyaratkan perubahan cintanya
padanya dan ketulusannya dengan cinta itu adalah bahwa ia mengakui
benar-benar berusaha untuk berbuat buruk padanya tapi Yusuf menolak. Ia
melepaskan pengakuannya dengan ucapannya: "Agar dia (al-Aziz) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya."
Seakan-seakan keinginannya agar Yusuf tidak melupakannya lebih penting
daripada kedamaiannya bersama suaminya atau kedudukannya sebagai wanita
kedua di Mesir. Dan barangkali cintanya kepada Yusuf—saat ia tidak
ada—berbeda dalam kualitasnya dan kedalamannya daripada cintanya ketika
Yusuf masih muda belia yang mengabdi padanya di istana. Ketika mereka
berdua dipisahkan dengan jarak yang cukup jauh, dan wanita itu tercegah
dari melihatnya, maka timbullah rasa cinta yang menjadikannya tidak akan
menghianatinya meskipun Yusuf telah pergi jauh darinya. Betapa berat
penderitaan cinta manusiawi yang dialami istri al-Aziz. Masalahnya
adalah, bahwa ia memilih seseorang yang hatinya telah tenggelam dalam
lautan cinta Ilahi. Akhirnya, Yusuf masuk ke dalam penjara. Allah SWT
berfirman:
"Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda
(kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai
sewahtu-waktu." (QS. Yusuf: 35)
Mereka telah menetapkan suatu keputusan meskipun Yusuf sebenarnya
terlepas dari berbagai tuduhan, dan beliau menunjukkan bukti
kebenarannya. Meskipun demikian, mereka tetap memasukkan Yusuf dalam
penjara sampai waktu yang tidak ditetapkan. Pembicaraan seputar kisah
Yusuf pun menjadi padam dan api yang menyala di tengah-tengah manusia
menjadi suram. Ketika para menteri dan para pembesar tidak mampu menahan
kendali wanita-wanita mereka, namun mereka dengan mudah mampu untuk
memenjarakan seseorang yang tidak bersalah. Itu adalah pekerjaan mereka
yang mereka lakukan dengan gampang.
Demikianlah ayat Al-Qur'an menggambarkan secara singkat suatu suasana
istana secara keseluruhan. Yaitu suasana yang penuh dengan kekotoran dan
kerusakan internal. Suasana orang-orang yang bergaya aristokris, dan
suasana hukum yang mutlak. Penjara menjadi jalan keluar yang dipilih
oleh hukum yang mutlak. Seandainya kita memperhatikan keadaaan
masyarakat Mesir saat itu dan apa yang mereka sembah, maka kita akan
memahami mengapa kekuasaan mutlak diberlakukan saat itu. Orang-orang
Mesir menyembah tuhan-tuhan yang beraneka ragam. Mereka menyembah
sesembahan selain Allah SWT.
Kita telah mengetahui sebelumnya bagaimana kebebasan manusia terpasung
ketika mereka lebih memilih sembahan-sembahan selain Allah SWT. Dalam
kisah Nabi Yusuf kita melihat fenomena seperti itu. Meskipun beliau
sebagai seorang Nabi, beliau ditetapkan untuk ditahan dan dimasukkan
penjara, tanpa melalui penelitian dan tanpa melalui pengadilan. Kita di
hadapan suatu masyarakat yang menyembah berbagai macam tuhan dan
kemudian mereka dikuasai dan dipimpin oleh multi tuhan. Oleh karena itu,
tidak sulit bagi mereka untuk menahan orang yang tidak berdosa, bahkan
barangkali sulit bagi mereka melakukan sesuatu selain itu.
Yusuf masuk dalam penjara dalam keadaan memiliki hati yang kokoh. Dalam
keadaan tenang beliau berada dalam penjara. Beliau tidak menampakkan
kesedihan, namun sebaliknya. Beliau berhasil melalui ujian dari istri
al-Aziz, dari pertanyaan-pertanyaan para menteri, dari keusilan para
dukun, dan dari pembicaraan para pembantu. Bagi Yusuf, penjara adalah
suatu tempat yang damai di mana di dalamnya ia mampu menenangkan dirinya
dan berpikir tentang Tuhannya. Nabi Yusuf memanfaatkan kesempatannya di
penjara untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Di dalam penjara, beliau
mendapati orang-orang yang tidak berdosa yang juga dimasukkan di
dalamnya. Ketika manusia mendapatkan perlakuan lalim dari sebagian
manusia yang lain, maka hati mereka akan lebih mudah untuk mendengarkan
kebenaran dan menerima hidayah. Memang hati orang-orang yang menderita
dan teraniaya lebih terbuka untuk memenuhi panggilan Allah SWT.
Yusuf bercerita kepada manusia tentang rahmat Sang Pencipta,
kebesaran-Nya, dan kasih sayang-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya. Yusuf
bertanya kepada mereka: "Mana yang lebih baik, apakah akal harus
dikalahkan dan manusia menyembah tuhan yang bermacam-macam atau, akal
dimenangkan dan manusia menyembah Tuhan Pengatur alam Yang Maha Besar."
Yusuf menyampaikan argumentasi-argumentasi yang kuat melalui
pertanyaan-pertanyaannya yang disampaikan dengan ketenangan dan
kedamaian. Beliau berdialog dengan mereka secara sehat dan dengan
pikiran yang jernih serta dengan niat yang tulus.
Kemudian masuklah bersama beliau dua orang pemuda ke dalam penjara.
Salah seorang di antara mereka adalah pimpinan petugas pembuat rod yang
biasa bekerja di tempat raja, sedangkan yang lain pimpinan petugas
pemberi minuman keras (khamer) yang biasa diminum oleh raja. Tukang roti
itu menyaksikan dalam mimpinya bahwa ia berdiri di satu tempat dengan
membawa roti di atas kepalanya yang kemudian dimakan oleh burung yang
terbang, sementara orang yang memberikan minum para raja juga bermimpi,
dan melihat dalam mimpinya bahwa ia memberikan minum khamer kepada raja.
Kedua orang itu pergi kepada Yusuf dan masing-masing mereka menceritakan
mimpinya kepadanya serta meminta kepada beliau untuk menakwilkan atau
menafsirkan apa yang mereka lihat. Yusuf menggunakan kesempatan itu
baik-baik dan kemudian ia berdoa kepada Allah SWT. Kemudian beliau
memberitahu tukang roti itu, bahwa ia akan disalib dan akan mati, adapun
pemberi minum raja, maka dia akan keluar dari penjara dan akan kembali
bekerja di tempat raja. Yusuf berkata kepada pemberi minum itu: "Jika
engkau pergi ke raja, maka jangan lupa menceritakan keadaanku padanya.
Katakan kepadanya bahwa di sana terdapat seorang yang ditahan dalam
keadaan teraniaya yang bernama Yusuf.
Akhirnya apa yang diceritakan oleh Nabi Yusuf benar-benar terjadi.
Tukang roti itu pun terbunuh sedangkan orang yang biasa memberi minum
raja itu dimaafkan dan kembali ke istana tetapi ia lupa untuk
menceritakan pesan Yusuf kepada raja. Setan telah melupakannya sehingga
ia lupa untuk menyebut nama Yusuf di depan raja. Yusuf pun tinggal di
dalam penjara selama beberapa tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda.
Berkatalah salah seorang di antara keduanya: 'Sesungguhnya aku bermimpi
bahwa aku akan memeras anggur. Dan yang lainnya berkata: 'Sesungguhnya
aku bermimpi bahwa, aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya
dimakan burung.' Berikanlah kepada kami ta'birnya: Sesungguhnya kami
memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (menakwilkan mimpi).
Yusuf berkata: 'Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan
diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan
itu sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah
sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku
telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah,
sedang mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikut agama
bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak, dan Yakub. Tidaklah patut bagi kami
(para nabi) mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah Yang demikian itu
adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya);
tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri(Nya). Hai kedua penghuni
penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Kamu tidak menyembah yang selain
Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek-nenek
moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun
tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia
memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. Yusuf:
36-40)
Setelah dakwah yang sangat dalam ini dan setelah Yusuf mengemukakan
argumentasinya kepada orang-orang yang bertanya, beliau mulai
menafsirkan mimpi yang mereka lihat:
"Hai kedua penghuni penjara, adapun salah searang diantara kamu berdua,
akan memberi minum tuannya dengan khamer; adapun yang seorang lagi, maka
ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah
diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku). Dan Yusuf
berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka
berdua: 'Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.' Maka setan menjadikan
dia lupa mene-rangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu
tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. " (QS. Yusuf:
41-42)
Coba Anda perhatikan bagaimana Al-Qur'an menceritakan hal ini. Yusuf
tidak menentukan kapan hal tersebut akan terjadi pada kedua orang itu,
baik mereka yang bernasib baik atau pun mereka yang bernasib buruk. Ini
adalah salah satu bentuk kasih sayang dan kelembutan beliau kepada
mereka. Namun mereka memahami tujuan beliau ketika memutuskan suatu
perkara kepada mereka dan mengatakan kepada yang lain bahwa ia akan
bebas.
Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan bahwa takwil itu telah terwujud
dan bahwa perkara itu telah terlaksana sebagaimana telah ditakwilkan
oleh Yusuf. Di sini terdapat celah yang dapat digunakan oleh daya khayal
bahwa semua ini telah terjadi. Kemudian orang yang selamat itu keluar
dari penjara dan menuju ke istana. Ia pun kembali menuangkan minuman
kepada raja. Seharusnya ia menceritakan pesan Yusuf yang telah
memberitahukan kepadanya bahwa ia akan selamat namun pesan Nabi Yusuf
tersebut benar-benar dilupakannya atau benar-benar hilang dari
ingatannya. Ia lupa bagaimana Nabi Yusuf menakwilkan mimpinya dan
bagaimana Nabi Yusuf berdakwah di jalan Allah SWT. Kemewahan istana raja
dan kesibukannya dalam melayani raja atau tuannya membuatnya lupa untuk
menyampaikan pesan Nabi Yusuf. Setan pun turut serta dalam
melupakannya. Akhirnya, Nabi Yusuf tetap tinggal di penjara untuk
beberapa tahun. Nabi Yusuf menghadapi ujian itu dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan serta tidak berputus asa dan ridha akan keputusan Allah
SWT.
Marilah kita berpindah dari penjara ke kamar raja. Si raja tertidur dan
bermimpi. Ia melihat dirinya berdiri di tepi Sungai Nil. Air sungai Nil
turun di depan matanya. Air Sungai Nil tenggelam dan habis sehingga
sungai itu menjadi tumpukan tanah yang kosong dari air. Kemudian
ikan-ikan melompat-lompat sehingga tersembunyi dalam tanah sungai. Lalu
keluarlah dari sungai itu tujuh sapi yang gemuk dan keluar juga tujuh
sapi yang kurus. Sapi-sapi yang kurus itu malah menyerang sapi-sapi yang
gemuk. Sapi-sapi yang kurus itu anehnya berubah menjadi
binatang-binatang buas yang melahap sapi-sapi yang gemuk. Dalam mimpinya
itu, raja berdiri dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan
menakutkan itu. la menyaksikan teriakan-teriakan sapi-sapi yang gemuk
itu saat dimakan oleh sapi-sapi yang kurus.
Kemudian timbullah di atas tepi Sungai Nil tujuh tangkai hijau dan tujuh
tangkai hijau itu tenggelam dalam tanah. Dan muncullah di tanah yang
sama tujuh tangkai yang kering. Tiba-tiba raja bangun dari tidurnya
dalam keadaan takut. Raja menceritakan mimpinya kepada para peramal,
para dukun, dan para menterinya. Ia meminta kepada mereka untuk
menafsirkannya. Seorang peramal berkata: "Ini adalah hal yang cukup
aneh, bagaimana sapi-sapi kurus dapat memakan sapi-sapi yang gemuk? Saya
kira ini adalah kembang mimpi yang tidak ada artinya." Kemudian para
ahli mimpi dan para penakwil mimpi dan mereka yang ada di sekitar raja
bersepakat bahwa mimpi si raja tidak memiliki makna yang khusus, atau ia
hanya sekadar kembang tidur yang tidak ada artinya.
Berita tentang mimpi raja itu sampai di telinga orang yang memberi minum
raja. Pikirannya berguncang ketika mendengar mimpi raja itu. Ia mulai
mengingat-ingat mimpi yang dilihatnya di penjara. Ia mengingat,
bagaimana Yusuf menakwilkan mimpinya. Ia segera menuju ke tempat raja
dan menceritakan kepadanya peristiwa yang dialaminya bersama Yusuf. Ia
berkata kepada raja: "Sesungguhnya hanya Yusuf satu-satunya yang mampu
menafsirkan mimpimu. Sebenarnya ia telah berpesan kepadaku agar aku
menyebut keadaaannya di depanmu tetapi terus terang, aku lupa
menyampaikan pesannya." Kemudian raja mengutus orang itu ke penjara
untuk menemui Yusuf dan bertanya kepadanya perihal mimpinya. Allah SWT
berfirman:
"Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): 'Sesungguhnya
aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan
oleh sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau
dan tujuh bulir lainya yang kering. Hai orang-orang yang termuka,
terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat
menakwilkan mimpiku. Mereka menjawab: 'Itu adalah mimpi-mimpi yang
kosong dan kami sekali-kali tidak tahu takwil mimpi itu.' Dan berkatalah
orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf)
sesudah beberapa waktu lamanya: 'Aku akan memberitahukan kepadamu
tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu, maka utuslah aku
(kepadanya).' (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru):
'Yusuf, hat orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang
tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor
sapi yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh)
lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu agar mereka
mengetahuinya.'" (QS. Yusuf: 43-46)
Kamar raja menjadi gelap, sementara itu layar penjara menjadi terang.
Yusuf tampak berada dalam penjaranya. Seorang pemberi minum raja datang
padanya. Raja membutuhkan pendapatnya dan Allah SWT akan memenangkan
urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tidak menyadari. Utusan raja itu
menanyakan tentang tafsir mimpi si raja. Yusuf tidak mensyaratkan
kepadanya bahwa ia harus dikeluarkan dari penjara sebagai imbalan dari
usahanya dalam menafsirkan mimpinya. Yusuf tidak tidak mengatakan
apa-apa selain ia berusaha untuk menafsirkan mimpi raja. Demikianlah
sikap seorang nabi ketika manusia datang padanya untuk meminta
pertolongan meskipun mereka berbuat lalim kepadanya. Yusuf berkata
kepada pemberi minum raja itu:
"Yusuf berkata: 'Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana
biasa;, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya
kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh
tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun yang sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum)
yang akan kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang
manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras
anggur." (QS. Yusuf: 47-49)
Yusuf menjelaskan kepada utusan raja bahwa negeri Mesir akan mengalami
masa-masa yang subur selama tujuh tahun di mana saat itu tanaman-tanaman
akan tumbuh segar, dan hendaklah orang-orang Mesir tidak melampaui
batas dalam memanfaatkan musim subur ini karena setelah itu akan disusul
dengan tujuh tahun paceklik. Pada musim itu, apa saja yang disimpan
oleh penduduk Mesir akan habis. Oleh karena itu, cara yang terbaik untuk
menyimpan hasil tanaman mereka adalah, hendaklah mereka membiarkannya
di tangkai-tangkainya agar ia tidak rusak atau terkena hama atau dapat
berubah karena cuaca.
Demikian takwil mimpi raja tersebut terkuak. Yusuf justru menambahkan
pembicaraan tentang keadaan suatu tahun yang belum pernah dimimpikan
oleh raja. Yaitu tahun yang penuh dengan kebahagiaan. Tahun di mana
manusia mendapatkan karunia dengan banyaknya tanaman-tanaman yang tumbuh
dan melimpahnya air serta tumbuhnya anggur-anggur yang mereka tanam
sehingga mereka memeras darinya khamer. Juga tumbuh pohon zaitun yang
mereka tanam yang mereka memeras darinya minyak zaitun. Tahun ini tidak
terdapat dalam mimpi raja. Ini adalah ilmu khusus yang diperoleh Nabi
Yusuf. Yusuf menyampaikannya kepada pemberi minum raja itu dan memesan
kepadanya agar bagian ini pun juga dikemukakan kepada raja dan
masyarakat. Akhirnya, pemberi minum itu kembali ke raja dan menceritakan
semua yang didengarnya dari Yusuf. Raja menjadi terheran-heran dengan
apa yang didengarnya. Ia kemudian berkata: "Siapa gerangan orang yang
dipenjara ini. Sungguh luar biasa. Ia menceritakan hal-hal yang akan
terjadi, bahkan lebih dari itu ia memberikan cara-cara untuk mengatasi
persoalan yang akan terjadi itu tanpa meminta upah atau balasan atau
agar ia dibebaskan dari penjara."
Kemudian raja mengeluarkan perintah agar Yusuf dibebaskan dari penjara
dan dihadirkan padanya. Lalu utusan raja pergi ke penjara. Utusan ini
bukan utusan yang pertama, yaitu si pemberi minum raja. Ia adalah
seseorang yang memiliki jabatan penting. Kemungkinan besar ia adalah
salah seorang menteri. Ia pergi untuk menemui Yusuf di penjara. Ia
meminta kepada Yusuf agar keluar dari penjara guna menemui raja. Raja
menginginkan agar ia segera menjumpainya.
Ternyata Yusuf menolak untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan
yang ditujukan kepadanya dicabut. Tampak bahwa mereka menuduhnya
terlibat dalam kasus pemotongan tangan para wanita. Mungkin mereka
berkata: "Yusuf ingin berbuat aniaya terhadap wanita-wanita itu, lalu
kaum wanita ingin mempertahankan diri mereka dengan cara memotong tangan
mereka dengan pisau." Alhasil, boleh jadi mereka menggunakan berbagai
macam kebohongan yang sulit diterima, tetapi sebagaimana kita ketahui
segala hal sah-sah saja dan boleh saja jika dilakukan oleh orang-orang
yang hidup di istana karena hukum yang dipakai di sana adalah hukum yang
mutlak. Yusuf tidak mau keluar dari penjara itu kecuali bila ditetapkan
bahwa beliau terlepas dari segala tuduhan:
"Raja berkata: 'Bawalah dia kepadaku.' Maka tatkala utusan itu datang
kepada Yusuf, berkalalah Yusuf: 'Kembalilah kepada tuanmu dan
tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai
tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka.'"
(QS. Yusuf: 50)
Utusan itu kembali kepada raja. Raja berteriak ketika melihatnya
sendirian: "Di mana Yusuf?" Utusan raja berkata: "Ia masih di penjara."
Raja bangkit dari tempat duduknya lalu berkata: "Bukankah aku
memerintahkanmu untuk menghadirkannya?" Utusan raja berkata: "Ia menolak
untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan yang dialamatkan
kepadanya dicabut. Paduka yang mulia bertanggung jawab dalam
menyelesaikan kasusnya bersama wanita-wanita di istana yang telah
memotong tangan mereka." Raja berkata: "Kalau begitu, panggilah semua
istri-istri menteri dan hadirkanlah istri al-Aziz. Saya minta semua
hadir."
Raja merasa bahwa Yusuf menghadapi suatu perosalan di mana ia tidak
mengetahui secara pasti titik terangnya. Barangkali raja mendengar
berbagai macam gosip dan desas-desus yang biasa terjadi di kalangan para
menterinya dan kisah yang melibatkan istri ketua menterinya dan Yusuf,
tetapi raja itu tidak begitu peduli dengan apa yang didengarnya. Sebab
cerita-cerita semacam ini sudah menjadi hal yang biasa dan sering
terjadi di dunia istana yang glamor. Akhirnya, istri al-Aziz dan semua
wanita yang pernah dijamunya hadir di depan raja. Raja bertanya:
"Bagaimana cerita Yusuf yang sebenarnya? Apa yang kalian ketahui
tentangnya? Apa benar ia terlibat dalam skandal seks?
Salah seorang perempuan memotong pembicaraan raja dan berkata: "Demi
Allah, kami tidak mengetahui bahwa ia melakukan suatu keburukan." Wanita
yang lain berkata: "Yusuf adalah seorang yang suci bagaikan seorang
malaikat." Kemudian pandangan tertuju kepada istri al-Aziz yang tampak
pucat. Ia menampakkan kerinduan untuk melihat wajah Yusuf. Ia mengaku
bahwa ia telah berbohong dan Yusuf adalah orang-orang yang benar. Ia
benar-benar telah menggoda Yusuf namun Yusuf menolak. Ia menegaskan
bahwa ia benar-benar mengatakan yang sesungguhnya, bukan karena takut
kepada raja dan juga wanita-wanita yang lain. Pikirannya masih berputar
sekitar Yusuf. Akhirnya, Yusuf dibebaskan dari berbagai tuduhan. Allah
SWT menceritakan proses pengadilan ini dan pengusutan ini dalam
firman-Nya:
"Raja berkata: (kepada wanita-wanita itu): 'Bagaimana keadaanmu ketika
kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada-mu) ? Mereka
berkata: Maha sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu heburukan
darinya. Berkata istri al-Aziz: 'Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah
yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya
dia termasuk orang-orang yang benar.' Yusuf berkata: 'Yang demikian itu
agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat
kepadanya di belakangnya, dan bahwasannya Allah tidak meridhai tipu daya
orang-orang yang berkhianat. " (QS. Yusuf: 51-52)
Al-Qur'an al-Karim menceritakan kepada kita proses pengakuan istri
al-Aziz dengan menggunakan lafal-lafal insipiratif yang mengisyaratkan
adanya luapan emosi dan perasaan yang dalam: "Akulah yang menggodanya
untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang benar. " Itu adalah suatu penyaksian yang utuh dari
wanita tersebut tentang dosanya serta kesucian dan kejujuran Yusuf.
Suatu kesaksian yang tidak didorong oleh rasa takut atau rasa khawatir
atau apa pun lainnya.
Konteks Al-Qur'an mengungkapkan faktor yang lebih dalam dari semua ini.
Yaitu keinginan wanita itu agar pria yang telah mencela kesombongan
feminisnya tetap menghormatinya. Ia tidak ingin pria itu terus
merendahkannya sebagai wanita yang salah. Ia ingin meluruskan pikiran
lelaki tentang dirinya. "Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya." Aku
tidak seburuk yang dibayangkannya. Barangkali ia mulai menangis ketika
berkata:
"Dan aku tidak membebashan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampunan lagi Maha
Penyayang. " (QS. Yusuf: 53)
Melalui perenungan ayat-ayat tersebut, kita dapat mengetahui bahwa istri
al-Aziz mengikuti agama Nabi Yusuf. Ia mengikuti agama tauhid.
Penahanan Yusuf telah membuat perubahan drastis dalam hidupnya. Ia
beriman kepada Tuhannya dan memeluk agama Yusuf. Ia mencintai Yusuf
meskipun beliaujauh dan tidak bertemu dengannya.
"Dan raja berkata: 'Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai
orang yang tepat bagiku.' Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan
dia, dia berkata: 'Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang
yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.' Berkatalah
Yusuf: 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.' Dan demikian
Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju kemana saja yang ia kehendaki di bund Mesir itu.
Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa saja yang Kami kehendaki dan
Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
beriman dan bertakwa." (QS. Yusuf: 54-57)
Setelah itu, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan kisah istri al-Aziz
secara penuh. Al-Qur'an malah berpindah ke kisah yang lain sehingga kita
tidak mengetahui urusannya ketika ia mengakui kejahatannya lalu
dibarengi dengan pernyataan keimanannya terhadap agama Nabi Yusuf.
Berkenaaan dengan wanita itu, terdapat banyak dongeng palsu dan bohong.
Ada yang mengatakan bahwa suaminya mati lalu ia menikah dengan Yusuf.
Kemudian diketahui bahwa ia masih perawan. Ia mengaku bahwa suaminya
adalah seorang tua yang tidak suka mendekati wanita. Ada yang mengatakan
bahwa matanya menjadi buta karena saking seringnya ia menangis
terhadap Yusuf, lalu ia keluar dari istana dan tersesat di jalan-jalan
kota. Ketika Yusuf menjadi pembesar di istana, wanita itu berteriak
dengan penuh kesakitan dan penyesalan sambil berkata: "Maha Suci Allah
yang menjadikan seorang raja budak karena kemaksiatannya dan menjadikan
budak raja karena ketaatannya." Kemudian Yusuf bertanya: "Suara siapa
itu? Dikatakan padanya: "Itu adalah istri al-Aziz yang keadaanya telah
berubah. Sebelumnya ia menjadi mulia dan kini menjadi hina." Kemudian
Yusuf memanggilnya dan bertanya kepadanya: "Apakah masih tersisa dalam
dirimu rasa cinta pada diriku?" Wanita itu menjawab: "Sungguh, memandang
wajahmu lebih aku cintai daripada dunia. Hai Yusuf, berikanlah padaku
ujung cemetimu." Lalu Yusuf memberikan kepadanya. Ia meletakkan di
dadanya. Yusuf melihat cemeti itu bergetar di tangannya dengan guncangan
yang sangat keras karena detak jantungnya yang kuat. Masih banyak
kebohongan-kebohongan lain dan dongeng-dongeng lain yang berkenaan
dengannya. Kisah-kisah yang disampaikan itu semua laksana drama romantis
yang berakhir pada kehancuran cinta.
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan akhir dari kehidupan wanita itu.
Al-Qur'an sengaja menutup kisahnya setelah ia bersaksi dan beriman
kepada Nabi Yusuf. Tentu di balik semua ini terdapat tujuan agamis. Pada
dasarnya, kisah itu adalah kisah Yusuf, bukan kisah wanita itu. Jadi,
yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah kisah Yusuf, bukan kisah istri
al-Aziz. Di balik semua ini juga terdapat tujuan seni yang tinggi.
Wanita itu muncul dalam kisah itu dan ia bersembunyi atau menghilang di
saat yang tepat. Ia bersembunyi ketika berada di puncak penderitaannya.
Raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai
orang yang tepat bagiku." Yusuf masuk menemui raja. Raja berbicara
dengannya dengan bahasanya dan Yusuf pun mampu menjawabnya. Raja
berbicara dengan bahasa kedua dan Yusuf pun menjawabnya dengan bahasa
Arab. Raja bertanya: "Bahasa apa ini?" Ini adalah bahasa Ismail, paman
ayahku, kata Yusuf. Kemudian Yusuf berbicara dengan raja dengan bahasa
Ibrani. Raja bertanya: "Bahasa apa ini?" Yusuf berkata: "Ini adalah
bahasa orang tuaku, Ibrahim, Ishak dan Yakub." Raja itu memang mampu
berbicara dengan lebih dari satu bahasa namun ia mendapati Yusuf justru
memiliki kemampuan berbahasa lebih tinggi darinya.
Raja kagum dengan wawasan luas yang dimiliki Nabi Yusuf dan kedalaman
ilmunya yang mengesankan. Kemudian pembicaraan menjalar pada masalah
mimpi. Yusuf menasihati raja agar memulai rencana yang tepat untuk
mengumpulkan makanan dan menyimpannya dalam rangka menghadapi
tahun-tahun penceklik. Yusuf memberikan pengertian kepada raja bahwa
kelaparan akan melanda Mesir dan kota-kota di sekitarnya. Oleh karena
itu, negeri Mesir harus siap-siap untuk menghadapi suasana yang sangat
sulit itu, demikian juga negeri-negeri di sekitarnya. Dari sini kita
memahami bahwa negeri Mesir memiliki kedudukan penting dalam percaturan
sejarah kuno. Raja bertanya tentang pelaksanaan rencana. Salah satu yang
dikatakannya sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Qurtubi:
"Seandainya penduduk Mesir dapat melaksanakan apa-apa yang berkenaan
dengan masalah ini. Tetapi sulit ditemukan di antara mereka orang-orang
yang jujur."
Raja mengisyaratkan pada kelompok yang berkuasa dan kelompok-kelompok
lain di sekitarnya bahwa untuk mendapat kejujuran pada kelompok yang
bergaya hidup mewah tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Setelah
pengakuan raja kepada Yusuf tentang hakikat ini, Yusuf berkata: "Kalau
begitu, jadikanlah aku sebagai pengawas atas kekayaan bumi. Aku adalah
seorang pengawas yang sangat teliti dan berpengetahuan." Tentu dalam
pernyataan tersebut, Yusuf tidak menginginkan keuntungan pribadi.
Sebaliknya, Yusuf memikul amanat untuk memberikan makan bagi masyarakat
yang lapar selama tujuh tahun. Yaitu, masyarakat yang seandainya mereka
lapar, maka penguasanya dapat mempermainkan mereka. Dalam masalah ini,
sebenarnya terdapat pengorbanan Nabi Yusuf.
Konteks Al-Qur'an tidak menetapkan bahwa raja setuju. Seakan-akan
Al-Qur'an al-Karim mengatakan bahwa permintaan tersebut mengandung
persetujuan sebagai bentuk penambahan penghormatan kepada Yusuf dan
menunjukkan kedudukannya di sisi raja. Jadi, jawaban raja atas
permintaan Yusuf tidak disebutkan. Akhirnya, kita memahami bahwa Yusuf
kemudian berada di tempat yang diusulkannya. Demikianlah Allah SWT
memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir. Ia menjadi orang yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan kekayaan Mesir dan
perekonomiannya. Beliau menjadi ketua para menteri besar. Barangkali
sesuai dengan tradisi saat itu, beliau mendapat dua tugas sekaligus:
tugas sebagai kepala pemerintahan dan kepala urusan logistik.
Konteks Al-Qur'an tidak memberitahukan kepada kita tindakan-tindakan
Nabi Yusuf di Mesir. Kita hanya mengetahui bahwa beliau adalah seorang
yang bijaksana dan sangat mengerti berbagai persoalan. Kita mengetahui
bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya dan jujur. Oleh karena itu,
selama Nabi Yusuf duduk di kursi pemerintahan, maka perekonomian Mesir
tidak perlu dikhawatirkan. Kemudian roda zaman berputar. Tahun-tahun
kejayaan dan kesenangan berlalu dengan cepat, dan datanglah tahun-tahun
kelaparan. Di sini konteks Al-Qur'an tidak menyebutkan keadaan raja dan
para menteri. Seakan-akan masalah hanya terfokus pada Yusuf.
Al-Qur'an tidak menyebutkan kepada kita bahwa kelaparan telah dimulai.
Ia tidak menggambarkan kepada kita proses permulaan musim kelaparan itu.
Kitab suci itu justru membentangkan suatu peristiwa yang dialami
saudara-saudara Yusuf di mana mereka datang dari Palestina untuk membeli
makanan di Mesir. Yaitu makanan yang saat itu dibagi dengan sistem yang
menyerupai sistem distribusi. Penggunaan sistem tersebut menunjukkan
bahwa mereka berada dalam puncak peradabannya. Yusuf ingin membandingkan
antara kebutuhan orang-orang yang memerlukan dan persediaan makanan
yang akan digunakan di masa yang lama. Oleh karena itu, tidak setiap
orang yang memiliki daya beli tinggi berkesempatan membeli barang-barang
yang ingin disimpannya sehingga orang-orang yang lain akan mati
kelaparan. Ada yang mengatakan bahwa beliau memberi pada setiap
orang—pada satu masa—seberat muatan onta. Sementara itu, saudara-saudara
Yusuf datang dari gurun. Mereka datang guna membeli makanan dari Mesir.
Dalam peribahasa Mesir dikatakan: "Seandainya Mesir kenyang dan dunia
lapar, maka Mesir akan mengenyangkannya tetapi kalau Mesir lapar, maka
dunia tidak akan mengenyangkannya."
Kini saudara-saudara Yusuf yang telah menceburkannya ke dalam sumur
telah datang. Anak-anak Nabi Yakub datang dan berbaris dalam rombongan
orang-orang yang membutuhkan. Yusuf duduk di atas singgsana Mesir
sebagai seorang penguasa yang memerintah dan melarang. Yusuf bergegas
untuk menjamin kelangsungan kehidupan manusia. Beliau dikelilingi oleh
para menterinya, orang-orang penting, dan para tentara. Nabi Yusuf
segera mengenali saudara-saudaranya, sedangkan mereka tidak
mengenalinya. Mereka telah terpisahkan cukup lama dengan Yusuf di mana
keadaaan sangat menyusahkan mereka sehingga mereka datang dari Palestina
untuk mencari makan di Mesir.
Terjadilah dialog antara Yusuf dan saudara-saudaranya tanpa mereka
mengetahui identitas Yusuf. Saudara-saudara Yusuf itu berjumlah sepuluh
orang, namun mereka membawa sebelas unta. Yusuf bertanya kepada
mereka—melalui—salah seorang penerjemah—agar beliau tidak berbicara
dengan mereka dengan bahasa mereka, yaitu bahasa Ibrani: "Undang-undang
kita memutuskan untuk memberikan makanan pada setiap orang sesuai dengan
kemampuan unta mengangkut makanan itu. Berapa jumlah kalian?" Mereka
menjawab: "Sebelas orang." Yusuf berkata kepada salah seorang
penerjemah: "Katakan kepada mereka, bahasa kalian berbeda dengan bahasa
kami dan pakaian kalian pun berbeda dengan pakaian kami. Barangkali
kalian adalah mata-mata." Mereka menjawab: "Demi Allah, kami bukan
mata-mata tetapi kami adalah keturunan dari seorang ayah yang baik."
Yusuf bertanya: "Kalian mengatakan bahwa jumlah kalian sebelas padahal,
kalian berjumlah sepuluh."
Mereka menjawab: "Sebenarnya kami adalah dua belas saudara, seorang
saudara kami meninggal di daratan dan kami mempunyai saudara yang lain
yang sangat dicintai oleh orang tua kami dan ia tidak mampu untuk
bersabar ketika berpisah dengannya. Oleh karena itu, kami datang dengan
membawa untanya sebagai ganti darinya." Yusuf berkata: "Bagaimana aku
bisa memastikan kejujuran kalian?" Mereka menjawab: "Pilihlah sesuatu
yang engkau dapat menjadi tenang dengannya." Yusuf berkata:
"Undang-undang kami menentapkan untuk tidak memberikan makanan kepada
seseorang yang tidak ada. Karena itu, datangkanlah saudara kalian agar
aku dapat memberinya makanan. Tidakkah kalian mengetahui bahwa aku
menegakkan timbangan dengan jujur?"
Demikianlah dialog terus berlangsung antara saudara-saudara Yusuf dan
Yusuf. Yusuf memberitahukan kepada mereka bahwa kali ini mereka
mendapatkan pengecualian (keringanan) dan keistimewaan. Tetapi, jika
pada masa yang akan datang mereka datang tanpa membawa saudara mereka,
maka Yusuf tidak akan memberikan makanan kepada mereka. Mereka berkata
padanya, bahwa kami akan berusaha memuaskan ayah kami atau meyakinkan
ayah kami untuk meninggalkan saudara kami itu bersama kami. Berkenaan
dengan peristiwa tersebut, Allah SWT berfirman:
"Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke
(tempatnya). Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal
(lagi) kepadanya. Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan
makanannya, ia berkata: 'Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan
kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan
dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu. Jika kamu tidak membawanya
kepadaku, maka kamu tidak akan mendapatkan sukatan lagi dariku dan
jangan kamu mendekatiku.' Mereka berkata: 'Kami akan membujuk ayahnya
untuk membawanya (ke mari) dan sesungguhnya kami benar-benar akan
melaksanakannya.' Mereka berkata kepada bujangan-bujangannya:
'Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan-kepunyaan mereka) ke
dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya apabila mereka
telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.'"
(QS. Yusuf: 58-62)
Kemudian berpindahlah peristiwa di Mesir ke peristiwa yang terjadi di
Kan'an. Saudara-saudara Yusuf kembali pulang dan meneui ayah mereka.
Sebelum mereka menurunkan muatan yang dibawa oleh unta, mereka masuk
menemui ayah mereka: "Sungguh kami tidak mendapatkan sukatan gandum. Ini
terjadi karena engkau melindungi dan mempertahankan anakmu." Mereka
mengatakan: "Kami tidak akan memberikan makanan bagi orang tak hadir.
Mengapa engkau tidak merasa aman ketika kami membawanya? Biarkanlah ia
pergi bersama kami dan sesungguhnya kami akan menjaganya." Jelas sekali
bahwa dialog tersebut bertujuan untuk memojokkan si ayah dan membebankan
tanggung jawab kepadanya dalam hal ketidakmampuan mereka memperoleh
makanan. Namun, si ayah menjawab dengan menggunakan sopan santun para
nabi. Ia berkata bahwa ia tidak merasa aman terhadap mereka atas anaknya
yang kecil sebagaimana kekhawatirannya terhadap Yusuf sebelumnya, dan
ia tidak peduli atau tidak begitu yakin dengan ucapan mereka: "Sungguh
kami sebaik-baik penjaga. Karena, Allah SWT-lah sebaik-baik penjaga dan
Maha Pengasih di antara yang mengasihi."
Anak-anak itu membuka wadah-wadah yang mereka bawa untuk mengeluarkan
biji-bijian makanan yang ada di dalamnya. Tiba-tiba mereka mendapatkan
barang-barang mereka telah dikembalikan bersama makanan. Pengembalian
harga menunjukkan ketidakinginan untuk menjual atau itu semacam
peringatan, dan barangkali itu merupakan hal yang mengganggu mereka agar
mereka kembali membenarkan harga pada kali yang kedua. Melihat
kenyataan tersebut, anak-anak itu segera menuju ke ayah mereka sambil
mengatakan: "Wahai ayah kami, kami tidak berbuat aniaya dan kami tidak
berbohong kepadamu. Sungguh harga yang telah kami beli dikembalikan
kepada kami. Ini berarti bahwa mereka tidak akan menjual kepada kami
kecuali jika saudara kami pergi bersama kami."
Demikianlah dialog antara mereka dan ayah mereka terus berlanjut. Mereka
memberikan pengertian kepada ayahnya bahwa kecintaannya kepada seorang
anaknya dan hubungan dekat dengannya justru mengorbankan kepentingan
mereka dan menjatuhkan perekonomian mereka. Mereka ingin untuk menambah
perbekalan mereka dan mereka berjanji akan menjaga saudara mereka dengan
penjagaan yang sangat hebat. Dialog tersebut berakhir dengan
persetujuan si ayah terhadap keinginan mereka dengan syarat, bahwa
mereka berjanji untuk membawa pulang anaknya kecuali jika mereka
dikepung oleh musuh dan mereka tidak mampu menyelamatkannya. Si ayah
menasihati mereka untuk tidak masuk—karena mereka berjumlah sebelas
orang—dari satu pintu dari pintu-pintu Mesir sehingga tak seorang pun
yang menaruh kecurigaan. Barangkali si ayah mengkhawatirkan terjadinya
pencurian atau kedengkian, namun konteks ayat tersebut tidak
menceritakan kepada kita apa yang dikhawatirkan oleh si ayah. Akhirnya,
Nabi Yakub bertawakal kepada Allah SWT dan menyerahkan urusan anaknya
pada mereka. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka (Yakub), mereka
berkata: 'Wahai ayah kami, kami tidak akan mendapat sukatan (gandum)
lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara
kami pergi bersama-sama kami supaya kami mendapat sukatan, dan
sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.' Berkatalah Yakub:
'Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali
seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?.'
Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di
antara para penyayang.' Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka
menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka, dikembalikan kepada
mereka. Mereka berkata: Wahai ayah kami apa lagi yang kita inginkan. Ini
barang-barang kita dikembalihan kepada kita, dan kami akan dapat
memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara
kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban
seekor unta. Itu adalah sukatan yang mudah (bagi raja Mesir). Yakub
berkata: 'Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah,
bahwa kamu pasti akan akan membawanya kembali kepadaku, kecuali jika
kamu dikepung musuh.' Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Yakub
berkata: 'Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini).' Dan
Yakub berkata: 'Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk
dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang
berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang
sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah
hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja
orang-orang yang bertawakal berserah diri.' Dan tatkala mereka masuk
menurut yang diperintahhan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan
itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, akan
tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Yakub yang telah
ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami
telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui." (QS. Yusuf: 63-68)
Kali ini saudara-saudara Yusuf yang sebelas orang itu kembali lagi:
"Dan tatkala mereka masuk he (tempat) Yusuf membawa saudaranya
(Bunyamin) ke tempatnya, Yusuf berkata: 'Sesungguhnya aku (ini) adalah
saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.'" (QS. Yusuf: 69)
Konteks Al-Qur'an mengarah ke keadaaan Yusuf di mana beliau melindungi
saudaranya dan menunjukkan padanya rahasia kekerabatannya. Tentu hal ini
tidak terjadi saat saudara-saudara Yusuf masuk menemuinya karena jika
demikian niscaya mereka akan mengetahui hubungan kekerabatan Yusuf. Hal
ini terjadi dalam ketersembunyian sehingga saudara-saudaranya tidak
mengetahui. Tapi konteks ayat tersebut yang sangat mengagumkan, sengaja
berpindah pada keadaan pertama yang dialami Yusuf di mana beliau tampak
khawatir saat mereka masuk menemuinya dan saat beliau melihat
saudaranya. Demikianlah, Al-Qur'an menjadikannya sebagai tugas pertama
karena ia merupakan sesuatu yang pertama kali terlintas dalam hati
Yusuf. Ini termasuk ungkapan yang dalam yang terdapat pada Kitab yang
agung ini. Ayat tersebut juga tidak menyinggung masa perjamuan dan apa
yang terjadi saat itu antara Yusuf dan saudara-saudaranya. Ia justru
mengungkapkan peristiwa saat mereka meninggalkan tempat itu. Yusuf
merencanakan sesuatu terhadap saudara-saudaranya. Yusuf ingin agar
saudaranya yang kecil tetap bersamanya. Yusuf mengetahui bahwa usahanya
untuk menahan saudaranya akan menimbulkan kesedihan buat ayahnya, dan
barangkali kesedihan-kesedihan baru akan menumpuki kesedihan-kesedihan
si ayah. Mungkin saja peristiwa ini akan mengingatkannya tentang
hilangnya Yusuf.
Yusuf mengetahui semua itu. Beliau memandangi saudaranya. Dan tidak ada
alasan kuat untuk menahannya. Karena itu, mengapa ia harus menahan
saudaranya dengan cara demikian? Al-Qur'an menyinggung rahasia tersebut,
yaitu bahwa Yusuf bergerak di bawah bimbingan wahyu Ilahi. Allah SWT
menginginkan agar Yakub menerima ujian dan menjalani puncak dari
penderitaan, sehingga ketika beliau mampu melalui berbagai penderitaan
dan bersabar atasnya, maka Allah SWT akan mengembalikan padanya kedua
putranya, dan akan mengembalikan juga matanya yang buta.
Rencana Yusuf sudah matang. Yusuf memerintahkan para pengawalnya untuk
meletakkan gelas raja yang terbuat dari emas di tempat penyimpanan yang
dibawa saudaranya secara rahasia. Gelas itu digunakan sebagai alat untuk
menimbang gandum di mana gelas tersebut tentu sangat mahal karena ia
terbuat dari emas murni. Akhirnya, gelas tersebut disembunyikan dalam
barang bawaan saudaranya. Saudara-saudara Yusuf bersiap-siap untuk pergi
dan bersama mereka saudara mereka yang kecil. Kemudian pintu kota pun
ditutup dan tiba-tiba berteriaklah seseorang: "Hai kafilah, kalian
adalah pencuri."
Teriakan tentara tersebut menghentikan langkah semua kafilah. Kini,
mereka semua menjadi tertuduh. Orang-orang berdatangan dan bersama
mereka saudara-saudara Yusuf. "Barang apa yang hilang dari kamu?" tanya
saudara-saudara Yusuf. Para tentara itu menjawab: "Kami kehilangan gelas
milik raja yang terbuat dari emas. Barangsiapa yang mampu
mendatangkannya dan menemukannya, makakami akan memberikan balasan. Kami
akan memberikannya makanan yang dimuat oleh unta."
Saudara-saudara bukanlah orang-orang yang mencuri. Para petugas keamanan
Yusuf berkata (sebelumnya mereka telah mendapatkan pengarahan dari
Yusuf): "Hukuman apa yang kalian inginkan bagi seorang pencuri?"
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Dalam peraturan kami, bahwa orang yang
mencuri akan menjadi budak bagi orang yang kehilangan barangnya."
Petugas keamanan itu berkata: "Kami akan menerapkan peraturan kalian.
Kami tidak menggunakan undang-undang Mesir yang menegaskan untuk
memenjarakan orang yang mencuri." Tawaran ini tentu sebagai tipu daya
dan rencana jitu dari Allah SWT di mana Yusuf diberi ilham untuk
membicarakan hal itu pada petugas keamanannya. Seandainya kalau bukan
karena rencana Ilahi ini, niscaya Yusuf tidak akan dapat mengambil
saudaranya. Agama raja atau peraturannya tidak memutuskan untuk
menjadikan budak orang yang mencuri.
Salah seorang kepala keamanan berkata: "Mulailah kalian memeriksa."
Yusuf memperhatikan semua ini dari singgasananya. Ia telah menyerahkan
perintahnya kepada petugas keamanan untuk pertama-tama memeriksa
saudara-saudaranya dan hendaklah mereka tidak mengeluarkan gelas raja
kecuali pada pemeriksaaan yang terakhir. Kemudian selesailah pemeriksaan
saudara yang pertama, saudara yang kedua sampai saudara yang kesepuluh.
Dan mereka tidak menemukan barang yang dimaksud. Saudara-saudara Yusuf
merasa aman bahwa mereka terlepas dari tuduhan mencuri. Mereka mulai
menarik nafas lega dan mereka berkata bahwa semua di antara kami telah
diperiksa kecuali saudara kami yang kecil. Yusuf berkata—kali ini beliau
turut campur—: "Ia tidak perlu diperiksa." Tampaknya ia bukan seorang
pencuri.
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Kami tidak akan meninggalkan tempat ini
kecuali setelah barang bawaannya diperiksa. Ini harus dilakukan agar
hati kami menjadi tenang begitu juga hati kalian. Sungguh kami adalah
anak-anak dari seorang tua yang baik dan kami bukanlah pencuri."
Akhirnya, petugas keamanan pun memeriksa barang bawaan saudaranya, dan
tiba-tiba mereka mengeluarkan gelas raja dari dalamnya. Dan sesuai
peraturan yang ditetapkan oleh mereka, saudara Yusuf menjadi budak
baginya. Saudara-saudara Yusuf yang merasa tenang dan selamat dari
tuduhan, kini mereka mulai mencela saudara kandung Yusuf. Mereka
berkata: "Jika ia mencuri, maka saudaranya yang dulu pun juga mencuri."
Yusuf mendengarkan tuduhan mereka padanya dan beliau menampakkan
kesedihan yang dalam. Yusuf menyembunyikan kesedihannya dalam dirinya
dan tidak menampakkan perasaannya.
Yusuf berkata dalam dirinya: "Sesungguhnya sifat-sifat kalian lebih
buruk, dan Allah SWT mengetahui apa yang kalian nyatakan itu." Beliau
ingin mengatakan: "Dengan tuduhan ini, kalian justru menambah keburukan
kalian di sisi Allah SWT daripada si tertuduh karena kalian menuduh
seseorang yang sebenarnya terlepas dari tuduhan dan Allah SWT mengetahui
hakikat yang kalian katakan." Kemudian terjadilah keheningan setelah
komentar saudara-saudara yang terakhir. Kemudian hilanglah perasaan
selamat dan mereka mulai mengingat Yakub. Bukankah mereka telah menjalin
suatu perjanjian besar dengannya agar mereka tidak berlaku aniaya
terhadap anaknya? Mereka mulai merengek-rengek dan mencoba mendapat
belas kasih dari Yusuf: "Wahai seorang yang mulia, wahai raja, sungguh
ia mempunyai ayah yang sudah tua, maka ambilah salah seorang dari kami
sebagai gantinya. Sungguh kami melihatmu sebagai seorang yang baik."
Yusuf berkata dengan penuh ketenangan: "Bagaimana kalian ingin agar kami
melepaskan seseorang yang kami temukan gelas raja di tempatnya, lalu
kalian meminta seseorang yang lain sebagai gantinya? Ini adalah tindakan
yang lalim dan kami tidak akan berbuat lalim." Saudara-saudara Yusuf
berusaha untuk terus meminta belas kasihnya tetapi petugas keamanan dan
para tentara meyakinkan mereka bahwa pemimpin Mesir, Yusuf yang jujur,
telah berbicara dan mengeluarkan perintah. Karena itu, hendaklah mereka
pergi dan meninggalkan saudara mereka sebagai budak di sisinya.
Kemudian saudara-saudara Yusuf mulai bergerak. Mereka tidak mengetahui
apa yang harus mereka lakukan saat menghadapi musibah yang baru ini, dan
bagaimana mereka akan menghadapi ayah mereka dan menceritakan padanya
apa yang terjadi. Salah seorang saudara yang paling tua duduk di atas
tanah dan berkata: "Aku tidak akan bergerak dari tempatku. Kalian telah
berbuat aniaya terhadap Yusuf sebelumnya, dan sekarang kalian berbuat
aniaya terhadap saudaranya. Pulanglah kalian pada ayah kalian tanpa aku
dan ceritakan padanya apa yang terjadi.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf
memasukan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian
berteriaklah seseorang yang menyerukan: 'Hai kafilah, sesungguhnya kamu
adalah orang-orang yang mencuri.' Mereka menjawab, sambil menghadap
kepada penyeru-penyeru itu: 'Barang apakah yang hilang dari kamu?'
Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.' Saudara-saudara Yusuf
menjawab: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang
bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para
pencuri.' Mereka berkata: 'Tetapi apa balasannya jika kamu betul-betul
pendusta?' Mereka menjawab: 'Balasannya, ialah pada siapa diketemukan
(barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya
(tebusannya). Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang
yang lalim.' Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka
sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan
piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk
(mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya
menurut undang-undang raja, hecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan
derajat orang yang Kami kehendaki: Dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengatahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Mereka berkata: 'Jika
ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula saudaranya
sebelum itu.' Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan
tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): 'Kamu
lebih buruk dari kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu terangkan itu. Mereka berhata: 'Wahai al-Aziz,
sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu
ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya
kami melihat hamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.' Berkata
Yusuf: 'Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang,
kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami
berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang lalim.' Maka
tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri
sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara
mereka: 'Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah
mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah
menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri
Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali) atau Allah
memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang
sebaik-baiknya.'" (QS. Yusuf: 70-80)
Saudara-saudara Yusuf menetapkan akan kembali tanpa saudara kandung
mereka yang paling besar dan tanpa saudara kandung mereka yang paling
kecil. Mereka masuk menemui ayahnya dan berkata: "Wahai ayahku, anakmu
benar-benar mencuri." Dengan penuh keheranan ayahnya bertanya,
seakan-akan ia mendustakan apa yang didengarnya: "Apa yang kalian
katakan?" Mereka menceritakan apa yang telah terjadi. Mereka
memberitahukan kepadanya bahwa mereka mengatakan apa yang benar-benar
mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Kalau ayah mereka
ragu, hendaklah ia bertanya kepada orang-orang yang bersama mereka di
Mesir, dan hendaklah ia bertanya kepada kafilah yang datang bersama
mereka. Kali ini mereka benar. Terdapat banyak saksi yang mendukung
mereka.
Nabi Yakub berusaha mendengar apa yang mereka katakan dan dengan
kesedihan yang diliputi dengan kesabaran dan mata yang menangis beliau
berkata: "Hanya dirimu sendiri yang memandang baik perbuatan yang buruk
itu. Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Mudah-mudahan Allah
SWT mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dia Maria
Mengetahui dan Maha Bijaksana." Yakub tidak percaya kepada mereka karena
mereka sebelumnya telah berbuat kelaliman. Akhirnya, Yakub mulai
merasakan kesepian. Ia hidup tanpa ditemani putranya yang lebih
dicintainya daripada saudara-saudaranya yang lain. Yakub adalah seorang
yang sudah tua dan di masa tuanya Allah SWT mengujinya dengan kesepian
dan kesendirian tetapi Yakub telah mewasiatkan kesabaran dalam dirinya
dan bertawakal kepada Allah SWT. Yakub telah berusaha menerapkan
kesabaran yang indah tanpa mengadukan apa yang dialaminya kepada
seseorang pun selain Allah SWT. Beliau hanya mengharap kebaikan kepada
Allah SWT dan berharap kepada-Nya untuk mendatangkan semua anak-anaknya.
Sesungguhnya Allah SWT mengetahui keadaaannya dan Dia Maha Bijaksana,
Maha Penyayang, dan Maha Pengasih terhadap hamba-Nya.
Nabi Yakub pergi dan kembali ke kamarnya. Mendengar peristiwa tersebut,
beliau kembali terkenang dengan peristiwa lamanya berkenaan dengan
anaknya Yusuf. Ia mulai merenung sambil berkata: "Aduhai duka citaku
terhadap Yusuf." Keluarlah dalam hatinya suatu kegoncangan cinta yang
dalam lalu kedua matanya dipenuhi dengan air mata yang banyak yang
semakin menambah kesedihannya. Allah SWT memberitahukan kepada kita
tentang dialog yang terjadi antara saudara-saudara Yusuf dan ayah mereka
dalam firman-Nya:
"Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah: 'Wahai ayah kami! Sesungguhnya
anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui
dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang gaib.
Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah
yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang benar. Yakub berkata: 'Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya
kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui. 'Dan Yakub
berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: 'Aduhai duka citaku
terhadap Yusuf,' dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan
dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). "
(QS. Yusuf: 81-84)
Tangisan yang cukup lama itu menjadikan beliau kehilangan matanya atau
menyerupai sesuatu yang menampakkan kehilangan matanya. Adakah orang
yang mengatakan: "Apakah mungkin seorang nabi menangis seperti ini?
Tidakkah menangis justru menampakkan keputusasaan?" Untuk menjawab
kegelisahan orang yang bertanya demikian, kami katakan: "para nabi
adalah manusia yang memiliki perasaan yang paling besar dan paling
sensitif terhadap penderitaan. Tangisan itu sendiri merupakan bentuk dan
tingkatan dari cinta. Juga merupakan bentuk pengaduan kepada Allah SWT.
Yakub menangis karena beliau adalah seseorang yang memiliki jiwa yang
besar. Beliau tidak menangis di hadapan seseorang pun. Tangisan beliau
sekadar pengaduan kepada Allah SWT yang tiada seorang pun yang
mengetahuinya kecuali Allah SWT. Tangisan tersebut tidak dipahami oleh
anak-anaknya di mana mereka menyerang sisi kemanusiaannya yang dalam
dengan menasihatinya agar berhenti menangis dan kalau tidak, kata
mereka, ia akan menghancurkan dirinya sendiri."
"Mereka berkata: ,Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga
kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang
binasa.'" Yakub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa
yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf: 85-86)
Nabi Yakub menjawab perkataan anak-anaknya itu dan beliau berusaha
menunjukkan alasan dan hakikat dari tangisannya. Beliau mengadukan
persoalan-persoalannya kepada Allah SWT karena Dia Maha Mengetahui
terhadap banyak hal yang tidak mereka ketahui. Beliau meminta kepada
mereka agar membiarkannya menangis dan menganjurkan mereka untuk
melakukan hal lebih bermanfaat bagi mereka.
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. "
(QS. Yusuf: 87)
Di tengah-tengah kesedihannya yang dalam, beliau menyingkapkan
harapannya akan rahmat Allah SWT. Beliau mengetahui melalui ilham yang
didapatnya bahwa Yusuf tidak mati. Oleh karena itu, hendaklah
saudara-saudara Yusuf pergi mencarinya, dan hendaklah dalam mencarinya
mereka benar-benar berharap kepada Allah SWT. Kafilah bergerak dan
menuju ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf berjalan menuju ke al-Aziz.
Keadaan perekonomian mereka sedang merosot tajam dan begitu juga suasana
kejiwaaan mereka, kefakiran mereka, kesedihan ayah mereka, dan
penderitaan yang mengiringi mereka sangat meruntuhkan kekuatan mereka.
Kini mereka menemui Yusuf dan mereka membawa harta benda yang sangat
sederhana dan hina. Mereka datang dengan membawa sesuatu yang memiliki
harga sangat minim atau sedikit. Allah SWT berfirman:
"Maka ketika mereka masuk (ke tempat) Yusuf, mereka berkata: 'Hai
al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami
datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah
sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah
memberi balasan kepada arang-orang yang bersedekah." (QS. Yusuf: 88)
Akhirnya, mereka terpaksa meminta-minta. Mereka meminta kepada Yusuf
agar sudi kiranya bersedekah untuk mereka dan menunjukkan belas kasihnya
kepada mereka dengan mengingatkan bahwa Allah SWT akan membalas
orang-orang yang bersedekah. Di tengah-tengah kehinaan mereka dan
kemerosotan mereka, Yusuf berbicara dengan bahasa mereka tanpa perantara
seorang penerjemah:
"Yusuf berkata: 'Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu
lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui
(akibat) perbuatanmu itu?' Mereka berkata: 'Apakah kamu ini benar-benar
Yusuf?' Yusuf menjawab: 'Akulah Yusuf dan ini saudaraku, sesungguhnya
Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.' Sesungguhnya
barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.' Mereka berkata:
'Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS.
Yusuf: 89-91)
Dialog tersebut menyentuh ungkapan-ungkapan yang sangat dalam yang ada
pada jiwa mereka. Penguasa Mesir mengagetkan mereka dengan bertanya
seputar apa yang telah mereka lakukan terhadap Yusuf. Nabi Yusuf
berbicara dengan bahasa mereka sehingga mereka mengetahui bahwa ia
benar-benar Yusuf. Kemudian dialog itu semakin berkembang sehingga
terungkaplah kesalahan mereka di hadapannya. Mereka telah membuat tipu
daya pada Yusuf tetapi Allah SWT memenangkan urusan-Nya. Setelah berlalu
tahun demi tahun, maka tersingkaplah tipu daya mereka. Dan Allah SWT
memenangkan rencana-Nya dengan cara yang sangat elegan. Masuknya Yusuf
dalam sumur merupakan awal dari kebangkitan untuk menduduki kursi istana
dan kekuasaan, dan jauhnya beliau dari ayahnya justru menjadi sebab
bertambahnya cinta Yakub kepadanya. Ini adalah tabir yang tersingkap di
depan mereka.
Kali ini, Nabi Yusuf justru benar-benar menjadi tumpuan harapan mereka.
Mereka menutup dialog mereka bersamanya dengan mengatakan: "Demi Allah,
sesungguhnya Allah SWT telah melebihkan kamu atas kami, dan kami adalah
orang-orang yang bersalah." Pengakuan mereka terhadap kesalahan yang
mereka lakukan di sisi lain justru menyembunyikan kekhawatiran pada diri
mereka. Mungkin mereka berpikir bahwa Yusuf akan melakukan balas dendam
kepada mereka sehingga tubuh mereka tampak gemetar. Melihat hal yang
demikian itu, Yusuf menenangkan mereka dengan ucapannya:
"Dia (Yusuf) berkata: 'Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu,
mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia Maha Penyayang di antara
para penyayang. " (QS. Yusuf: 92)
Tidak ada balas dendam, tidak ada celaan, dan tidak ada kebencian. Yusuf
tidak mengatakan bahwa aku akan memaafkan kalian atau aku mengampuni
kalian, tetapi ia berdoa kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka.
Ini mengisyaratkan bahwa beliau mengampuni mereka. Nabi Yusuf berdoa
kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka dan tentu doa seorang nabi
akan dikabulkan. Ini adalah sikap toleransi beliau yang sangat terpuji.
Ini adalah contoh terbaik dari sikap toleran. Setelah itu, Nabi Yusuf
mengalihkan pembicaraan kepada ayahnya. Beliau mengetahui bahwa mata
ayahnya sudah memutih karena saking sedihnya. Beliau mengetahui bahwa
ayahnya tidak mampu lagi melihat. Beliau merasakan penderitaaan ayahnya
sehingga beliau melepas bajunya dan memberikannya kepada mereka:
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah ke
wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu
semuanya kepadaku." (QS. Yusuf: 93)
Kafilah kembali ke Palestina. Akhirnya, peristiwa di Mesir berpindah ke
tanah Palestina. Kita sekarang berada di rumah Nabi Yakub. Lelaki itu
duduk di kamarnya dalam keadaan kedua matanya memutih. Tiba-tiba
laki-laki itu bangkit dan tampaklah perubahan drastis pada wajahnya. Ia
menggantikan pakaiannya dan keluar menemui istri-istri anak-anaknya. Ia
berhenti di tengah-tengah rumah dan mengangkat kepalanya ke langit lalu
menghirup udara dengan kuat. Dadanya dipenuhi dengan hembusan angin yang
datang dari Mesir. kemudian ia kembali ke kamarnya. Salah seorang istri
anak yang paling besar berkata kepada istri-istri anak-anak yang lain:
"Sungguh Yakub hari ini keluar dari kamarnya tidak seperti biasanya.
Kami merasakan ada sesuatu yang lain. Yakub meninggalkan
persembunyiannya dan berdiri di depan halaman rumah. Ia melihat ke
langit padahal ia buta, dan bagaimana ia melihat ke langit? Aku tidak
tahu. Tetapi aku bersumpah, aku telah melihat senyum yang menghiasi
wajahnya."
Istri-istri dan anak laki-laki yang lain bertanya dalam keadaan
keheranan: "Kamu mengatakan bahwa ia memakai baju yang baru dan kamu
mengatakan bahwa dia tersenyum?" Wanita-wanita itu segera menuju Nabi
Yakub dan tampak senyuman masih menghiasi wajahnya. Apakah yang dilihat
oleh wanita-wanita itu suatu imajinasi? Wanita-wanita itu bertanya
kepadanya: "Apa yang kamu rasakan, wahai seorang yang mulia?" Lelaki tua
itu menjawab: "Aku mencium bau Yusuf." Mendengar jawaban itu, para
wanita menggerutu. Lalu Yakub menambahkan: "Sekiranya kamu tidak
menuduhku lemah akal, tentu kamu membenarkan aku."
Istri-istri dan anak laki-laki itu meninggalkan Yakub dan kemudian
terjadilah dialog-dialog lanjutan antara sesama mereka: "Lelaki tua itu
tidak memiliki harapan. Tangisannya atas Yusuf akan menghancurkannya,"
kata sebagian mereka. "Apakah ia berbicara tentang pakaiannya?" "Aku
tidak tahu, ia hanya berkata bahwa ia mencium bau Yusuf," jawab yang
lain. "Engkau mengatakan bahwa ia mengganti pakiannya?," tanya sebagian
mereka. "Barangkali ia gila, hanya orang yang gila yang menceritakan
sesuatu yang tidak ada," sambung yang lain. Pada hari itu Yakub meminta
segelas susu. Ia berpuasa dan berbuka dengannya, lalu untuk pertama
kalinya ia meminta makanan dan tidak menolaknya.
Datanglah waktu sore dan ia menggantikan pakaiannya dengan agak lambat.
Kafilah berjalan dengan membawa pakian Yusuf. Pakaian itu disembunyikan
di bawah gandum. Pakaian itu bercampur dengan embun-embun kebun dan bau
tanah yang baik dan minyak wangi Nabi Yusuf serta kehangatan matahari
yang mematangkan gandum. Kafilah mulai mendekat ke desa lelaki tua itu.
Lelaki itu berputar-putar di kamarnya. Ia tampak sibuk salat dan
mengangkat kedua tangannya ke langit kemudian ia mulai mencium udara
dan menangis. Ia membayangkan pakaian Yusuf yang sedang menuju padanya:
"Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah
mereka: 'Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak
menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku). Keluarganya berkata:
'Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.'
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju
gamis itu ke wajah Yakub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata
Yakub: Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah
apa yang kamu tidak mengetahuinya.' Mereka berkata: 'Wahai ayah kami,
mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS. Yusuf: 94-97)
Inilah fase terakhir dari kisah Nabi Yusuf di mana kisahnya dimulai
dengan mimpi dan di episode terakhirnya menyebutkan takwil mimpinya:
"Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu
bapaknya dan dia berkata: 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah
dalam keadaan aman." Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas
singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada
Yusuf. Dan berkata Yusuf: 'Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang
dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.
Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia
membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun
padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan
saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui. " (QS. Yusuf: 99-100)
Perhatikanlah apa yang dilakukannya saat mimpinya terwujud, beliau berdoa kepada Tuhannya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi.
(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Itu hanya satu doa: "wafatkanlah aku sebagai seorang Muslim." Kita tidak
ingin meninggalkan kisah Nabi Yusuf putra Nabi Yakub yang mulia sebelum
kita memperhatikan poin penting di bawah ini:
Dalam kisah Nabi Ibrahim, cinta naluriah terhadap Ismail, anaknya,
dicabut darinya, sehingga hatinya benar-benar dipenuhi dengan cinta yang
murni untuk Allah SWT semata. Dan ketika persoalan tersebut terwujud,
maka perintah untuk menyembelih anaknya dibatalkan dan kemudian
datanglah tebusan dari Allah SWT. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan
apa yang terjadi pada Nabi Yakub di mana Yakub sangat mencintai Yusuf
kemudian ia diuji dengan hilangnya Yusuf, dan ketika hatinya murni untuk
Allah SWT tanpa ada kecemburuan kepada Yusuf dan saudaranya, Allah
mengembalikan kedua anaknya kepadanya.
demikian Kisah Nabi Yusuf semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ayub AS
Membaca kisah Nabi Ayub as, maka kita akan terkagum-kagum dengan
ketakwaannya yang tinggi, Ia menyayangi orang-orang miskin, memelihara
janda-janda dan anak-anak yatim, serta menghormati tamu. Ia juga
menyeru kepada kaumnya supaya menyembah kepada Allah Swt.
Allah Swt Berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 163 :
” Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami
telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak,
Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami
berikan Zabur kepada Daud.”
Para ulama tafsir dan tarikh meriwayatkan bahwa nabi Ayub as adalah
orang kaya yang banyak hartanya, kekayaannya meliputi, unta-unta yang
sehat, hamba sahaya, ternak, dan tanah-tanah yang luas di daerah
Batsinah dari Negeri Hauran.
Musibah yang Menimpa Nabi Ayub
Nabi Ayub as, dikenal mempunyai banyak anak, tapi kemudian Allah memberi
ujian dengan memusnahkan harta kekayaannya. Selain hartanya yang Allah
uji, Ia terkena bermacam-macam penyakit, sampai tidak ada anggota
tubuhnya yang utuh, kecuali jantung/hati dan lidahnya yang selalu
berzikir kepada Allah Azza wa Jalla .
Namun demikian dia tetap bersabar dan berzikir kepada Allah malamdan
siang , pagi dan sore. Penyakitnya yang diderita nabi Ayub berlangsung
lama, sehingga ia dijauhi oleh teman-temannya dan diasingkan dari
negerinya.
Tidak ada seorangpun yang menjenguknnya, kecuali istrinya yang
menungguinya dengan setia dan penuh kasih sayang. Hal ini tidak lain
karena istrinya selalu ingat kebaikan-kebaikan yang nabi Ayub lakukan
kepadanya. Istri nabi Ayub selalu bolak-balik menemui nabi Ayub, untuk
membantu memenuhi segala keperluannya
Pada suatu hari, lemahlah keadaan istrinya dan berkuranglah hartanya,
sehingga ia terpaksa bekerja pada orang lain dengan mendapat upah, untuk
memberi makan Ayub dan menolongnya. Istrinya tetap bersabar, kendati
mereka telah kehilangan harta dan anak, di tambah lagi dengan musibah
yang menimpa suaminya, sehingga ia harus bekerja pada orang lain.
Kesabaran Luar Biasa
Semua ujian ini menjadikan Nabi Ayub semakin bertambah kesabaran.
Harapan, pujian dan rasa syukur Nabi Ayub kepada Allah, akhirnya dibuat
perumpamaan bagi-bagi orang-orang yang sabar seperti kesabaran nabi Ayub
as, dan juga dibuat perumpamaan orang yang mengalami macam-macam cobaan
seperti cobaan Ayub.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masa cobaannya, ada yang mengatakan
3 tahun dan ada yang mengatakan 7 tahun beberapa bulan, dan ada yang
mengatakan 18 tahun.
Diriwayatkan kepada istrinya berkata: “Hai Ayub, seandainya engkau
berdoa kepada Tuhanmu , niscaya Dia akan membebaskanmu. “Ayub menjawab:
“Aku telah hidup 70 tahun dalam keadaan sehat, sedang itu sangat sedikit
bagi Allah jika aku bersabar untuknya 70 tahun.
Diriwayatkan pula bahwa setiap ditimpa musibah ia mengucapkan: “YaAllah, Engkau yang mengambil dan Engkau yang memberi.”
Ahli-ahli sejarah telah meriwayatkan kisah nabi Ayub yang bahannya
diambil dari kitab Ayub, dan juga dari tafsir Yahudi terhadap Taurat
yang bernama Hajadah . Bahan tersebut tidak dipakai oleh ulama Islam
yang bisa dipercaya, lantaran banyaknya campuran di dalamnya dan banyak
riwayat selundupan.
Sebagian ahli tafsir telah mengkritik macam bencana yang menimpa Ayub,
hingga menyebabkan ia dihindari orang, diusir dari rumahnya keluar kota
di dekat tempat sampah, dan tidak ada yang berhubungan dengannya kecuali
istrinya yang membawakan bekal dan makanan. Maka semua itu berasal dari
Isra’iliyat yang wajib diyakini kedustaannya, karena ia bukan sandaran
yang benar dan mendukung riwayat tersebut.
Disamping itu, karena diantara syarat-syarat kenabian ialah tidak adanya
penyakit-penyakit yang membuat orang lari dari nabi itu, sebab apabila
nabi itu demikian, maka ia pun tidak dapat berhubungan dengan masyarakat
dan tidak dapat menyampaikan syariat atau hukum-hukumnya.
Kisah Nabi Ayub dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menjelaskan ujian yang menimpa tubuh nabi Ayub, dimana ia
berdoa kepada Allah yang bisa membebaskan dari bencana dan
mengembalikan keluarganya kepadanya.
Allah Swt. Berfirman dalam Al-Quran surat Al-Anbiya : 83-84
“dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka Kami pun memperkenankan
seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan
mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan
bagi semua yang menyembah Allah. "
Allah Swt. Berfirman dalam Al-Quran surat Shad ayat 41-42:
“Ceritakan riwayat hamba Kami Ayyub ketika berseru kepada Tuhannya: “Aku
ditimpa kepayahan dan penyakit yang disebabkan setan.” Maka Allah
berfirman kepadanya:” Hentakkanlah kakimu dibumi, niscaya timbul air
yang sejuk untuk mandi dan minum.”
Cara penyembuhannya dijelaskan dalam firman Allah Ta’Ala dalam Al-Quran surat : Shad ayat 42
“(Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”
Maka Allah memancarkan air dingin dan menyuruhnya mandi dan minum dari
situ, sehingga Allah menyingkirkan penyakit yang menimpa tubuhnya lahir
dan batin.
Pembatalan Sumpah
Nabi Ayub bersumpah dalam sakitnya, bahwa ia akan memukul istrinya
dengan 100 kali dera jika ia sembuh, karena istrinya pergi untuk salah
satu tugas dan lambat menjalankan tugas itu.
Berhubung istrinya itu baik pelayanannya terhadap Ayyub, maka
Allahmenghalalkan sumpahnya dengan sesuatu yang remeh, yaitu dengan
menyuruh Ayub mengambil seikat tali jerami atau semacam itu dan
memukulkannya sekali kepada istrinya, dan ini sama dengan pukulan
seratus kali dera. Dengan sedemikian hingga, terlaksanalah sumpahnya,
yang menjadi jalan keluar bagi siapa yang bertakwa kepada Allah dan taat
kepada-Nya, terutama dalam hak istrinya yang saleh dan sabar.
Allah berfirman dalam Al-Quran surat : Shad ayat 42
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu
dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia
amat taat (kepada Tuhan-nya)).
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Syu'aib AS
baiklah kali ini kita akan membahas mengenai kisah Nabi Syu'aib AS
pada zaman rasul,Banyak orang di zaman kita beranggapan bahwa agama
hanya merupakan program-program yang kosong dan nilai-nilai akhlak
semata. Ini adalah keyakinan klasik dan salah. Pada hakikatnya, agama
adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah hubungan
dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara
problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka
sehari-hari berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya
menjadi adat-istiadat, tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang
hampa. Kisah Nabi Syu'aib menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan
kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia
berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu
selain Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini
adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan
dasar akidah dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri.
Setelah peletakan bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan
dakwahnya:
"Dan
janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat
kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah
menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada
masalah muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan
keadilan. Adalah hal yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka
mengurangi timbangan dan mereka tidak memberikan hak-hak manusia. Ini
adalah suatu kehinaan yang menyentuh kesucian hati dan tangan
sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan kemuliaan.
Para
penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi timbangan adalah salah
satu bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk
kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka datang dan
mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang hina dan termasuk
pencurian. Nabi Syu'aib memberitahukan kepada mereka bahwa beliau
khawatir jika mereka meneruskan perbuatan keji itu niscaya akan turun
kepada mereka azab di mana manusia tidak akan dapat menghindar dari
siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi
Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan persoalan
jual-beli dan mengawasinya:
"Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi
Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya
kepada mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik,
tidak ke jalan yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk
menegakkan timbangan dengan keadilan dan kebenaran dan mengingatkan
mereka agar jangan merampas hak-hak orang lain. Merampas hak-hak orang
lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja, namun juga berhubungan
dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan mereka untuk
menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan dari
agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran
dan keadilan.
Agama
selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka
dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik,
baik menyangkut hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan
lainnya. Al-Qur'an al-Karim mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat
tersebut diucapkan kepada hal-hal yang bersifat materi dan yang
bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam katagori itu
perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan. Al-Qur'an
melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan
menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman dalam bentuk
tidak memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan
mereka. Sebab, kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana
ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus
asa, dan sikap tidak peduli, sehingga pada akhirnya hubungan sesama
manusia berjalan tidak harmonis dan menimbulkan kegoncangan dalam
kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an mengingatkan agar jangan sampai
ada manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi:
"Dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
Sisa (keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu
orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu."
(QS. Hud: 85-86)
Yang
dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk
membuat kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi;
janganlah kalian sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa
yang ada di sisi Allah SWT adalah hal yang terbaik buat kalian jika
kalian benar-benar beriman. Kemudian Nabi Syu'aib memberitahu kepada
mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada mereka; ia tidak dapat
menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka. Beliau hanya
sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran Tuhannya:
"Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan
cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang
mereka hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat
berat. Beliau memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika
mereka membuat kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi
Syu'aib bersama kaumnya. Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan
kaumnya mendengarkan. Kemudian beliau berhenti dari pembicaraannya dan
sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka
berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand
berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu
adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para
penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah
al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang
berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin
hubungan sesama manusia dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka
mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak
menghiraukan kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka
bersama Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang
memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan
membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan
dan pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi
alat yang bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan
tuduhan keji yang dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama
Syu'aib telah membuatnya gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan
mereka meninggalkan apa yang selama ini mereka sembah dan disembah oleh
kakek-kakek mereka. Kakek-kakek mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan
dan pohon-pohonan sementara agama Syu'aib memerintahkan mereka untuk
hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model apa dari Syu'aib ini?
Dengan
ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi
dengan mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh
keheranan dan dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar
kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah
engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita
dan cara kita menggunakan harta kita? Apakah hubungan keimanan dan
salat dengan muamalah materi?
Dengan
pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu
tingkat kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan,
dan mereka mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan
muamalah mereka serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang
klasik; ini adalah usaha untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di
mana setiap nabi justru di utus untuknya meskipun nama-nama mereka
berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang diungkap oleh kaum Nabi
Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut campur dalam
kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka
menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta
atau menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak
berhubungan dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia.
Bukankah itu hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di
dalamnya?
Demikianlah
pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib.
Kami kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan
pemahaman banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap
bahwasannya Islam tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia
dan kehidupan perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat
menggunakan harta mereka sesuai dengan kemauan mereka: "Sesungguhnya
kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Mereka
ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang
bijaksana dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan
mengatakan apa yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib
dan merendahkan dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi
Syu'aib tentang pemahaman agama mereka maka mereka pasti mengingkari
bahwa agama adalah sebagai sistem dalam kehidupan yang menjadikan hidup
lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan lebih pantas manusia untuk
menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi; seandainya Anda bertanya
kepada mereka tentang agama niscaya mereka memberitahumu bahwa ia hanya
berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang tidak mewarnai
kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya sekadar
hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para
nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang
mencakup nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan
bermakna jika tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara
umum dan mengatur kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti
inilah agama menjadi mulai dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan
asumsi seperti ini, kita memahami seberapa jauh campur tangan agama
dalam persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari: dimulai dari
hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang perkawinan, bahkan cara
mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam menginfakkan uang dan
menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan mendistribusikan
kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti ini
makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana
puing-puing saja.
Nabi
Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap
agama tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau
menghadapi semua itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena
beliau yakin apa yang beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli
dengan ejekan mereka dan tidak tersinggung dengannya dan tidak
mempersoalkan hal itu; beliau memberi pengertian kepada mereka bahwa
beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya; beliau adalah seorang
nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang mereka untuk
meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan keuntungan
pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam kejujuran
agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat; beliau
hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam
ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang
beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah
kandungan dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah
al-Muslihun, yaitu orang-orang yang membuat perbaikan; mereka
memperbaiki akal, memperbaiki hati dan memperbaiki kehidupan yang umum
dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib
berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik
(patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak
menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah
Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan
menyingkapkan kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal
rnereka; beliau mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan
orang-orang sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi
Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka
ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan
mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan mereka justru
akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan mereka
bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai
kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu)
menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang
menimpah kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak
(pula) jauh (tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu
kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang
lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai
Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah
(usaha memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya
penentangan serta menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali
siksaan yang diterima orang-orang yang berbohong sebelum mereka.
Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan pintu pengampunan dan
pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada mereka kasih sayang
Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib
memilih azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk
mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur
mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau
dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan
orang-orang yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya,
sedangkan orang-orang kaya dan para pembesar telah menentang mereka.
Demikianlah pertimbangan umumnya manusia yang tidak memiliki kekuatan
cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana beliau
dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya
kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang
mengikutimu niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh
kamu dilubang itu dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum
Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi
Syu'aib telah menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka
mengejeknya, lalu mereka mengubah cara mereka berdialog. Mereka
memberitahunya bahwa mereka tidak memahami apa yang beliau katakan dan
mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai orang yang lemah dan hina. Dan
seandainya kalau bukan karena mereka takut (kasihan) kepada keluarganya
niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka menampakkan kebencian kepada
Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya kalau bukan karena
alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya. Menghadapi ancaman
itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu beliau bertanya
kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya akal
mereka:
"Syu 'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah
cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan
hakikat kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang
Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu;
seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain Allah SWT dan
tidak membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan Allah
SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia yang mengatur
hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka
dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami
akan mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman
bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami.'" (QS.
al-A'raf: 88)
Mereka
menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka
mengancamnya untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka
memberi pilihan kepada Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada
agama mereka yang menyembah pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi
Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa masalah kembalinya ia ke agama
mereka adalah masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah yang
disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT telah menyelamatkan
beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi padanya?
Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau
mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau
mengajak mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara
mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah
pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi
Syu'aib memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para
pendusta, dan para penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai
mengetahui bahwa mereka tidak lagi memiliki harapan karena mereka telah
berpaling dari Allah SWT:
"Sedang
Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya
pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata):
'Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun
berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab
yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan).
Sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi
Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama
Allah SWT bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia
tersihir dan seorang pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan
apa saja yang diinginkannya dan hendaklah mereka menunggu azab Allah
SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya
fase baru. Mereka meminta kepada Nabi Syu'aib untuk mendatangkan azab
dari langit jika beliau termasuk orang-orang yang benar. Dengan nada
mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana azab itu, di mana
siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka
mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya azab
Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama
orang-orang mukmin dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar
bersama para pengikutnya dan datanglah azab Allah SWT:
"Dan
takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang
beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang
lalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka
mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam
di tempat itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana
kaum Tsamud telah binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia
adalah teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari
celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali
bergembira karena membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka
dikagetkan ketika datang kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang
besar.
Selesailah
masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat
mereka; teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam
negeri itu. Mereka tidak mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan
diri dan tidak pula mereka dapat menyelamatkan diri mereka.
demikian kisah Nabi Syu'aib AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi dan rasul kita selanjutnya, semoga bermanfaat untujk kita semua..
Yakub
atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana
ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup
di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian
Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap
nabi yang diutus oleh Allah SWT pasti memperjuangkan agama Islam sejak
Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah,
mengesakan Allah SWT dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta
pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya. Islam juga berarti
menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata kepada Allah SWT.
Demikianlah yang kita pahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam,
bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem sosial
yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak berbeda dari
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika
Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di
Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru
manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika
beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah YangMaha Esa lagi Maha PerkasaV (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan
ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem
multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahwa hal ini
terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini— ketika di bawah agama
tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibedakan
dengan masyarakat umum, sehingga karenanya mereka mempunyai kepentingan
untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat
mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa mereka adalah tuhan
atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada
dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat
Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena mereka mendapat
tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaurnnya
kecuali agar mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala
banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami adalah, bahwa Fir'aun
menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan
berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir.
Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir—meskipun masyarakatnya
meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit yang berkuasa
membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita
akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Mayoritas masyarakat saat
itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim.
Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka
dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya
(seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at:
23-24)
Manusia
saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir.
Mereka menaati—barangkali itu karena terpak-sa—perkataan Fir'aun. Mesir
kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh
tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub
atau anak-anak Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka
mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang
masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah
suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin
menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka
memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah
oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya.
Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin
berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar
pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita
itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgasananya. Barangkali berita itu berasal dari
suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi
hati kelompok minoritas yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita
gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita
ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian
Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang
pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini
adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang
terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka
dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan pikiran ini
karena itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu
Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh
maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang
ditetapkan di dalamnya bahwa anak-anak kecil harus dibunuh, ia
melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang
luar biasa. la mencemaskan bahwa jangan-jangan anaknya akan dibunuh.
Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian datanglah
suatu malam yang penuh berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam
Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir
terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir danjanganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami
akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar
wahyu Allah SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan
suci ini, ibu Musa langsung menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat
peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu.
Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati
sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia
menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan
dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah SWT adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum
lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan
perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut
terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah SWT
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan
penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai
nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti:
Jangan engkau banyak bergerak karena Musa sedang tidur. Rumput itu pun
menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada
hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar
berjalanjalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh
jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri
Fir'aun berbeda sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara istrinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang
yang keras kepala sementara istrinya adalah seorang yang penyayang.
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara istrinya adalah seorang yang
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, istrinya merasakan kesedihan
yang dalam karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk
mendapatkan anak. Istri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau
harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa
kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah
memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka
mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu seperti
semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka
pun membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika melihat Musa di
dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia mencintainya seperti anaknya
sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga
air matanya berlinang.
Kemudian
ia membawa peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil
menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia
membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja
makan. Ia menantikan istrinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun
mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan kedatangan
istrinya dengan membawa Musa. Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.
Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya,
"dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan
kepadanya bahwa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai.
Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan
peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa
lebih keras:
"Dan
berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat hepada
kita atau kita ambil iajadi anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun
tampak keheranan sekali melihat aksi istrinya yang mendekap anak kecil
yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang karena
istrinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati
istrinya menangis karena gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui
bahwa istrinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun
berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak mampu
melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat
atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan
menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika
mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada
wajah istrinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.
Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga
perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali.
Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah senyuman.
Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum
keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri
Fir'aun mengetahui bahwa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun:
"Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah
kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya
seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencoba untuk
menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan
wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap
menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya.
Bukan
hanya istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu
Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan
buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa
oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu
pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir
saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya
kalau bukan karena Allah SWT menarah kedamaian dalam hatinya sehingga
ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT. Alhasil, ia berkata
kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun
dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan
kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan
mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan
kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia
mendengar bahwa Musa menolak setiap wanita yang mencoba menyusuinya.
Saudara
perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mau
aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Istri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa
kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya niscaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau
inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan
menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan
tenang. Melihat hal itu, istri Fir'aun sangat gembira dan berkata:
"Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia
kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar atas
penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah
Allah SWT mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan
hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahwa
janji Allah SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti
terlaksana meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah SWT berfirman:
"Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka
helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu
ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan memeliharanya untukmu dan
mereha dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada
ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu
Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.
Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah SWT berfirman:
Dan
Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan
supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada
seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. Karena itu,
secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan
para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa
terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa
tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,
ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh
karena itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh
pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa
Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini.
Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih
daripada orang lain bahwa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia
orang yang lalim. Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun.
Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan
bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani
Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika
para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di
sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut
Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu
seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa
pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya
seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat
itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di
mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki
itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati.
Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada
Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya
diriku maka ampunilah aku." Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Allah SWT berfirman:
"Dan
setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam
kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa
berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
karena itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku,
demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian
Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam.
Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di
mana ia mengkhawatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap
langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-gerik di sekitarnya.
Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya
Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang
dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan
bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru
membunuhnya.
Dalam
undang-undang positif dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap
sebagai pembunuhan karena keteledoran atau karena kesalahan bukan karena
faktor kesengajaan sehingga karenannya yang bersangkutan tidak akan
mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan
pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan keputusan yang meringankannya
karena ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak
dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja karena yang
bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahwa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim.
Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin
kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan
dan keperkasaan.
Musa
menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di
kemudian hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-orang
yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran
dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya,
Musa dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya kemarin saat ini
lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-lagi orang itu
terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa
mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahwa
ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di
depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau
adalah orang yang jahat."
Musa
mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang
kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku
sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin. Apakah engkau ingin
menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan
demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang
dilakukannya kemarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta
berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat.
Musa kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang
Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa
adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin.
Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu.
Akhirnya, rahasia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman
datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu
rencana untuk membunuhnya. Ia menasehati Musa agar meninggalkan Mesir
secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena
itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang
nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang
yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata:
'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu.
Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'"
(QS. al-Qashash: 18-20)
Allah
menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa
itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang
tentu meiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia
mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari
kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka
orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahwa Musa tidak
berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh karena
faktor kesalahan, bukan karena faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu
menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu,
mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan
nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita akan menemukan
jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala'
adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada
keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa
yang dilakukan oleh Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan—adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman
penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah
yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami
kira bahwa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui
bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa sampainya
peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh
musuh-musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini berarti karena
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun
justru menampik pikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan
untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya yang sangat
mencintai Musa.
Akhirnya,
kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya
bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya
kemarin. Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan
kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai
mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,
tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan
Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang
yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa
meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar
dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu
memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan
hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak
melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan
tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau
tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan
beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa
binatang tunggangan yang dapat mengantarkannya. Beliau tidak pergi
bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan kabar
dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa
melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun
dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT membimbingnya. Ini
adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir
sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan.
Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang
tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak
membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang peijalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli
sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi
Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia
berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air
selama aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan. Musa
berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang
perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahwa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa
hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang
gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air
sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan karena
mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang
mengembala kambing adalah kaum pria. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?"
Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana
kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
mengembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan
membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa
berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir
sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan
air bagi remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke
tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa
untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnnya karena saking
laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan
tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa
berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu
menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah
kita tinggakan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan
pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu.
Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini
kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi
hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulilah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang
kuat."
Si
ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan
katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas
jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi
menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri
di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa bangkit dari
tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud
mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah SWT.
Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah yang mengarahkan
beliau untuk membantu mereka.
Gadis
itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh
pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya karena merasa
malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan
tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib.
Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga
yang mengatakan bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada
yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang
jelas, ia adalah seorang tua yang saleh. Orang tua itu menghidangkan
kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia
datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa
mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan
khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang
lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai
di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk
pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan
berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan
memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya
kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?"
Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang
tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi:
"Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur." Perempuan
itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan
di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama
perjalanan saat aku berbincang-bincang padanya, dia selalu menundukkan
matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian
orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku
ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah
engkau bekerja mengembala kambing bersamaku selama delapan tahun.
Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan
darimu. Aku tidak ingin menyusahkannmu. Sungguh insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah
kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas
kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun
maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.'
Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu
takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah
(perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas
diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS.
al-Qashash: 25-28)
Ketika
sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran. Mereka
bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak
perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil,
dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan
mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu
anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa
dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis
yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang
menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Qur'an
al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang
tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya
mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan
boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia
menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa
memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang
dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia
hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu
juga Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh
Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup
dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa
dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah
satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu
sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh.
Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk
mengembala kambing. Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan
oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh
Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan
Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah
cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal
dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas
agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi
Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa
sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa
sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia
merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan
bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya.
Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah
tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan
subur. Musa memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan
kagum dengan ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari
sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya.
Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti bahwa beliau
menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir
yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan segala makanannya
dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa
siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu
Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana
Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh
karena itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental
dan moral, sedangkan persiapan fisik telah selesai dilaluinya di Mesir.
Musa tumbuh di istana yang paling besar vang dimiliki penguasa di bumi
dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang
pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang
berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fisik yang sangat
kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu
persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana
beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat pengembalaan yang beliau
belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah
orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering
kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan
itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya agar setelah
itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah SWT. Datanglah
suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa
merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu,
hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui
hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir
sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak
maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia
akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan
hukuman. Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia
akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun
demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya
mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa
berkata kepada istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Istrinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu
macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa
tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahasia
tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh
tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke
sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau
berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya
ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada
seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat
beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita
ketahui bahwa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi
sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan
tersebut.
Musa
keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi
di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini.
Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan
hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-tengah perjalanannya,
Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau
memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api
darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak
mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil
itu.
Nabi
Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api
yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa
dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku
melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk
tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di
sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang
dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau
dapat membawa sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi
hangat.
Keluarganya
melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak
melihat sesuatu pun. Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu
kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera
berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya
memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup karena hujan. Nabi
Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'.
Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak
ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya
keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba
Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar
dan datang dari segala tempat dan ddak berasal dari tempat tertentu.
Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati
suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan
berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya
pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya
api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun
beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah
yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua
tangannya di atas kedua matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau
melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua
matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api?
Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu
Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah
SWT berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau
berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk
sementara tubuhnya tampak gemetar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan
Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahahan. Maka sehali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh
orangyang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa
semakin gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog
dengan Allah SWT. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah
keheranan Nabi Musa. Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya berbicara
dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang
dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya kepadanya jika memang Dia
lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada hikmah yang
tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak
mengigigil:
"Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin
menjadijadi. Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu
menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak
mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar karena
rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai lari.
Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan
ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa
mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum
sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah
perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan
karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila
ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan
tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa
bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar
hilang.
Musa
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan
kepadanya—setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat
tangan dan mukjizat tongkat—untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah
kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah SWT
memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa
menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah
membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka akan
membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah SWT dan memohon
kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT
menenangkan Musa dengan mengatakan bahwa Dia akan selalu bersama mereka
berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka.
Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun
kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka.
Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa
dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya dan memudahkan
urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu
berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka
ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini adalah tongkatku,
aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambinghu,
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman:
Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia
dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas.
Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih
kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia
(Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka
pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun)
musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang
yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS.
Thaha: 9-41)
Kita
tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentari
berkaitan dengan firman Allah SWT kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT telah memilih Musa. Itu
adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di
zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk
menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai Rasul atau
utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta
kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang mengetahui
pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau
mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan
kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah
Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya
kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan
paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun adalah
orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya
dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk
pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih
sayang. Allah SWT mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan
beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh
Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kdmi berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka
budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka.
Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih
anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha
untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang
rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan
Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang
dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa
seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk
menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun
bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara
mereka adalah budak-budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba
Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun
bertanya: "Bukankkah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa
menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan
di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan? Bukankkah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu
engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati
kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang
lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah
mereka mengatakan bahwa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau
adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang
lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan
berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa.
Sungguh aku telah lupa."
Musa
mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan
Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya dan
berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya
dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang
kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya
dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir
karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan
olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh
seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT telah
memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah SWT
menceritakan sebagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah
kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka
akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap
mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah
kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);
sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan).
Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi)
beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu
perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian
Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di
antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah
berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau
berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana
aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat
ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di
mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan
cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logika mengatakan
bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang meminjam. Jika
tidak demikian maka siapa yang memberikan bagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku
tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari
bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku
adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur
alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan
lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan
yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak
mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang
kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
"Maka
datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami berdua adalah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang
kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan)
atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka
siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
hejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka
bagaimanakah headaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab:
'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab.
Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS.
Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahwa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan
Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya
sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran
tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata hanya untuk
mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawaban yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah
sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang
membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang
megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menguasai segala sesuatu;
Allah SWT-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam
firman-Nya:
"Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "Bahwa
masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah SWT adalah
masalah yang semua itu berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain,
semua itu diketahui oleh Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka
keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa." Jawaban Nabi Musa
tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di
masa-masa pertama. Jadi Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan
mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah SWT tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan
dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan
bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan.
Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya
Kami akan mengeluarkan kamu pada kaliyang lain. " (QS. Thaha: 53-55)Riwayat Sejarah Kisah Nabi Zulkifli AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Zulkifli AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi dan rasul kita selanjutnya, semoga bermanfaat untujk kita semua..
Zulkifli adalah anak Nabi Ayyub AS. Dengan demikian ia masih cucu nabi Ibrahim AS. Zulkifli diangkat menjadi nabi dan rasul sesudah ayahnya. Nama kecilnya adalah Basyar dan ia termasuk orang yang sabar.
Sejak
kecil hingga dewasa tidak pernah bohong. Semua janji yang diucapkannya
selalu ditepati sehingga teman-temannya dan orang-orang sangat senang
padanya. Bagi orang yang belum kenal dengannya lebih dalam akan senang
melihatnya karena semua tingkah lakunya mencerminkan kebenaran.
Ketika
mendapat cobaan dari Allah SWT, ia tidak pernah mengeluh sedikitpun,
bahkan ia lebih mendekatkan dirinya kepada-Nya. Kesabarannya telah
diabadikan Allah SWT di dalam Al Qur'an Surah Al Anbiya': 85 - 86.
Kesabaran yang ada pada dirinya kelak akan membawanya menjadi seorang
Raja seperti yang telah diucapkan nabi Ibrahim AS dan Nabi Ishaq AS.
Semua keturunannya akan menjadi pemimpin dan panutan bagi kaumnya.
Zulkifli Menjadi Raja
Diceritakan
bahwa pada masa kenabian Zulkifli, ada seorang raja yang sudah tua dan
tidak diberi keturunan sama sekali. Ia sangat bingung dan gelisah
mengenai penggantinya kelak. Raja itu adalah pemimpin yang bijaksana. Ia
tidak pernah mementingkan dirinya, semua pikirannya ditumpahkan pada
negaranya.
Suatu
hari raja mengadakan sayembara kepada suluruh rakyatnya. Isi sayembara
itu ialah untuk memberi kesempatan kepada seluruh rakyatnya agar bisa
memimpin negaranya. Persyaratan yang diminta sangatlah berat bagi ukuran
rakyatnya.
Meskipun
demikian raja tetap mengajukan persyaratan itu sebab ia fikir jika pada
siang hari puasa dan malam hari menjalankan ibadah tentu akan dicontoh
rakyatnya. Jika Raja yang akan menggantikannya tidak pernah menjalankan
persyaratan itu tentulah rakyatnya akan meniru pula.
Kabar
sayembara itu sangatlah cepat menyebar. Dalam waktu singkat, rakyat
berdatangan menuju istana. Hampir semua lapisan masyarakat datang untuk
mengikuti sayembara tersebut. Zulkifli juga hadir dengan perasaan tidak
menentu.
Tibalah
saatnya mereka berkumpul di alun-alun yang luas. Raja sejak pagi ada di
sana. Ia berkata kira-kira: "Wahai rakyatku, kini usiaku sudah tua dan
tidak memperoleh seorang keturunanpun. Maka untuk meneruskan kejayaan
kerajaan ini, aku mengambil salah satu dari kalian. Aku tidak ingin raja
yang hendak menggantikan kedudukanku dari insan sembarangan. Ketahuilah
bahwa titah raja selalu dituruti dan tingkah laku rajanya akan diikuti
oleh rakyatnya. Untuk itulah aku mengajukan satu persyaratan, yaitu pada
siang hari melakukan puasa dan malam hari melakukan ibadah."
Raja
memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk mengangkat tangannya yang
sanggup menjalankan persyaratan itu. Namun tidak ada seorangpun yang
mengangkat tangannya. Tiba-tiba, Zulkifli mengangkat tangannya dan
berkata (kira-kira):" Hamba sanggup menjalankan puasa di siang hari dan
menjalankan ibadah di malam hari."
Para
hadirin merasa terkejut denga ucapan Zulkifli. Begitu pula raja. Ia
tidak yakin padanya karena usianya masih sangat muda. Bagaimana mungkin
ia sanggup menjalankan persyaratan tersebut. Raja berkata: "Hai anak
muda, jangan main-main. Sayembara ini adalah untuk kepentingan rakyat
dan negeri ini." Dengan tenang Zulkifli melangkah ke hadapan raja.
"Wahai
raja junjungan hamba, saya tidak main-main dengan ucapanku. Saya akan
berusaha untuk melakukan persyaratan yang paduka berikan." Semula raja
tidak dapat menerimanya karena faktor usianya yang masih sangat muda.
Namun raja juga mempunyai keyakinan bahwa anak muda itu kelak akan
memerintah rakyatnya dengan penuh kebajikan sebab dari sekian banyak
rakyatnya yang hadir di alun-alun itu, hanya anak muda itu yang sanggup
menjalankan persyaratan yang ia berikan. Akhirnya raja setuju, dan sejak
saat itu, Zulkifli dinobatkan menjadi raja. Raja merasa senang sebab
Zulkifli tetap memenuhi janjinya bahwa ia akan berpuasa di siang hari
dan menjalankan ibadah di malam hari. Ia sangat yakin kalau rakyatnya
akan mendapatkan kedamaian di bawah kepemimpinan Zulkifli. Raja yang tua
itupun menghembuskan nafasnya terakhir dengan tenang.
Namun sebelum ia menghembuskan bafasnya, ia sempat berpesan kepada Zulkifli
agar tetap menjalankan persyaratannya sepeninggal dia. Ia takut kalau
ia meninggal, Zulkifli akan meninggalkan janjinya itu. Zulkifli
meyakinkan raja dan bersumpah bahwa ia akan tetap menjalankan
persyaratan tersebut.
Iblis Menggoda Zulkifli
Karena
Zulkifli sangat menghormati tamunya, maka iblis mencoba untuk
menggodanya. Ia berpura-pura menjadi tamu di malam hari, ketika raja mau
tidur.
"Siapa
yang ada diluar, silahkan masuk!" Kata Raja setelah shalat. Setelah
menunggu agak lama, terdengar pintu diketuk orang. Setelah dipersilahkan
masuk oleh raja, tamu itu tidak menjawab sama sekali.
Seusai
dzikir, Nabi Zulkifli mendatangi pintu itu dan membukanya. Ia sangat
heran sebab tidak ada orang. Begitu pintu ditutup, pintu kembali
diketuk. Akhirnya Nabi Zulkifli membuka pintu itu dan tidak menutupnya.
Ia yakin bahwa tamu yang hendak datang ke rumahnya mempunyai kepentingan
yang harus diselesaikan malam itu juga. Ia berpikiran seperti itu sebab
tidak pernah ia menerima tamu pada malam hari.
Tidak
lama kemudian, muncullah tamu yang ditunggu-tunggu itu. Terlebih dahulu
ia mengucapkan salam dan dibalas dengan ucapan salam juga oleh Nabi
Zulkifli. "Silahkan masuk tuan," kata Nabi Zulkifli mempersilahkan
tamunya masuk. Kemudian mereka duduk berhadapan yang dibatasi oleh meja.
Nabi Zulkifli kemudian menanyakan maksud kedatangannya. Tamu itu
menundukkan mukanya dan menjawab:" Ampun tuanku, memang ada keperluan
yang mendesak sekali sehingga hamba bertamu pada malam hari begini. Lagi
pula rumah hamba sangatlah jauh dari sini." jawab tamu itu yang tidak
lain adalah iblis yang menyerupai manusia.
"Ceritakan
masalah yang sedang engkau hadapi, siapa tahu aku dapat membantunya,"
kata Nabi Zulkifli. Kemudian tamu itu menceritakan semua persoalannya.
Pada dasarnya tamu itu meminta agar masalahnya dituntaskan pada malam
itu juga. "Begini saja, biar penasehatku yang akan memecahkan masalah
ini," kata Nabi Zulkifli. Namun tamu itu tetap ngotot agar Zulkifli
langsung yang menyelesaikan persoalannya. Ia berkata:" Hamba tidak mau
jika orang lain menyelesaikan persoalanku. Hamba mau tuan sendiri yang
menyelesaikannya.
Akhirnya
Nabi Zulkifli bersedia menyelesaikan masalah itu sendiri. Tamunya pun
puas. Raja pun pergi tidur. Namun sebelumnya ia menyuruh agar tamunya
itu pulang besok pagi saja. Namun, betapa terkejutnya Nabi Zulkifli
ketika pada pagi hari, tamunya sudah tidak ada lagi. Ia tahu bahwa tamu
semalam adalah Iblis.
Meskipun jam tidurnya terganggu dengan adanya tamu itu, Nabi Zulkifli tidak pernah mengeluh sebab ia menganggap bahwa tamu adalah berkah. Menolak tamu berarti menolak berkah.
demikian kisah Nabi Zulkifli AS semoga bermanfaat.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Daud AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Daud AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi dan rasul kita selanjutnya, semoga bermanfaat untujk kita semua..
Daud
bin Yisya adalah salah seorang dari tiga belas bersaudara turunan
ketiga belas dari Nabi Ibrahim a.s. Ia tinggal bermukim di kota
Baitlehem, kota kelahiran Nabi Isa a.s. bersama ayah dan tiga belas
saudaranya.
Daud Dan Raja Thalout
Ketika
raja Thalout raja Bani Isra'il mengerahkan orang supaya memasuki
tentera dan menyusun tentera rakyat untuk berperang melawan bangsa
Palestin, Daud bersama dua orang kakaknya diperintahkan oleh ayahnya
untuk turut berjuang dan menggabungkan diri ke dalam barisan askar
Thalout. Khusus kepada Daud sebagai anak yang termuda di antara tiga
bersaudara, ayahnya berpesan agar ia berada di barisan belakang dan
tidak boleh turut bertempur. Ia ditugaskan hanya untuk melayani kedua
kakaknya yang harus berada dibarisan depan, membawakan makanan dan
minuman serta keperluan-2 lainnya bagi mereka, di samping ia harus dari
waktu ke waktu memberi lapuran kepada ayahnya tentang jalannya
pertempuran dan keadaan kedua kakaknya di dalam medan perang. Ia
sesekali tidak diizinkan maju ke garis depan dan turut bertempur,
mengingatkan usianya yang masih muda dan belum ada pengalaman berperang
sejak ia dilahirkan.
Akan
tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra'il berhadapan muka dengan
pasukan Jalout dari bangsa Palestin, Daud lupa akan pesan ayahnya
tatkala mendengar suara Jalout yang nyaring dengan penuh kesombongan
menentang mengajak berperang, sementara jaguh-jaguh perang Bani Isra'il
berdiam diri sehinggapi rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan
menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalout dan terjadilah pertempuran
antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalout sebagaimana
telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.
Sebagai
imbalan bagi jasa Daud mengalahkan Jalout maka dijadikan menantu oleh
Thalout dan dikahwinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai
dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan
dikahwinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalout dan
mengalahkannya.
Di
samping ia dipungut sebagai menantu, Daud diangkat pula oleh raja
Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang,
disanjung dan dihormati serta disegani bukan sahaja oleh mertuanya
bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra'il yang melihatnya sebagai pahlawan
bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta darjat Bani
Isra'il di mata bangsa-2 sekelilingnya.
Suasana
keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang
menantu Daud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada
akhir waktunya Daud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya
terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik
menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut
berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri
sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang
mendadak itu? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya
kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya? Ataukah
mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang
sengaja ingin merusakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumah
tangganya? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada
mertuanta yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang oa
harapkan? dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa
raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya?
Daud
tidak mendapat jawapan yang memuaskan atas pertanyaan-2 yang melintasi
fikirannya itu. IA kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata
dalam hatinya mungkin apa yang ia lihat sebagai perubahan sikap dan
perlakuan dari mertuannya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka
dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh
urusan-2 dan masalah-2 peribadi dari mertua yang tidak ada
sangkut-pautnya dengan dirinya sebagai menantu. demikianlah dia mencuba
menenangkan hati dan fikirannya yang masyangul yang berfikir selanjutnya
tidak akan mempedulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan
tindak-tanduk mertuanya lebih jauh.
Pada
suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur
bersam isterinya Mikyal. Daud berkata kepada isterinya: "Wahai Mikyal,
entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan
dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam
sikap ayahmu terhadap diriku? Aku melihat akhir-2 ini ada perubahan
sikap dari ayahmu terhadap diriku. Ia selalu menghadapi aku dengan muka
muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak
selamah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku
melihat tanda-2 antipati dan benci kepadaku. Ia selalu menggelakkan diri
dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang
sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya."
Mikyal
menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang
terjatuh di atas pipinya: "Wahai Daud aku tidak akan menyembunyikan
sesuatu daripadamu dan sesekali tidak akan merahsiakan hal-hal yang
sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahawa
keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang
disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri
hati dan khuatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan
kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan
kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya.
Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari keturunan raja
menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan
manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala
perintahnya dan membungkukkan diri jika menghadapinya. Ia khuatir akan
kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya
di desa. Kerananya ia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan
disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa
seperti engkau. Ia khuatir bahawa engkau kadang-2 dapat merenggut
kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara
hidupnya yang lama sebagaimana tiap raja meragukan kesetiaan tiap orang
dan berpurba sangka terhadap tindakan-2 orang-2nya bila ia belum
mengerti apa yang dituju dengan tindakan-2 itu."
"Wahai
Daud", Mikyal meneruskan ceritanya, "Aku mendapat tahu bahawa ayahku
sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis
habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih merayukan
kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari
sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi
hal-hal yang malang bagi dirimu."
Daud
merasa hairan kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya
sendiri dan kepada isterinya: "Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu?
Mengapa kesetiaku diragukan oleh ayah mu, padahal aku dengan jujur dan
ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan
memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah
kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sihatnya serta
mengaburkan jalan fikirannya?" Kemudian tertidurlah Daud selesai
mengucapkan kata-kata itu.
Pada
esok harinya Daud terbangun oelh suara seorang pesurh Raja yang
menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang
menghadap.
Berkata
sang raja kepada Daud yang berdiri tegak di hadapannya: "Hai Daud
fikiranku kebelakang ini sgt terganggu oleh sebuah berita yang
menrungsingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan'aan sedang menyusun
kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan
menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Daud yang
akan dapat menanganu urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah
peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara
tenteramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum sebelum mereka
sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali
dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas
bahu orang-orangmu."
Thalout
hendak mencapi dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, ia handak
menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan
itu mengusirkan Daud dari atas buminya karena hampir dapat memastikan
kepada dirinya bahwa Daud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup
dari medan perang kali ini.
Siasat
yang mengandungi niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak
diketahui oleh Daud. Ia merasa ada udang disebalik batu dalam perintah
Thalout itu kepadanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota
tentera yang berdisiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu
dengan sebaik-baiknya tanpa mempedulikan atau memperhitungkan akibat
yang akan menimpa dirinya.
Dengan
bertawakkal kepada Allah berpasrah diri kepada takdir-Nya dan berbekal
iman dan talwa di dalam hatinya berangkatlah Daud berserta pasukannya
menuju daerah bangsa Kan'aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang
memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Daud sebagai Nabi
dan Rasul. Maka kembalilah Daud ke kampung halamannya berserta
pasukannya dengan membawa kemenangan gilang-gemilang.
Kedatangan
Daud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan
senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Ia berpura-pura
menyambut Daud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang
berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan
kebenciannya, apalagi disadarinya bahwa dengan berhasilnya Daud
menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin
dicintainyalah ia oleh Bani Isra'il sehingga di mana saja orang
berkumpul tidak lain yang dipercakapkan hanyalah tentang diri Daud,
keberaniannya, kecekapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun
strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan'aan dan
membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh
bangsa.
Gagallah
siasat Thalout menyingkirkan Daud dengan meminjam tangan orang-orang
Kan'aan. Ia kecewa tidak melihat jenazah Daud diusung oleh orang-orang
nya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang ia harapkan dan
ramalkan, tetapi ia melihat Daud dalam keadaan segar-bugar gagah perkasa
berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan
sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai
pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan.
Thalout
yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin
meluasnya pengaruh Daud, terutama sejak kembalinya dari perang dengan
bangsa Kan'aan, berfikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia
dari ancaman Daud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah
rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret
namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Daud yang dapat mencium
rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar
ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum
rancangan jahat itu sempat dilaksanakan . Maka keluarlah Daud memenuhi
anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap
dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang
teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.
Setelah
berita menghilangnya Daud dari istana Raja diketahui oleh umum,
berbondong-bondonglah menyusul saudara-2nya, murid-2nya dari para
pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaukan kepadanya rasa
setiakawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin
diperlukannya.
Mereka
menemui Daud sudah agak jauh dari kota, ia lagi istirahat seraya
merenungkan nasib yang ia alami sebgai akibat dari perbuatan seorang
hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu
memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan
duniawinya. Hamba Allah itu tidak sedar, fikir Daud bahwa kenikmatan dan
kekuasaan duniawi yang ia miliki adalah pemberian Allah yang
sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali daripadanya.
Daud Dinobatkan Sebagai Raja
Raja
Thalout makin lama makin berkurang pengaruhnya dan merosot
kewibawaannya sejak ia ditingglkan oleh Daud dan diketahui oleh rakyat
rancangan jahatnya terhadap orang yang telah berjasa membawa kemenangan
demi kemenangan bagi negara dan bangsanya. Dan sejauh perhargaan rakyat
terhadap Thalout merosot, sejauh itu pula cinta kasih mereka kepada Daud
makin meningkat, sehingga banyak diantara mereka yang lari mengikuti
Daud dan menggabungkan diri ke dalam barisannya, hal mana menjaadikan
Thalout kehilangan akal dan tidak dapat menguasai dirinya. IA lalu
menjalankan siasat tangan besi, menghunus pedang dan membunuh siapa saja
yang ia ragukan kesetiaannya, tidak terkecuali di antara korban-2nya
terdapat para ulama dan para pemuka rakyat.
Thalout
yang mengetahui bahawa Daud yang merupakan satu-satunya saingan baginya
masih hidup yang mungkin sekali akan menuntut balas atas pengkhianatan
dan rancangan jahatnya, merasakan tidak dapat tidur nyenyak dan hidup
tebteram di istananya sebelum ia melihatnya mati terbunuh. Kerananya ia
mengambil keputusan untuk mengejar Daud di mana pun ia berada, dengan
sisa pasukan tenteranya yang sudah goyah disiplinnya dan kesetiaannya
kepada Istana. Ia fikir harus cepat-2 membinasakan Daud dan para
pengikutnya sebelum mereka menjadi kuat dan bertambah banyak
pengikutnya.
Daud
bersert para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat
persembunyian tatkala mendengar bahwa Thalout dengan askarnya sedang
mengejarnya dan sedang berada Tidak jauh dari tempat persembunyiannya.
Ia menyuruh beberapa orang drp para pengikutnya untuk melihat dan
mengamat-amati kedudukan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat
mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Daud bahawa
Thalout dan askarnya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat
mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru
kepada Daud jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk memberi
pukulan yang memastikan kepada Thalout dan askarnya. Anjuran mereka
ditolak oleh Daud dan ia buat sementara merasa cukup sebagai peringatan
pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak
dalam tidurnya.
Setelah
Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah ia oleh Daud yang seraya
menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah ia
kepadanya: "Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu
engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mahu nescaya aku dengan mudah telah
membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin
memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta
membersihkan hati dan fikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan
buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka
hatimu."
Thalout
tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak
jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Daud:
"Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau
benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku
harus mengakui hal itu."
Peringatan
yang diberikan oleh Daud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya
yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu
menjadikan ia lupa peringatan yang ia terima dari Daud tatkala digunting
sudut bajunya. Ia tetap melihat Daud sebagai musuh yang akan
menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Ia merasa belum
aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin
lama makin membesar bilangannya. Ia enggan menarik pengajaran dan
peristiwa perguntingan bajunya dan mencuba sekali lagi membawa askarnya
mengejar dan mencari Daud untuk menangkapnya hidup atau mati.
Sampailah
berita pengejaran Thalout ke telinga Daud buat kali keduanya, maka
dikirimlah pengintai oleh Daud untuk mengetahui dimana tempat askar
Thalout berkhemah. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada
disebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya karena payah kecapaian. Dengan
melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Daud di
tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak
panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah
kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit
berserulah Daud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar
mereka bangun ari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan rajanya
yang nyaris terbunuh karena kecuaian mereka. Ia mengundang salah seorang
dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan
kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang
pun dari mereka yang mengetahuinya.
Tindakan Daud
itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahwa
pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat
menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Daud memberi
dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan
perbuatan yang nyata yang menjadikan ia merasa ngeri membayangkan
kesudahan hayatnya andaikan Daud menuntut balas atas apa yang ia telah
lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.
Jiwa bsar yang telah ditunjukkan oleh daud dalam kedua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout.
Ia
terbangun dari lamunannya dan sedar bahawa ia telah jauh tersesat dalam
sikapnya terhadap Daud. Ia sedar bahawa nafsu angkara murka dan bisikan
iblislah yang mendorongkan dia merancangkan pembunuhan atas diri Daud
yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali
mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak
pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Ia sedar
bahawa ia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah
dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya kerana purba sangka yang
tidak berdasar.
Thalout
duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya,
sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan
disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja
Bani Isra'il dan bagaimana Tuhan telah mengutskan Daud untuk
mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan
pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu ia
mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana ia
telah lakukan yang telah merancangkan pembunuhannya dan
mengejar-gejarnya setelah ia melarikan diri dari istana. Dan walaupun ia
telah mengkhianati Daud dengan rancangan jahatnya, Daud masih berkenan
memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana ia dengan mudah
membunuhnya andaikan dia mahu.
Membayangkan
peristiwa-2 itu semunya menjadi sesaklah dada Thalout menyesalkan diri
yang telah terjerumus oleh hawa nafsu dan godaan Iblis sehingga ia
menyia-nyiakan kurnia dan rahmat Allah dengan tindakan-tindakan yang
bahkan membawa dosa dan murka Allah. Maka untuk menebuskan dosa-dosanya
dan bertaubat kepada Allah, Thalout akhirnya mengambil keputusan keluar
dari kota melepaskan mahkotanya dan meninggalkan istananya berserta
segala kebesaran dan kemegahannya lalu pergilah ia berkelana dan
mengembara di atas bumi Allah sampai tiba saatnya ia mendapat panggilan
meninggalkan dunia yang fana ini menuju alam yang baka.
Syahdan,
setelah istana kerajaan Bani Isra'il ditinggalkan oleh Thalout yang
pergi tanpa meninggalkan bekas, beramai-ramailah rakyat mengangkat dan
menobatkan Daud sebagai raja yang berkuasa.
Nabi Daud mendapat Godaan
Daud
dapat menangani urusan pemerintahan dan kerajaan, mengadakan peraturan
dan menentukan bagi dirinya hari-hari khusus untuk melakukan ibadah dan
bermunajat kepada Allah, hari-hari untuk peradilan, hari-hari untuk
berdakwah dan memberi penerangan kepada rakyat dan hari-hari
menyelesaikan urusan-urusan peribadinya.
Pada
hari-hari yang ditentukan untuk beribadah dan menguruskan urusan-2
peribada, ia tidak diperkenankan seorang pun menemuinya dan mengganggu
dalam khalawatnya, sedang pada hari-hari yang ditentukan untuk peradilan
maka ia menyiapkan diri untuk menerima segala lapuran dan keluhan yang
dikemukan oleh rakyatnya serta menyelesaikan segala pertikaian dan
perkelahian yang terjadi diantara sesama mereka. Peraturan itu diikuti
secara teliti dan diterapkan secara ketat oleh para pengawal dan petugas
keamanan istana.
Pada
suatu hari di mana ia harus menutup diri untuk beribadah dan berkhalwat
datanglah dua orang lelaki meminta izin dari para pengawal untuk masuk
bagi menemui raja. Izin tidak diberikan oleh para pengawal sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, namun lelaki itu memaksa kehendaknya dan
melalui pagar yang dipanjat sampailah mereka ke dalam istana dan bertemu
muka dengan Daud.
Daud
yang sedang melakukan ibadahnya terperanjat melihat kedua lelaki itu
sudah berada di depannya, padahal ia yakin para penjaga pintu istana
tidak akan dapat melepaskan siapa pun masuk istana menemuinya.
Berkatalah kedua tamu yang tidak diundang itu ketika melihat wajah Daud
menjadi pucat tanda takut dan terkejut: "Janganlah terkejut dan
janganlah takut. Kami berdua datang kemari untuk meminta keputusan yang
adil dan benar mengenai perkara sengketa yang terjadi antara kami
berdua."
Nabi
Daud tidak dapat berbuat selain daripada menerima mereka yang sudah
berada didepannya, kendatipun tidak melalui prosedur dan protokol yang
sepatutnya. Berkatalah ia kepada mereka setelah pulih kembali
ketenangannya dan hilang rasa paniknya: "Cubalah bentangkan kepadaku
persoalanmu dalam keadaan yang sebenarnya." Berkata seorh daripada kedua
lelaki itu: "Saudaraku ini memilki sembilan puluh sembilan ekor domba
betina dan aku hanya memilki seekor sahaja. Ia menuntut dan mendesakkan
kepadaku agar aku serahkan kepadanya dombaku yang seekor itu bagi
melengkapi perternakannya menjadi genap seratus ekor. Ia membawa
macam-macam alasan dan berbagai dalil yang sangat sukar bagiku untuk
menolaknya, mengingatkan bahawa ia memang lebih cekap berdebat dan lebih
pandai bertikam lidah daripadaku."
Nabi
Daud berpaling muka kepada lelaki yang lain yang sedang seraya
bertanya: "Benarkah apa yang telah diuraikan oleh saudara kamu ini?"
"Benar" ,jawab lelaki itu.
"Jika
memang demikian halnya", kata Daud, dengan marah "maka engkau telah
berbuat zalim kepada saudaramu ini dan memperkosakan hak miliknya dengan
tuntutanmu itu. Aku tidak akan membiarkan engkau melanjutkan tindakanmu
yang zalim itu atau engkau akan menghadapi hukuman pukulan pada wajah
dan hidungmu. Dan memang banyak di antara orang-orang yang berserikat
itu yang berbuat zalim satu terhadap yang lain kecuali mereka yang benar
beriman dan beramal soleh."
"Wahai
Daud", berkata lelaki itu menjawab, "sebenarnya engkaulah yang sepatut
menerima hukuman yang engkau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau
sudah mempunyai sembilan puluh sembilan perempuan mengapa engkau masih
menyunting lagi seorang gadis yang sudah lama bertunang dengan seorang
pemuda anggota tenteramu sendiri yang setia dan bakti dan sudah lama
mereka berdua saling cinta dan mengikat janji."
Nabi
Daud tercengang mendengar jawapan lelaki yang berani, tegas dan pedas
itu dan sekali lagi ia memikirkan ke mana sasaran dan tujuan kata-kata
itu, sekonyong-konyong lenyaplah menghilang dari pandangannya kedua
susuk tubuh kedua lelaki itu. Nabi Daud berdiam diri tidak mengubah
sikap duduknya dan seraya termenung sedarlah ia bahawa kedua lelaki itu
adalah malaikat yang diutuskan oleh Allah untuk memberi peringatan dan
teguran kepadanya. Ia seraya bersujud memohon ampun dan maghfirah dari
Tuhan atas segala tindakan dan perbuatan yang tidak diredhai oleh-Nya.
Allah menyatakan menerima taubat Daud, mengampuni dosanya serta
mengangkatnya ke tingkat para nabi dan rasul-Nya.
Adapun
gadis yang dimaksudkan dalam percakapan Daud dengan kedua malaikat yang
menyerupai sebagai manusia itu ialah "Sabigh binti Sya'igh seorang
gadis yang berparas elok dan cantik, sedang calon suaminya adalah "Uria
bin Hannan" seorang pemuda jejaka yang sudah lama menaruh cinta dan
mengikat janji dengan gadis tersebut bahwa sekembalinya dari medan
perang mereka berdua akan melangsungkan perkhawinan dan hidup sebagai
suami isteri yang bahagia. Pemuda itu telah secara rasmi meminang Sabigh
dari kedua orang tuanya, yang dengan senang hati telah menerima baik
uluran tangan pemuda itu.
Akan
tetapi apa yang hendak dikatakan sewaktu Uria bin Hannan berada di
negeri orang melaksanakan perintah Daud berjihad untuk menegakkan
kalimah Allah, terjadilah sesuatu yang menghancurkan rancangan syahdunya
itu dn menjadilah cita-citanya untuk beristerikan Sabigh gadis yang
diidam-idamkan itu, seakan-akan impian atau fatamorangana belaka.
Pada
suatu hari di mana Uria masih berada jauh di negeri orang melaksanakan
perintah Allah untuk berjihad, tertangkaplah paras Sabigh yang ayu itu
oleh kedua belah mata Daud dan dari pandangan pertama itu timbullah rasa
cinta di dalam hati Daud kepada sang gadis itu, yang secara sah adalah
tunangan dari salah seorang anggota tenteranya yang setia dan cekap.
Daud tidak perlu berfikir lama untuk menyatakan rasa hatinya terhadap
gadis yang cantik itu dan segera mendatangi kedua orang tuanya meminang
gadis tersebut.
Gerangan
orang tua siapakah yang akan berfikir akan menolak uluran tangan
seorang seperti Daud untuk menjadi anak menantunya. Bukankah merupakan
suatu kemuliaan yang besar baginya untuk menjadi ayah mertua dari Daud
seorang pesuruh Allah dan raja Bani Isra'il itu. Dan walaupun Sabigh
telah diminta oleh Uria namin Uria sudah lama meninggalkan tunangannya
dan tidak dapat dipastikan bahwa ia akan cepat kembali atau berada dalam
keadaan hidup. Tidak bijaksanalah fikir kedua orang tua Sabigh untuk
menolak uluran tangan Daud hanya semata-mata karena menantikan
kedatangan Uria kembali dari medan perang. Maka diterimalah permintaan
Daud dan kepadanya diserahkanlah Sabigh untuk menjadi isterinya yang
sah.
Demikianlah
kisah perkhawinan Daud dan Sabigh yang menurut para ahli tafsir menjadi
sasaran kritik dan teguran Allah melalui kedua malaikat yang merupai
sebagai dua lelaki yang datang kepada Nabi Daud memohon penyelesaian
tentang sengketa mereka perihal domba betina mereka.
Hari Sabtunya Bani Isra'il
Di
antara ajaran-2 Nabi Musa a.s. kepada Bani Isra'il ialah bahawa mereka
mewajibkan untuk mengkhususkan satu hari pada tiap minggu bagi melakukan
ibadah kepada Allah mensucikan hati dan fikiran mereka dengan berzikir,
bertahmid dan bersyukur atas segala kurnia dan nikmat Tuhan, bersolat
dan melakukan perbuatan-2 yang baik serta amal-2 soleh. Diharamkan bagi
mereka pada hari yang ditentukan itu untuk berdagang dan melaksanakan
hal-hal yang bersifat duniawi.
Pada
mulanya hari Jumaatlah yang ditunjuk sebagai hari keramat dan hari
ibadah itu, alan tetapi mereka meminta dari Nabi Musa agar hari ibadah
itu dijatuhkan pada setiap hari Sabtu, mengingatkan bahwa pada hari itu
Allah selesai menciptakan makhluk-Nya. Usul perubahan yang mereka ajukan
itu diterima oleh Nabi Musa, maka sejak itu, hari Sabtu pada setiap
minggu daijadikan hari mulia dan suci, di mana mereka tidak melakukan
perdagangan dan mengusahakan urusan-2 duniawi. Mereka hanya tekun
beribadah dan ebrbuat amal-amal kebajikan yang diperintahkan oleh agama.
Demikianlah hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti
tahun namun adat kebiasaan mensucikan hari Sabtu tetap dipertahankan
turun temurun dan generasi demi generasi.
Pada
masa Nabi Daud berkuasa di suatu desa bernama "Ailat" satu diantara
beberapa desa yang terletak di tepi Laut Merah bermukim sekelompok kaum
dari keturunan Bani Isra'il yang sumber percariannya adalah dari
penangkapan ikan, perdagangan dan pertukangan yang dilakukannya setiap
hari kecuali hari Sabtu.
Sebagai
akibat dari perintah mensucikan hari Sabtu di mana tiada seorang
malakukan urusan dagangan atau penangkapan ikan, maka pasar-pasar dan
tempat-2 perniagaan di desa itu menjadi sunyi senyap pada tiap hari dan
malam sabtu, sehingga ikan-2 di laut tampak terapung-apung di atas
permukaan air, bebas berpesta ria mengelilingi dua buah batu besar
berwarna putih terletak ditepi laut dekat desa Ailat.Ikan-ikan itu
seolah-olah sudah terbiasa bahwa pada tiap malam dan hari Sabtu terasa
aman bermunculan di atas permukaan air tanpa mendapat gangguan dari para
nelayan tetapi begitu matahari terbenam pada Sabtu senja menghilanglah
ikan-ikan itu kembali ke perut dan dasar laut sesuai dengan naluri yang
dimiliki oleh tiap binatang makhluk Allah.
Para
nelayan desa Ailat yang pd hari-hari biasa tidak pernah melihat ikan
begitu banyak terapung-apung di atas permukaan air, bahkan sukar
mendapat menangkap ikan sebanyak yang diharapkan, menganggap adalah
kesempatan yang baik dan menguntungkan sekali bila mereka melakukan
penangkapan ikan pada tiap malam dan hari Sabtu. Fikiran itu tidak
disia-siakan dan tanpa menghiraukan perintah agama dan adat kebiasaan
yang sudah berlaku sejak Nabi Musa memerintahkannya, pergilah mereka
ramai-ramai ke pantai menangkap ikan di malam dan hari yang terlarang
itu, sehingga berhasillah mereka menangkap ikan sepuas hati mereka dan
sebanyak yang mereka harapkan, Berbeda jauh dengan hasil mereka di
hari-hari biasa.
Para
penganut yang setia dan para mukmin yang soleh datang menegur para
orang fasiq yang telah berani melanggar kesucian hari Sabtu. Mereka
diberi nasihat dan peringatan agar menghentikan perbuatan mungkar mereka
dan kembali mentaati perintah agama serta menjauhkan diri dari semua
larangannya, supay menghindari murka Allah yang dapat mencabut kurnia
dan nikmat yang telah diberikan kepada mereka.
Nasihat
dan peringatan para mukmin itu tidak dihiraukan oleh para nelayan yang
membangkang itu bahkan mereka makin giat melakukan pelanggaran secara
demonstratif karena sayang akan kehilangan keuntungan material yang
besar yang mereka perolrh dan penangkapan ikan di hari-hari yang suci.
Akhirnya pemuka-pemuka agama terpaksa mengasingkan mereka dari pergaulan
dan melarangnya masuk ke dalam kota dengan menggunakan senjata kalau
perlu.
Berkata
para nelayan pembangkang itu memprotes: "sesungguhnya kota Ailat adalah
kota dan tempat tinggal kami bersama kami mempunyai hak yang sama
seperti kamu untuk tinggal menetap di sini dan sesekali kamu tidak
berhak melarang kami memasuki kota kami ini serta melarang kami menggali
sumber-2 kekayaan yang terdapat di sini bagi kepentingan hidup kami.
Kami tidak akan meninggalkan kota kami ini dan pergi pindah ke tempat
lain. Dan jika engkau enggan bergaul dengan kami maka sebaiknya kota
Ailat ini di bagi menjadi dua bahagian dipisah oleh sebuah tembok
pemisah, sehingga masing-2 pihak bebas berbuat dan melaksanakan usahanya
tanpa diganggu oleh mana-mana pihak lain."
Dengan
adanya garis pemisah antara para nelayan pembangkang yang fasiq dan
pemeluk-pemeluk agama yang taat bebaslah mereka melaksanakan usaha
penangkapan ikan semahu hatinya secara besar-besaran pada tiap-tiap hari
tanpa berkecuali.
Mereka
membina saluran-2 air bagi mengalirkan air laut ke dekat rumah-2 mereka
dengan mengadakan bendungan-2 yang mencegahkan kembalinya ikan-2 le
laut bila matahari terbenam pada setiap petang Sabtu pada waktu mana
biasanya ikan-2 yang terapung-apung itu meluncur kembali ke dasar laut.
Para
nelayan yang makin manjadi kaya karena keuntungan besar yang meeka
peroleh dari hasil penangkapan ikan yang bebas menjadi makin berani
melakukan maksiat dan pelanggaran perintah-2 agama yang menjurus kepada
kerusakkan akhlak dan moral mereka.
Sementara
para pemuka agama yang melihat para nelayan itu makin berani melanggar
perintah Allah dan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di daerah
mereka sendiri masih rajin mendatangi mereka dari masa ke semasa
memperingatkan mereka dan memberi nasihat , kalau-2 masih dapat ditarik
ke jalan yang benar dan bertaubat dari perbuatan maksiat mereka. Akan
tetapi kekayaan yang mereka peroleh dari hasil penangkapan yang berganda
menjadikan mata mereka buta untuk melihta cahaya kebenaran, telinga
mereka pekak untuk mendengar nasihat-2 para pemuka agama dan lubuk hati
mereka tersumbat oleh nafsu kemaksiatan dan kefasiqan, sehingga
menjadikan sebahagian dari pemuka dan penganjur agaam itu berputus asa
dan berkata kepada sebahagian yang masih menaruh harapan: "Mengapa kamu
masih menasihati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan
ditimpahi hati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan
ditimpahi azab yang sangat keras."
Demikianlah
pula Nabi Daud setelah melihat bahawa segala nasihat dan peringatan
kepada kaumnya hanya dianggap sebagai angin lalu atau seakan suara di
padang pasir belaka dan melihat tiada harapan lagi bahwa mereka akan
sedar dan insaf kembali maka berdoalah beliau memohon kepada Allah agar
menggajar mereka dengan seksaan dan azab yang setimpal.
doa
Nabi Daud dikabulkan oleh Allah dan terjadilah suatu gempa bumi yang
dahsyat yang membinasakan orang-orang yang telah membangkang dan berlaku
zalim terhadap diri mereka sendiri dengan mengabaikan perintah Allah
dan perintah para hamba-Nya yang soleh. Sementara mereka yang mukmin dan
soleh mendapat perlindungan Allah dan terhindarlah dari malapetaka yang
melanda itu.
Beberapa Kurniaan Allah Kepada Nabi Daud
Allah
mengutusnya sebagai nabi dan rasul mengurniainya nikmah, kesempurnaan
ilmu, ketelitian amal perbuatan serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan
perselisihan.
Kepadanya
diturunkan kitab "Zabur", kitab suci yang menghimpunkan qasidah-2 da
sajak-2 serta lagu-2 yang mengandungi tasbih dan pujian-pujian kepada
Allah, kisah umat-2 yang dahulu dan berita nabi-nabi yang akan datang,
di antaranya berita tentang datangnya Nabi Muhammad s.a.w.
Allah menundukkan gunung-2 dan memerintahkannya bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud tiap pagi dan senja.
Burung-2 pun turut bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud berulang-ulang.
Nabi Daud diberi peringatan tentang maksud suara atau bahasa burung-2.
Allah
telah memberinya kekuatan melunakkan besi, sehingga ia dapat membuat
baju-baju dan lingkaran-2 besi dengan tangannya tanpa pertolongan api.
Nabi
Daud telah diberikannya kesempatan menjadi raja memimpin kerajaan yang
kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh, bahkan sebaliknya ia selalu
memperolehi kemenangan di atas semua musuhnya.
Nabi
Daud dikurniakan suara yang merdu oleh Allah yang enak didengar
sehingga kini ia menjadi kiasan bila seseorang bersuara merdu dikatakan
bahawa ia memperolehi suara Nabi Daud.
Kisah
Nabi Daud dan kisah Sabtunya Bani Isra'il terdapat dalam Al-Quran surah
"Saba'" ayat 11, surah "An-Nisa'" ayat 163, surah "Al-Isra'" ayat 55,
surah "Shaad" ayat 17 sehingga ayat 26 dan surah "Al-'Aaraaf" ayat 163
sehingga ayat 165.
Beberapa Pelajaran Dari Kisah Nabi Daud A.S
Allah
telah memberikan contoh bahwa seseorang yang bagaimana pun besar dan
perkasanya yang hanya menyandarkan diri kepada kekuatan jasmaninya dapat
dikalahkan oleh orang yang lebih lemah dengan hanya sesuatu benda yang
tidak bererti sebagaimana Daud yang muda usia dan lemah fizikal
mengalahkan Jalout yang perkasa itu dengan bersenjatakan batu sahaja.
Seorang
yang lemah dan miskin tidak patut berputus asa mencari hasil dan
memperoleh kejayaan dalam usaha dan perjuangannya selama ia bersandarkan
kepada takwa dan iman kepada Allah yang akan melindunginya.
Kemenangan
Daud atas Jalout tidak menjadikan dia berlaku sombong dan takabbur,
bahkan sebaliknya ia bersikap rendah hati dan lemah-lembut terhadap
kawan maupun lawan
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Sulaiman AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Sulaiman AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi dan rasul kita selanjutnya, semoga bermanfaat untujk kita semua..
Nabi
Sulaiman adalah salah seorang putera Nabi Daud. Sejak ia masih
kanak-kanak berusia sebelas tahun, ia sudah menampakkan tanda-tanda
kecerdasan, ketajaman otak, kepandaian berfikir serta ketelitian di
dalam mempertimbangkan dan mengambil sesuatu keputusan.
Nabi Sulaiman Seorang Juri
Sewaktu
Daud, ayahnya menduduki tahta kerajaan Bani Isra'il ia selalu
mendampinginnya dalam tiap-tiap sidang peradilan yang diadakan untuk
menangani perkara-perkara perselisihan dan sengketa yang terjadi di
dalam masyarakat. Ia memang sengaja dibawa oleh Daud, ayahnya menghadiri
sidang-sidang peradilan serta menyekutuinya di dalam menangani
urusan-urusan kerajaan untuk melatihnya serta menyiapkannya sebagai
putera mahkota yang akan menggantikanya memimpin kerajaan, bila tiba
saatnya ia harus memenuhi panggilan Ilahi meninggalkan dunia yang fana
ini. Dan memang Sulaimanlah yang terpandai di antara sesama saudara yang
bahkan lebih tua usia daripadanya.
Suatu
peristiwa yang menunjukkan kecerdasan dan ketajaman otaknya iaitu
terjadi pada salah satu sidang peradilan yang ia turut menghadirinya.
dalam persidangan itu dua orang datang mengadu meminta Nabi Daud
mengadili perkara sengketa mereka, iaitu bahawa kebun tanaman salah
seorang dari kedua lelaki itu telah dimasuki oleh kambing-kambing ternak
kawannya di waktu malam yang mengakibatkan rusak binasanya
perkarangannya yang sudah dirawatnya begitu lama sehingga mendekati masa
menuainya. Kawan yang diadukan itu mengakui kebenaran pengaduan
kawannya dan bahawa memang haiwan ternakannyalah yang merusak-binasakan
kebun dan perkarangan kawannya itu.
Dalam
perkara sengketa tersebut, Daud memutuskan bahawa sebagai ganti rugi
yang dideritai oleh pemilik kebun akibat pengrusakan kambing-kambing
peliharaan tetangganya, maka pemilik kambing-kambing itu harus
menyerahkan binatang peliharaannya kepada pemilik kebun sebagai ganti
rugi yang disebabkan oleh kecuaiannya menjaga binatang ternakannya. Akan
tetapi Sulaiman yang mendengar keputusan itu yang dijatuhkan oleh
ayahnya itu yang dirasa kurang tepat berkata kepada si ayah: "Wahai
ayahku, menurut pertimbanganku keputusan itu sepatut berbunyi sedemikian
: Kepada pemilik perkarangan yang telah binasa tanamannya diserahkanlah
haiwan ternak jirannya untuk dipelihara, diambil hasilnya dan
dimanfaatkan bagi keperluannya, sedang perkarangannya yang telah binasa
itu diserahkan kepada tetangganya pemilik peternakan untuk dipugar dan
dirawatnya sampai kembali kepada keadaan asalnya, kemudian masing-masing
menerima kembali miliknya, sehingga dengan cara demikian masing-masing
pihak tidak ada yang mendapat keuntungan atau kerugian lebih daripada
yang sepatutnya."
Kuputusan
yang diusulkan oleh Sulaiman itu diterima baik oleh kedua orang yang
menggugat dan digugat dan disambut oleh para orang yang menghadiri
sidang dengan rasa kagum terhadap kecerdasan dan kepandaian Sulaiman
yang walaupun masih muda usianya telah menunjukkan kematangan berfikir
dan keberanian melahirkan pendapat walaupun tidak sesuai dengan pendapat
ayahnya.
Peristiwa
ini merupakan permulaan dari sejarah hidup Nabi Sulaiman yang penuh
dengan mukjizat kenabian dan kurnia Allah yang dilimpahkan kepadanya dan
kepada ayahnya Nabi Daud.
Sulaiman Menduduki Tahta Kerajaan Ayahnya
Sejak
masih berusia muda Sulaiman telah disiapkan oleh Daud untuk
menggantikannya untuk menduduki tahta singgahsana kerajaan Bani Isra'il.
Abang
Sulaiman yang bernama Absyalum tidak merelakan dirinya dilangkahi oleh
adiknya .Ia beranggapan bahawa dialah yang sepatutnya menjadi putera
mahkota dan bukan adiknya yang lebih lemah fizikalnya dan lebih muda
usianya srta belum banyak mempunyai pengalaman hidup seperti dia.
Kerananya ia menaruh dendam terhadap ayahnya yang menurut anggapannya
tidak berlaku adil dan telah memperkosa haknya sebagai pewaris pertama
dari tahta kerajaan Bani Isra'il.
Absyalum
berketetapan hati akan memberotak terhadap ayahnya dan akan berjuang
bermati-matian untuk merebut kekuasaan dari tangan ayahnya atau adiknya
apa pun yang harus ia korbankan untuk mencapai tujuan itu. Dan sebagai
persiapan bagi rancangan pemberontakannya itu, dari jauh-jauh ia
berusaha mendekati rakyat, menunjukkan kasih sayang dan cintanya kepada
mereka menolong menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi serta
mempersatukan mereka di bawah pengaruh dan pimpinannya. Ia tidak jarang
bagi memperluaskan pengaruhnya, berdiri didepan pintu istana mencegat
orang-orang yang datang ingin menghadap raja dan ditanganinya sendiri
masalah-masalah yang mereka minta penyelesaian.
Setelah
merasa bahawa pengaruhnya sudah meluas di kalangan rakyat Bani Isra'il
dan bahawa ia telah berhasil memikat hati sebahagian besar dari mereka,
Absyalum menganggap bahawa saatnya telah tiba untuk melaksanakan rencana
rampasan kuasa dan mengambil alih kekuasaan dari tangan ayahnya dengan
paksa. Lalu ia menyebarkan mata-matanya ke seluruh pelosok negeri
menghasut rakyat dan memberi tanda kepada penyokong-penyokong
rencananya, bahawa bila mereka mendengar suara bunyi terompet, maka
haruslah mereka segera berkumpul, mengerumuninya kemudian mengumumkan
pengangkatannya sebagai raja Bani Isra'il menggantikan Daud ayahnya.
Syahdan
pada suatu pagi hari di kala Daud duduk di serambi istana
berbincang-bincang dengan para pembesar dan para penasihat
pemerintahannya, terdengarlah suara bergemuruh rakyat bersorak-sorai
meneriakkan pengangkatan Absyalum sebagai raja Bani Isra'il menggantikan
Daud yang dituntut turun dari tahtanya. Keadaan kota menjadi
kacau-bilau dilanda huru-hara keamanan tidak terkendalikan dan
perkelahian terjadi di mana-mana antara orang yang pro dan yang kontra
dengan kekuasaan Absyalum.
Nabi
Daud merasa sedih melihat keributan dan kekacauan yang melanda
negerinya, akibat perbuatan puterannya sendiri. Namun ia berusaha
menguasai emosinya dan menahan diri dari perbuatan dan tindakan yang
dapat menambah parahnya keadaan. Ia mengambil keputusan untuk
menghindari pertumpahan darah yang tidak diinginkan, keluar meninggalkan
istana dan lari bersama-sama pekerjanya menyeberang sungai Jordan
menuju bukit Zaitun. Dan begitu Daud keluar meninggalkan kota Jerusalem,
masuklah Absyalum diiringi oleh para pengikutnya ke kota dan segera
menduduki istana kerajaan. Sementara Nabi Daud melakukan istikharah dan
munajat kepada Tuhan di atas bukit Zaitun memohon taufiq dan
pertolongan-Nya agar menyelamatkan kerajaan dan negaranya dari
malapetaka dan keruntuhan akibat perbuatan puteranya yang durhaka itu.
Setelah
mengadakan istikharah dan munajat yang tekun kepada Allah, akhirnya
Daud mengambil keputusan untuk segera mengadakan kontra aksi terhadap
puteranya dan dikirimkanlah sepasukan tentera dari para pengikutnya yang
masih setia kepadanya ke Jerusalem untuk merebut kembali istana
kerajaan Bani Isra'il dari tangan Absyalum. Beliau berpesan kepada
komandan pasukannya yang akan menyerang dan menyerbu istana, agar
bertindak bijaksana dan sedapat mungkin menghindari pertumpahan darah
dan pembunuhan yang tidak perlu, teristimewa mengenai Absyalum,
puteranya, ia berpesan agar diselamatkan jiwanya dan ditangkapnya
hidup-hidup. Akan tetapi takdir telah menentukan lain daripada apa yang
si ayah inginkan bagi puteranya. Komandan yang berhasil menyerbu istana
tidak dapat berbuat lain kecuali membunuh Absyalum yang melawan dan
enggan menyerahkan diri setelah ia terkurung dan terkepung.
Dengan
terbunuhnya Absyalum kembalilah Daud menduduki tahtanya dan kembalilah
ketenangan meliputi kota Jerusalem sebagaimana sediakala. Dan setelah
menduduki tahta kerajaan Bani Isra'il selama empat puluh tahun wafatlah
Nabi Daud dalam usia yang lanjut dan dinobatkanlah sebagai pewarisnya
Sulaiman sebagaimana telah diwasiatkan oleh ayahnya.
Kekuasaan Sulaiman Atas Jin dan Makhluk Lain
Nabi
Sulaiman yang telah berkuasa penuh atas kerajaan Bani Isra'il yang
makin meluas dan melebar, Allah telah menundukkan baginya
makhluk-makhluk lain, iaitu Jin angin dan burung-burung yang kesemuanya
berada di bawah perintahnya melakukan apa yang dikehendakinya dan
melaksanakan segala komandonya. Di samping itu Allah memberinya pula
suatu kurnia berupa mengalirnya cairan tembaga dari bawah tanah untuk
dimanfaatkannya bagi karya pembangunan gedung-gedung, perbuatan
piring-piring sebesar kolam air, periuk-periuk yang tetap berada diatas
tungku yang dikerjakan oleh pasukan Jin-Nya.
Sebagai
salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Sulaiman ialah
kesanggupan beliau menangkap maksud yang terkandung dalam suara
binatang-binatang dan sebaliknya binatang-binatang dapat pula mengerti
apa yang ia perintahkan dan ucapkan.
Demikianlah
maka tatkala Nabi Sulaiman berpergian dalam rombongan kafilah yang
besar terdiri dari manusia, jin dan binatang-binatang lain, menuju ke
sebuah tempat bernama Asgalan ia melalui sebuah lembah yang disebut
lembah semut. Disitu ia mendengar seekor semut berkata kepada
kawan-kawannya: "Hai semut-semut, masuklah kamu semuanya ke dalam
sarangmu, agar supaya kamu selamat dan tidak menjadi binasa diinjak oleh
Sulaiman dan tenteranya tanpa ia sedar dan sengaja.
Nabi Sulaiman tersenyum
tertawa mendengar suara semut yang ketakutan itu. Ia memberitahu hal
itu kepada para pengikutnya seraya bersyukur kepada Allah atas
kurnia-Nya yang menjadikan ia dapat mendengar serta menangkap maksud
yang terkandung dalam suara semut itu. Ia merasa takjud bahawa binatang
pun mengerti bahawa nabi-nabi Allah tidak akan mengganggu sesuatu
makhluk dengan sengaja dan dalam keadaan sedar.
Sulaiman dan Ratu Balqis
Setelah
Nabi Sulaiman membangunkan Baitulmaqdis dan melakukan ibadah haji
sesuai dengan nadzarnya pergilah ia meneruskan perjalannya ke Yeman.
Setibanya di San'a - ibu kota Yeman ,ia memanggil burung hud-hud sejenis
burung pelatuk untuk disuruh mencari sumber air di tempat yang kering
tandus itu. Ternyata bahawa burung hud-hud yang dipanggilnya itu tidak
berada diantara kawasan burung yang selalu berada di tempat untuk
melakukan tugas dan perintah Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman marah dan
mengancam akan mengajar burung Hud-hud yang tidak hadir itu bila ia
datang tanpa alasan dan uzur yang nyata.
Berkata
burung Hud-hud yang hinggap didepan Sulaiman sambil menundukkan kepala
ketakutan:: "Aku telah melakukan penerbangan pengintaian dan menemukan
sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh paduka Tuan. Aku telah
menemukan sebuah kerajaan yang besar dan mewah di negeri Saba yang
dikuasai dan diperintah oleh seorang ratu. Aku melihat seorang ratu itu
duduk di atas sebuah tahta yang megah bertaburkan permata yang
berkilauan. Aku melihat ratu dan rakyatnya tidak mengenal Tuhan Pencipta
alam semesta yang telah mengurniakan mereka kenikmatan dan kebahagian
hidup. Mereka tidak menyembah dan sujud kepada-Nya, tetapi kepada
matahari. Mereka bersujud kepadanya dikala terbit dan terbenam. Mereka
telah disesatkan oleh syaitan dari jalan yang lurus dan benar."
Berkata
Sulaiman kepada Hud-hud: "Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu kerana
berita yang engkau bawakan ini yang aku anggap penting untuk
diperhatikan dan untuk mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah
suratku ini ke Saba dan lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau
maksudkan itu, kemudian kembalilah secepat-cepatnya, sambil kami menanti
perkembangan selanjutnya bagaimana jawapan ratu Saba atas suratku ini."
HUd-hud
terbang kembali menuju Saba dan setibanya di atas istana kerajaan Saba
dilemparkanlah surat Nabi Sulaiman tepat di depan ratu Balqis yang
sedang duduk dengan megah di atas tahtanya. Ia terkejut melihat sepucuk
surat jatuh dari udara tepat di depan wajahnya. Ia lalu mengangkat
kepalanya melihat ke atas, ingin mengetahui dari manakah surat itu
datang dan siapakah yang secara kurang hormat melemparkannya tepat di
depannya. Kemudian diambillah surat itu oleh ratu, dibuka dan baca
isinya yang berbunyi: "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Penyayang, surat ini adalah daripadaku, Sulaiman. Janganlah kamu
bersikap sombong terhadapku dan menganggap dirimu lebih tinggi
daripadaku. Datanglah sekalian kepadaku berserah diri."
Setelah
dibacanya berulang kali surat Nabi Sulaiman Ratu Balqis memanggil para
pembesarnya dan para penasihat kerajaan berkumpul untuk memusyawarahkan
tindakan apa yang harus diambil sehubungan dengan surat Nabi Sulaiman
yang diterimanya itu.
Berkatlah
para pembesar itu ketika diminta petimbangannya: "Wahai paduka tuan
ratu, kami adalah putera-putera yang dibesarkan dan dididik untuk
berperang dan bertempur dan bukan untuk menjadi ahli pemikir atau
perancang yang patut memberi pertimbangan atau nasihat kepadamu. Kami
menyerahkan kepadamu untuk mengambil keputusan yang akan membawa
kebaikan bagi kerajaan dan kami akan tunduk dan melaksanakan segala
perintah dan keputusanmu tanpa ragu. Kami tidak akan gentar menghadapi
segala ancaman dari mana pun datangnya demi menjaga keselamatanmu dam
keselamatan kerajaanmu."
Ratu
Balqis menjawab: "Aku memperoleh kesan dari uraianmu bahwa kamu
mengutamakan cara kekerasan dan kalau perlu kamu tidak akan gentar masuk
medan perang melawan musuh yang akan menyerbu. Aku sangat berterima
kasih atas kesetiaanmu kepada kerajaan dan kesediaanmu menyabung nyawa
untuk menjaga keselamatanku dan keselamatan kerajaanku. Akan tetapi aku
tidak sependirian dengan kamu sekalian. Menurut pertimbanganku, lebih
bijaksana bila kami menempuh jalan damai dan menghindari cara kekerasan
dan peperangan. Sebab bila kami menentang secara kekerasan dan sampai
terjadi perang dan musuh kami berhasil menyerbu masuk kota-kota kami,
maka nescaya akan berakibat kerusakan dan kehancuran yang sgt
menyedihkan. Mereka akan menghancur binasakan segala bangunan,
memperhambakan rakyat dan merampas segala harta milik dan peninggalan
nenek moyang kami. Hal yang demikian itu adalah merupakan akibat yang
wajar dari tiap peperangan yang dialami oleh sejarah manusia dari masa
ke semasa. Maka menghadapi surat Sulaiman yang mengandung ancaman itu,
aku akan cuba melunakkan hatinya dengan mengirimkan sebuah hadiah
kerajaan yang akan terdiri dari barang-barang yang berharga dan bermutu
tinggi yang dapat mempesonakan hatinya dan menyilaukan matanya dan aku
akan melihat bagaimana ia memberi tanggapan dan reaksi terhadap hadiahku
itu dan bagaimana ia menerima utusanku di istananya.
Selagi
Ratu Balgis siap-siap mengatur hadiah kerajaan yang akan dikirim kepada
Sulaiman dan memilih orang-orang yang akan menjadi utusan kerajaan
membawa hadiah, tibalah hinggap di depan Nabi Sulaiman burung pengintai
Hud-hud memberitakan kepadanya rancangan Balqis untuk mengirim utusan
membawa hadiah baginya sebagai jawaban atas surat beliau kepadanya.
Setelah
mendengar berita yang dibawa oleh Hud-hud itu, Nabi Sulaiman mengatur
rencana penerimaan utusan Ratu Balqis dan memerintahkan kepada pasukan
Jinnya agar menyediakan dan membangunkan sebuah bangunan yang megah yang
tiada taranya ya akan menyilaukan mata perutusan Balqis bila mereka
tiba.
Tatkala
perutusan Ratu Balqis datang, diterimalah mereka dengan ramah tamah
oleh Sulaiman dan setelah mendengar uraian mereka tentang maksud dan
tujuan kedatangan mereka dengan hadiah kerajaan yang dibawanya,
berkatalah Nabi Sulaiman: "Kembalilah kamu dengan hadiah-hadiah ini
kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahawa Allah telah memberiku rezeki
dan kekayaan yang melimpah ruah dan mengurniaiku dengan kurnia dan
nikmat yang tidak diberikannya kepada seseorang drp makhluk-Nya. Di
samping itu aku telah diutuskan sebagai nabi dan rasul-Nya dan
dianugerahi kerajaan yang luas yang kekuasaanku tidak sahaja berlaku
atas manusia tetapi mencakup juga jenis makhluk Jin dan
binatang-binatang. Maka bagaimana aku akan dapat dibujuk dengan harta
benda dan hadiah serupa ini? Aku tidak dapat dilalaikan dari kewajiban
dakwah kenabianku oleh harta benda dan emas walaupun sepenuh bumi ini.
Kamu telah disilaukan oleh benda dan kemegahan duniawi, sehingga kamu
memandang besar hadiah yang kamu bawakan ini dan mengira bahawa akan
tersilaulah mata kami dengan hadiah Ratumu. Pulanglah kamu kembali dan
sampaikanlah kepadanya bahawa kami akan mengirimkan bala tentera yang
sangat kuat yang tidak akan terkalahkan ke negeri Saba dan akan
mengeluarkan ratumu dan pengikut-pengikutnya dari negerinya sebagai-
orang-orang yang hina-dina yang kehilangan kerajaan dan kebesarannya,
jika ia tidak segera memenuhi tuntutanku dan datang berserah diri
kepadaku."
Perutusan
Balqis kembali melaporkan kepada Ratunya apa yang mereka alami dan apa
yang telah diucapkan oleh Nabi Sulaiman. Balqis berfikir, jalan yang
terbaik untuk menyelamatkan diri dan kerajaannya ialah menyerah saja
kepada tuntutan Sulaiman dan datang menghadap dia di istananya.
Nabi
Sulaiman berhasrat akan menunjukkan kepada Ratu Balqis bahawa ia
memiliki kekuasaan ghaib di samping kekuasaan lahirnya dan bahwa apa
yang dia telah ancamkan melalui rombongan perutusan bukanlah ancaman
yang kosong. Maka bertanyalah beliau kepada pasukan Jinnya, siapakah
diantara mereka yang sanggup mendatangkan tahta Ratu Balqis sebelum
orangnya datang berserah diri.
Berkata
Ifrit, seorang Jin yang tercerdik: "Aku sanggup membawa tahta itu dari
istana Ratu Balqis sebelum engkau sempat berdiri dari tempat dudukimu.
Aku adalah pesuruhmu yang kuat dan dapat dipercayai.
Seorang
lain yang mempunyai ilmu dan hikmah nyeletuk berkata: "Aku akan membawa
tahta itu ke sini sebelum engkau sempat memejamkan matamu."
Ketika
Nabi Sulaiman melihat tahta Balqis sudah berada didepannya, berkatalah
ia: Ini adalah salah satu kurnia Tuhan kepadaku untuk mencuba apakah aku
bersyukur atas kurnia-Nya itu atau mengingkari-Nya, kerana barang siapa
bersyukur maka itu adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya sendiri
dan barangsiapa mengingkari nikmat dan kurnia Allah, ia akan rugi di
dunia dan di akhirat dan sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia."
Menyonsong
kedatangan Ratu Balqis, Nabi Sulaiman memerintahkan orang-orangnya agar
mengubah sedikit bentuk dan warna tahta Ratu itu yang sudah berada di
depannya kemudian setelah Ratu itu tiba berserta pengiring-pengiringnya,
bertanyalah Nabi Sulaiman seraya menundingkan kepada tahtanya: "Serupa
inikah tahtamu?" Balqis menjawab: "Seakan-akan ini adalah tahtaku
sendiri," seraya bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mungkin bahawa
tahtanya berada di sini padahal ia yakin bahawa tahta itu berada di
istana tatkala ia bertolak meninggalkan Saba.
Selagi
Balgis berada dalam keadaan kacau fikiran, kehairanan melihat tahta
kerajaannya sudah berpindah ke istana Sulaiman, ia dibawa masuk ke dalam
sebuah ruangan yang sengaja dibangun untuk penerimaannya. Lantai dan
dinding-dindingnya terbuat dari kaca putih. Balqis segera menyingkapkan
pakaiannya ke atas betisnya ketika berada dalam ruangan itu, mengira
bahawa ia berada di atas sebuah kolam air yang dapat membasahi tubuh dan
pakaiannya.
Berkata
Nabi Sulaiman kepadanya: "Engkau tidak usah menyingkap pakaianmu.
Engkau tidak berada di atas kolam air. Apa yang engkau lihat itu adalah
kaca-kaca putih yang menjadi lantai dan dinding ruangan ini."
"Oh,Tuhanku,"
Balqis berkata menyedari kelemahan dirinya terhadap kebesaran dan
kekuasaan Tuhan yang dipertunjukkan oleh Nabi Sulaiman, "aku telah lama
tersesat berpaling daripada-Mu, melalaikan nikmat dan kurnia-Mu,
merugikan dan menzalimi diriku sendiri sehingga terjatuh dari cahaya dan
rahmat-Mu. Ampunilah aku. Aku berserah diri kepada Sulaiman Nabi-Mu
dengan ikhlas dan keyakinan penuh. Kasihanilah diriku wahai Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang."
Demikianlah
kisah Nabi Sulaiman dan Balqis Ratu Saba. Dan menurut sementara ahli
tafsir dan ahli sejarah nabi-nabi, bahawa Nabi Sulaiman pada akhirnya
kahwin dengan Balqis dan dari perkahwinannya itu lahirlah seorang
putera.
Menurut
pengakuan maharaja Ethiopia Abessinia, mereka adalah keturunan Nabi
Sulaiman dari putera hasil perkahwinannya dengan Balqis itu. Wallahu
alam bisshawab.
Wafatnya Nabi Sulaiman
Al-Quran
mengisahkan bahawa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kematian
Sulaiman kecuali anai-anai yang memakan tongkatnya yang ia sandar
kepadanya ketika Tuhan mengambil rohnya. Para Jin yang sedang
mengerjakan bangunan atas perintahnya tidak mengetahui bahawa Nabi
Sulaiman telah mati kecuali setelah mereka melihat Nabi Sulaiman
tersungkur jatuh di atas lantai, akibat jatuhnya tongkat sandarannya
yang dimakan oleh anai-anai. Sekiranya para Jin sudah mengetahui
sebelumnya, pasti mereka tidak akan tetap meneruskan pekerjaan yang
mereka anggap sebagai seksaan yang menghinakan.
Berbagai cerita yang dikaitkan orang pada ayat yang mengisahkan matinya Nabi Sulaiman,
namun kerana cerita-cerita itu tidak ditunjang dikuatkan oleh sebuah
hadis sahih yang muktamad, maka sebaiknya kami berpegang saja dengan apa
yang dikisahkan oleh Al-Quran dan selanjutnya Allahlah yang lebih
Mengetahui dan kepada-Nya kami berserah diri.
Kisah Nabi Sulaiman dapat dibaca di dalam Al-Quran, surah An-Naml ayat 15 sehingga ayat 44
Riwayat Sejarah Kisah Nabi ilyas AS
baiklah kali ini kita akan membahas mengenai kisah Nabi ilyas AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi kita selanjutnya..
moga bermanfaat untuk sobat semua...
Beliau
adalah seorang utusan Allah SWT. Telah terjadi pertentangan antara
beliau dan kaumnya tentang berhala yang bemama Ba'l. Nabi Ilyas menyeru
di jalan Allah SWT dan mengajak kaumnya tetapi kaumnya mengabaikannya.
Mereka cenderung kepada Ba'l.
Selesailah
halaman kehidupan dunia dan mereka dihadirkan di hadapan Allah SWT pada
hari kiamat. Allah SWT menceritakan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Dan
sesungguhnya Ilyas termasuk salah seorang dari rasul-rasul. (Ingatlah)
ketika ia berkata kepada kaumnya: 'Mengapa kamu tidak bertakwa?
Pantaskah kamu menyembah Ba'l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta,
yaitu Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?' Maka mereka
mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka), kecuali
hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Dan Kami abadikan untuk
Ilyas (pujian yang baik) di halangan orang-orang yang datang kemudian.
(Yaitu) kesejahteran dilimpahkan atas Ilyas? Sesungguhnya demikianlah
Kami memberi balasan hepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya
dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS. ash-Shaffat: 123-132)
Hanya
ayat-ayat yang pendek ini yang Allah SWT sebutkan berkaitan dengan
kisah Nabi Ilyas. Dan pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang
menyatakan bahwa Ilyas adalah seorang Nabi yang bernama Ilya dalam
Taurat. Injil Barnabas mengemukakan nasihat-nasihat Ilya. Tentu
nasihat-nasihat tersebut tidak begitu terkenal dalam Taurat. Kami akan
menyebutkan nasihat-nasihat tersebut karena di dalamnya terdapat hikmah
yang dalam dan ketulusan hati. Pesan tersebut terdapat dalam injil
Barnabas dari ayat 23 sampai ayat 49. Disebutkan di dalamnya bahwa
"Ilya
adalah hamba Allah. Hal ini ditulis bagi semua orang yang menginginkan
untuk berjalan bersama Allah Pencipta mereka. Sesungguhnya orang yang
suka untuk banyak belajar maka ia akan sedikit takut kepada Allah.
Karena orang yang takut kepada Allah maka ia akan merasa puas untuk
mengetahui apa-apa yang diinginkan Allah saja. Hendaklah orang-orang
yang menginginkan untuk mengerjakan amal-amal yang saleh memperhatikan
diri mereka karena seseorang tidak akan memperoleh manfaat ketika
mendapati dunia mendapatkan keuntungan sementara ia mendapati kerugian.
Selanjutnya, hendaklah orang yang mengajari orang lain berusaha untuk
lebih baik daripada orang lain karena tidak akan bermanfaat suatu
nasihat yang diberikan oleh orang yang tidak mengamalkan apa yang
dikatakannya. Sebab, bagaimana seorang yang salah dapat memperbaiki
kehidupannya sementara ia mendengar seorang yang lebih buruk darinya
berusaha untuk mengajarinya. Kemudian hendaklah orang yang mencari Allah
berusaha lari dari percakapan dengan manusia karena Musa ketika berada
sendirian di atas gunung Saina' maka beliau menemukan Allah dan
berdialog dengan-Nya sebagaimana seorang pecinta berdialog dengan
kekasihnya. Dan hendaklah orang-orang yang mencari Allah berusaha keluar
sekali setiap tiga puluh kali ke tempat yang biasa di jadikan
perkumpulan oleh masyarakat dunia. Karena boleh jadi ia dapat melakukan
suatu amal pada satu hari saja namun dihitung amalnya itu selama dua
tahun, khususnya berkaitan dengan pekerjaan yang di situ ia mencari
ridha Allah. Hendaklah ketika ia berbicara tidak melihat ke arah mana
pun kecuali ke arah dua kakinya, dan ketika ia berbicara hendaklah
mengatakan hal yang penting saja. Hendaklah ketika ia makan tidak
berdiri dari meja makan dalam keadaan kekenyangan. Dan hendaklah mereka
berpikir setiap hari karena boleh jadi mereka tidak akan menemui hari
berikutnya. Dan hendaklah mereka benar-benar memanfaatkan waktu mereka
sebagaimana mereka selalu bernafas. Hendaklah satu baju dari kulit
binatang cukup untuk mereka. Hendaklah mereka setiap malam berusaha
untuk tidur tidak lebih dari dua jam. Hendaklah mereka berusaha berdiri
di tengah-tengah salat dengan rasa takut.
Kerjakanlah
semua ini dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT dengan menjunjung
tinggi syariat-Nya yang Allah SWT karuniakan kepada kalian melalui Nabi
Musa. Karena dengan cara seperti ini, kalian akan menemukan Allah SWT
dan kalian akan merasakan pada setiap zaman dan tempat bahwa kalian
berada di bawah naungan Allah SWT dan Dia akan selalu bersama kalian."
Demikianlah apa-apa yang disebut
{Belum selesai nanti dilanjut dihalaman selanjutnya OK ..... }