Assalamualaikum,
Menarik untuk di jadikan cerminan dan
pengalaman berharga tentang bagaimana memulai hijab. ‘Berwarna’ cerita
yang saya dengar saat masih belum menutup apa-apa yang di haruskan untuk
melindunginya. Saya seorang amatir dalam berhijab dengan memproses diri
agar hijab yang dipakai saat ini menjadi lebih baik lagi di mata Sang
Al Malik.
Tidak lah mudah dalam hal ini, saat itu
tentunya. Walaupun kalangan keluarga bisa dapat terhitung yang berhijab,
saya sama sekali tidak terprioritaskan untuk menyusul setelahnya. Pun
teteman saya yang kebanyakan memang mengidentitaskan diri dengan
berhijab. Pandangan saya saat itu, hijab adalah kesiapan penuh para
orang tua sebagai bentuk kedewasaan dalam kereligian.
Tua-hijab-haji-mati.
Begitu kira-kira, bisa di baca bahwa
kakunya saya akan hal-hal keimanan seperti itu, Astagfirullah. Tidak ada
diantara para sahabat yang memaksa saya untuk berhijab seperti
kebanyakan orang. Tidak sama sekali, sampai..
[2 Ramadhan 1429 H, selepas Tarawih]
Saya merasa ada yang saya pikirkan namun
tidak tahu apa yang di jadikan masalah. Saya bingung. Hati saya tidak
tenang. Saya diam, mencari apa-apa yang ada dalam otak saya. Tidak juga
saya temukan persoalan apa yang menghinggapi saya. Saya menangis. Dalam
kamar saya sendiri, tidak ada Ayah-Ibu-kakak-adik saya yang bisa
mengalihkan kebingungan saya yang kala itu ada di luar kota semua. Saya
tidak mendapatkan apa-apa dalam pikiran saya.
Ternyata, hati saya yang menautkan
sesuatu. “Saya ingin berhijab”, kata-kata itu keluar begitu saja tanpa
saya sadari. Saya menangis lagi. Ada alasan mengapa saya menangis saat
itu. Saya takut, keinginan saya berhijab adalah suatu tren semata. Saya
kembali bingung. Sambil berdoa, mencoba apa yang sekira nya Rabb
tunjukkan saat ini bisa segera saya tangkap maksud Nya.
Akhirnya, saya berniat dalam hati untuk
memulai menghijabi kesemuanya. “Robbi, hijab ini untuk Mu saja”, itu .
Saya tidak mau berjanji apa-apa. Hanya meminta perkuat hati dengan
kematangan niat. Secara spontan, meminta doa dari Ayah-Ibu-kakak-adik
atas niatan baik ini. Penting menurut saya, karena dukungan keluarga
adalah sumbu energi positif dalam hidup saya, and so you, sisters.
Keesokan harinya, saya benar-benar
meneruskan niat baik itu dengan berhijab. Suatu hal yang dulunya masih
sangat jauh dari daftar keinginan saya. Subhanallah. Hari pertama yang
saya kira berat, dimudahkan Allah (kedip mata ke langit). Hal-hal baik
secara otomatis merubah apa yang dulu jarang saya lakukan. Menjaga
perilaku lebih hati-hati, tata bahasa yang lebih baik lagi dan cara
berpakaian yang lebih santun lagi. Tiada lagi motto “menghijab hati
dahulu sebelum terhijab aurat”.
Ibarat Ilmu, hidayah merupakan suatu hal
yang harus didatangi. Bukan datang dengan sendirinya. Apalah usaha tanpa
doa. Perintah Hijab merupakan bentuk kasih sayang Allah pada tiap
perempuan untuk melindunginya, merawatnya, memberinya pengampunan,
menjihadkan diri dan mengidentitaskan dirinya agar kita, muslimah,
menjadi tenang dimanapun berada tanpa fitnah mata dari arah yang tak
terduga.
Dan sahabat, pentingnya mengetahui
dasar-dasar hijab menurut rujukan Al Quran tidak boleh di sepelekan.
Jangan sampai hijab ini membuat diri kita ingin di rasa istimewa oleh
manusia. Mintalah kebaikan Rabb karena hijab kita, agar dapat tersambung
cepat bertemu dengan Nya di hari akhir kelak. Jadikan hijab adalah
‘nasihat’ tindakan kepada sahabat yang lain.
Mari jadikan diri menjadi muslimah yang
berkualitas di mata Allah. Agar kelak derajat kita adalah di sisi Nya,
tempat terbaik dari segala Nya.
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar