Kamis, 06 Desember 2012

Hijab, I’m in Love!

Bulan ramadhan tahun 2003, adzan maghrib berkumandang di langit Cilacap. Saatnya melepas dahaga setelah kurang lebih 14 jam menjalani kewajiban perpuasa. Ahh sejuk sekali berbuka puasa ditengah keluarga sederhana namun penuh warna ini.
Usai berbuka dan shalat maghrib berjamaah, aku langsung sigap bersiap-siap menuju masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Biasa, jiwa-jiwa semangat masih membungkus di darah gadis mungil berusia 11 tahun ini (penulis).
Layaknya anak-anak SD, tak pernah diliburkan oleh PR (Pekerjaan Rumah). PR pada bulan ramadhan kali ini adalah merangkum hasil kajian pada kuliah subuh dan khutbah tarawih selama bulan ramadhan. Aku mendatangi papan pengumuman di masjid untuk melihat siapa yang hari ini akan mengisi khutbah tarawih dan tema apa yang akan dibahas.
Belum lama melihat papan, rupanya mataku tiba-tiba ingin melirik pada selembar kertas warna-warni yang tergeletak di samping papan pengumuman. Kertas ini benar-benar memanjakan mata. Aku mencoba membaca kata demi kata yang tertera pada kertas ini. Dan benar saja, tak hanya memanjakan mata namun isinya juga memanjakan hati. Pesantren Kilat TPQ Masjid Nurul Hidayah. Setelah merampungkan shalat tarawih, aku bersegera pulang dan meminta izin pada ibu dan bapak untuk mengikuti acara pesantren kilat. Dibolehkan, yeee. Senyum mengembang di wajah imutku (uhuk).
Materi pesantren kilat kali ini tentang tata cara shalat. Pematerinya adalah seorang ustadzah hijaber. Rupanya sangat cantik dan cerah. Tubuhnya enerjik meski sedang menggendong calon buah hati dalam kandungannya. Beberapa detik mataku tak berkedip melihat aura beliau. Kata-kata ilmunya mengalun indah membuat peserta pesantren kilat benar-benar meresapi. Suatu saat nanti, aku ingin seperti ustadzah itu, pintaku dalam hati. Ahh bagaimana mungkin, ustadzah itu berhijab sangat rapi dan lebar sedangkan aku berhijab saja belum. Pikiranku berkecamuk sendiri.
Keesokan harinya, setelah pesantren kilat dan bulan ramadhan selesai, aku menyibukkan diri untuk mengetahui tentang hijab. Maklum saja, di daerahku masih minim sekali yang berhijab. Aku sangat ingin tahu kenapa perempuan harus pakai hijab. Sampai pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dianggap bodoh pun kucari tahu, seperti, apakah perempuan yang sedang haid masih boleh pakai hijab atau tidak. Karena setahuku perempuan yang sedang haid itu sedang tidak suci, sedangkan hijab bagiku adalah pakaian yang suci. Semua kugali karena aku sangat ingin tahu dan tentunya karena cita-cita mulia, ingin seperti ustadzah itu.
Setelah kutemui jawaban-jawabannya, bahwa ternyata memakai hijab itu kewajiban bagi setiap muslimah. Dan ternyata perempuan yang sedang haid pun tetap boleh menggunakan hijab, bahkan tetap berlaku kewajiban jika perempuan tersebuat keluar rumah atau sedang behadapan dengan non mahromnya. Akupun mulai belajar menggunakan hijab. Aku memulainya ketika ada mata pelajaran agama islam di sekolah. Dengan hem dan rok pendek, kepalaku terbalut hijab cantik, lucu sekali.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, teman-teman menertawakanku. Belum lagi ulah-ulah usil teman-teman di sekolah ketika melihat aku berpakaian demikian. “Aku hanya ingin mencoba menjalankan perintah Allah saja kok teman, tapi aku tidak punya pakaian sekolah muslim”, Jeritku dalam hati. Ahh, semangat berhijabku jadi surut, namun tekadku tetap kuat guna menaati perintah Allah. Hal ini berjalan hingga masa jabatanku sebagai anak SD berakhir.
Alhamdulillah, diterimalah aku pada sebuah SMP yang cukup favorit. Kini tekadku sudah bulat. Aku memutuskan untuk membeli seragam muslim untuk sekolah SMP, supaya aku bisa berhijab sepenuhnya. Teringat juga selama satu pekan ini, mimpiku sungguh sangat aneh. Merasa malu dan ada hal yang mangganjal ketika aku tidak berhijab. Hingga setiap bangun aku menangis karena aku merasa auratku telah terbuka dan dilihat oleh banyak orang. Mungkin ini hidayah Allah. Baik, ini justru membuat tekadku untuk berhijab menjadi semakin dan semakin kuat.
Kuputuskan untuk berdiskusi dengan ibu, aku menjelaskan padanya bahwa tekadku untuk berhijab sudah besar. Ibu pun terdiam mendengar serentetan penjelasanku, hanya keluar sepatah kata bahwa ibu tidak setuju. Ah, betapa sakit rasanya mendengar patahan kata itu. Betapa sakit rasanya ketika niat baik tak terdukung. Ibu menerangkan lagi bahwa sebenarnya beliau kurang suka jika aku berhijab, masih terlalu kecil katanya. Melelehlah air mataku dibarengi dengan irama sesenggukan ketika aku berpendapat bahwa aku tidak mau sekolah lagi jika tidak diperbolehkan pakai hijab. Keluargaku memang bukan keluarga yang agamis, sampai-sampai niat baik anaknya ini benar-benar tak mendapat dukungan.
Aku mengurung diri di kamar selama dua hari. Tak keluar dan tak mau berbicara dengan keluarga di rumah. Hanya sesekali keluar untuk MCK, makan dan shalat. Hari ketiga, bapak pun memberanikan diri mengetuk pintu kamarku. Berharap ada kabar baik, kubuka pintu kamarku perlahan. Bapak menatap wajahku yang layu dan mata yang sudah sangat sembab karena terlalu lama menangis. “Betul kamu serius ingin pakai hijab mba?”, begitu tanya bapak. Aku mengangguk sambil kutunjukkan salah satu artikel di majalah yang sebenarnya sudah lama ku beli, judulnya “Ayat Spesial dari Allah untuk para Muslimah”.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya dan menutup kain kerudung ke dadanya. Janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka atau anak-anak mereka.” (QS. An-Nur : ayat 31).
Melihat tekadku yang begitu kuat, akhirnya bapak setuju. Beberapa menit kemudian ibu pun tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Wajah layu ini seketika berubah menjadi wajah penuh senyum merona. Ku peluk beliau berdua seraya kuucap terimakasih yang teramat.
Kini aku telah menjadi gadis berhijab. Meski merasa hidayah ini terlalu dini datang padaku. Namun aku sangat bersyukur pada Allah. Ini bukti bahwa Allah sangat sayang padaku. Dua tahun setelah aku berhijab, ibu mulai menyusul memakainya. Kata ibu ternyata berhijab itu nikmat.
Selain nikmat untuk diri sendiri karena terhindar dari dosa dan fitnah, berhijab juga nikmat dari Allah yang hanya diberikan untuk perempuan-perempuan yang beriman. Semoga aku dan ibu dapat istiqomah untuk berhijab. Seraya terus memperbaiki diri supaya dapat sesholeh ustadzah yang kutemui saat ramadhan kemarin. Hidayah itu titipan Allah, bila kita tidak istiqamah menjaga titipan-Nya, maka mudah bagi Allah untuk memindahkan hidayah itu kepada orang lain. So, jagalah hijab ini.
Insya Allah..
Hijab I’m in love! (^_^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar