Kamis, 06 Desember 2012

Hijab Adalah Harga Mati


Assalamualaikum…
Perkenalkan nama saya Tsurayya Zahirah atau biasa dipanggil ‘Aya’. Alhamdulillah saya terlahir dari keluarga muslim yang mayoritasnya menggunakan hijab. Sejak kecil pemandangan orang-orang menggunakan hijab sudah sering saya temui.
Tapi kedua orangtua saya tidak lantas secara tersurat memintanya. Mereka hanya berusaha memperkenalkannya saja. Bahkan ada beberapa foto masa kecil saya saat mengenakan hijab yang pastinya dipakaikan oleh kedua orangtua. Mungkin itu salah satu cara mereka untuk memperkenalkan hijab kepada saya: ‘tanpa sebuah paksaan’.
Memasuki usia SD, saya mengenal beberapa teman yang menggunakan hijab. Pada saat itu hanya sebagian kecil saja teman yang sudah menutup auratnya diusia sebelum balig. Ada beberapa teman dekat yang membuat saya kagum karena kecantikannya setelah menggunakan hijab, tuturnya pun halus dan lembut. Entah tepatnya sejak kapan saya ‘mencoba’ menggunakan hijab.
Saya katakan ‘mencoba’ karena pada usia saya yang relatif masih kecil sedang berada dimasa pencarian jati diri dan mencari kenyamanan. Lucunya, jaman saya SD masih jarang sekali ditemukan rok dan baju seragam panjang, sehingga walau dengan hijab saya tetap menggunakan rok dan baju seragam pendek.
Suatu saat (masih duduk di bangku SD juga) saya pernah ‘ngambek’ kepada ibu. Tahu sendiri kan, kalau anak kecil sudah ‘ngambek’ pasti ada saja yang dia lakukan. Dan, entah apa alasannya akhirnya saya berangkat ke sekolah tanpa menggunakan hijab. Sebenarnya trend lepas-pasang hijab sudah sering terjadi pada teman-teman saya. Apalagi di usia kami yang memang masih belum wajib menggunakan hijab. Tapi tetap saja ada beberapa teman yang kaget dengan perubahan saya. Sampai ada teman yang sangat polos dan berkata: “Aya, kenapa dilepas? Kamu cantik pakai hijab tau..”
Jujur kata-kata itu cukup menyentil saya yang pada akhirnya memutuskan kembali berhijab ke sekolah. Diluar sekolah saya tetap tidak menggunakan hijab. Namun ketika saya sedang asyik bermain di salah satu mall (tanpa hijab), dan lagi-lagi ada kejadian yang membuat saya berfikir lebih dalam tentang hijab. Saat itu guru laki-laki saya yang kebetulan sedang berada di mall tersebut, menyapa saya. Subhanallah, rasa malu di depan bukan muhrim itu ternyata sudah hinggap dalam diri saya. Sejak itulah saya memutuskan: hijab adalah ‘harga mati’ yang harus saya perjuangkan.
Sejak memutuskan memakai hijab, saya jadi merasa lebih percaya diri, cantik, dan tentunya merasa lebih dekat dengan-Nya. Saya berusaha menganggap menggunakan hijab tidak hanya sebuah ‘kewajiban’ semata tapi juga ‘kebutuhan’. Inshaallah dengan anggapan itu, kita akan sendirinya (refleks) merasa risih atau tidak enak bertemu orang-orang yang bukan muhrim tanpa menggunakan hijab.
Hijab itu kuno? Siapa bilang? Apalagi saat ini trend berhijab terbilang lebih modis dan unik (tentunya tidak lepas dari syar’i yang ada). Saya pun tergoda untuk bereksperimen dengan hijab dan sering browsing gaya-gaya hijab kemudian mempraktekkannya sendiri di depan kaca.
Efeknya disetiap kesempatan bertemu dengan teman atau keluarga, pasti mereka minta diajarkan menggunakan hijab yang modis. Alhamdulillah, itu bisa menjadi salah satu ladang pahala yang mengalir, bukan?
Tapi yang perlu digarisbawahi menggunakan hijab sejak SD tidak lantas membuat saya tinggi hati merasa jauh dari dosa, karena manusia tidak ada yang lepas dari dosa dan khilaf. Saya pun merasa banyak sekali hal yang masih harus diperbaiki. Inshaallah dengan hijab justru saya berusaha belajar dan terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Amin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar